Namlea, Kompastimur.com
Latah ungkap
Pencemaran di GB, ternyata Ketua Parlemen Jalanan, Rusman Ucok Soamole, ogah
mengadukan para pemasok B3 ke Polisi. Hingga kini belum ada pengedar B3 yang
ditangkap.
Dalam jumpa pers
dengan wartawan Jumat sore (3/8), di salah satu penginapan di Batu Angus,
Namlea, Raja Petuanan Kayeli, Abdullah Wael dan beberapa tokoh adat, serta
Ketua Parlemen Jalanan, Rusman Ucok Soamole, enggan mengomentari pelaku
pengedar dan peredaran Bahan Berbahaya Beracun (B3), termasuk Asam Cianida
(CN) secara ilegal di tambang Gunung
Botak.
Ketua Parlemen
Jalanan diketahui selama ini sangat getol menyuarakan penutupan tambang ilegal
di Gunung Botak. Dalam beberapa pernyataan di media massa, aparat keamanan,
khususnya pihak kepolisian selalu berada yang tersudutkan.
Ketika ditanya
dan ditantang wartawan sampai beberapa kali agar jangan hanya getol menyuarakan
pencemaran, namun pelaku pencemaran dan pemasok B3 juga harus dilaporkan ke
polisi supaya diambil tindakan, mereka semua terdiam.
Saat wartawan
menyebut pemasok bahan kimia nama Haji Markus, mereka terkesan saling menolak
untuk berkomentar. Raja meminta Ketua Parlemen Jalanan saja yang menjelaskan
dan ditolak oleh Ucok.
Bagan Soulissa
menyaksikan Ucok yang enggan berkomentar, lantas berucap, kalau dia akan
mengadukan Haji Markus asalkan punya bukti-bukti."Beta akan investigasi
dan beta akan adukan ke polisi,"tegaskan Bagan Soulissa yang sontak
membuat Ucok dkk menjadi terdiam.
Dalam jumpa pers
ini, Raja Petuanan Kayeli dan sejumlah pimpinan adat hanya mengkarifikasi
pernyataan Sekertaris Komisi C DPRD Maluku, Ikram Umasugi, karena mengkritisi
mereka usai bertemu dengan gubernur beberapa waktu lalu.
Ikram Umasugi
sempat meragukan niat baik tokoh adat dan ketua parlemen jalanan yang melobi
gubernur agar pemerintah dapat melakukan penertiban dan mengusir para penambang
dari Gunung Botak.
Ikram Umasugi
mengangap, apa yang dilakukan para raja itu bagian dari pembentukan opini
seakan-seakan penambang yang notabene rakyat kecil penyebab kehancuran
lingkungan, sementara perusahaan bersih dari tindakan pencemaran.“Raja yang
mana? Banyak raja di gunung botak itu? Bahkan ada raja yang digaji perusahaan
tiap bulannya,” ungkap Umasugi.
Umasugi menilai,
sikap tokoh adat yang lebih berpihak kepada perusahaan itulah yang menjadi satu
diantara sekian penyebab gagalnya penyelesaian masalah gunung botak. “Masalah
gunung botak ini selalu saya dahulukan dalam setiap rapat kami di komisi, tapi
terlalu kompleks sekali, namun semua kembali kepada pemerintah, “ tegasnya.
Menanggapi
tudingan Ikram Umasugi itu, dalam jumpa pers ini, Raja Petuanan Kayeli dkk,
buru-buru membantahnya. Mereka menyesalkan pernyataan Ikram yang terkesan telah
melecehkan pimpinan adat di sana.
Abdullah Wael
dan Kepala Soa Kotbessi, Mansur Wael lalu menjelaskan soal siapa raja yang sah
dan diakui oleh warga adat di Petuanan Kayeli.
Menurut Abdullah
Wael, seharusnya Ikram Umasugi sebagai yang ditokohkan di Pulau Buru, ikut
memelihara dan jangan mempertentangkan tatanan adat di sana."Ini yang kami
sesalkan,"ucap Abdullah Wael.
Selama jumpa
pers ini, hanya dijelaskan siapa yang sah menjadi Raja Petuanan Kayeli, yakni
Abdullah Wael. Dan juga sudah diakui oleh bupati.
Tidak sedikitpun
dibicarakan soal tambang ilegal di Gunung Botak maupun dugaan pencemaran di
sana. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment