JAKARTA,
Kompastimur.com
Sekitar 2000 orang massa dari gerakan
Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) kembali menggelar aksi di Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut penuntasan dua mega skandal korupsi
keuangan negara terbesar di negeri ini yaitu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) Gate dan Bank Century atau Century Gate.
Pasalnya, kedua mega skandal itu
membuat genting keuangan negara. Karena itu, sudah selayaknya, KPK mengusut dan
menuntaskan dua mega skandal korupsi keuangan negara terbesar sejak Republik
Indonesia merdeka itu.
“Para komisioner KPK harusnya
mempunyai komitmen yang kuat dan serius untuk menuntaskan BLBI dan Century Gate
di 2018. Itu sesuai Resolusi KPK 2018 yang diungkapkan salah satu komisioner
KPK Laode Muhammad Syarif,” ujar Sekretaris Jenderal HMS Hardjuno Wiwoho di
depan halaman gedung KPK Jakarta, Selasa (17/7).
Dalam Skandal Century Gate kata
Hardjuno, KPK harus menindaklanjuti rekomendasi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Selatan yang memerintahkan agar mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono
Cs menjadi tersangka.
“Dan ingat, keputusan Angket Century
pada paripurna DPR awal 2010 juga menyatakan bahwa Sri Mulyani (SMI) dan
anggota Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) harus diperiksa di muka
hukum,” tegasnya.
Menurutnya, pemeriksaan tersangka BLBI
yang kini menjadi terdakwa yaitu mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BLBI), Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) bisa menjadi pintu masuk
untuk membuka dan membongkar kotak pandora para pelaku kejahatan korupsi BLBI
lainnya yang lebih tinggi. Penikmat BLBI Rp. 30 triliun harus diseret ke meja
hijau.
“Saya kira, Sjamsul Nursalim yang
menikmati kucuran dana talangan BLBI dan menyalahgunakannya harus didatangkan
dan diperiksa KPK. Juga, para "tukang tadah" lainnya yang menerima
penjualan asset dengan harga yang tidak wajar,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga
Penyelidikan ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro mengatakan
asset Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diserahkan BPPN kepada
Kementerian Keuangan pada tahun 2005 senilai Rp. 4,8 triliun, pada tahun 2007
dijual hanya Rp. 200 miliaran oleh Menteri Keuangan (Menkeu) yang saat itu
dijabat Sri Mulyani.
Tindakan SMI ini memberi andil
merugikan keuangan negara.
“Kami juga meminta KPK agar memeriksa
dan menyelidiki owner/pemilik Bank Central Asia (BCA): Budi Hartono bersaudara
yang patut diduga sebagai "tukang
tadah". Bayangkan, karena penjualan asset tambak udang Dipasena Rp 1
triliun dan dijual hanya Rp 200 milyar saja jadi terdakwa. Nah, jadi jangan
hanya berhenti di sini (di BDNI) saja,” ujarnya.
Dia menjelaskan, BCA pada akhir tahun
2002 yang total aktiva atau nilai kekayaannya Rp 114 triliun, pada tahun 2003
dijual sahamnya 51% hanya Rp 5 triliun saja kepada Budi Hartono dengan patut
diduga dilakukan secara tender tertutup dan terbatas yang hanya diikuti oleh
Group Farallon (kendaraan Budi Hartono) dan standard chartered Bank.
Lebih tragisnya 3 bulan setelah
transaksi penjualan dengan rekayasa yang penuh kecurangan tersebut Budi Hartono
menerima pembagian laba (deviden) BCA. 580 Miliar dan pada 2004 sampai hari
ini, Budi Hartono Cs. menerima subsidi bunga obligasi rekap ex BLBI dari
Pemerintah yang ada dalam BCA sebesar Rp. 7 triliun /tahun.
“Di dalam hal ini, Budi Hartono Cs.
telah diperkaya oleh Kepala BPPN saat itu (I Putu Gede Ary Suta) dan Menkeu
saat itu, Boediono. Dan nilai, BCA hari ini mencapai Rp 600 triliunan lebih,”
tegasnya.
Makanya terang Sasmito, jangan heran,
Budi Hartono dan saudaranya Bambang Hartono sebagai pemilik Djarum Grup sejak
membeli BCA dengan cara yang tidak semestinya itu menjadi orang terkaya di
Indonesia tanpa susah payah. Karena, sesungguhnya ini adalah suatu rahasia
umum.
“Bayangkan, negara dimiskinkan oleh
obligor-obligor nakal dan atau pengemplang BLBI. Sehingga KPK perlu mengusut
tuntas,” tuturnya.
Lebih lanjut, Sasmito menyatakan,
setelah menyelidiki masalah intellectual fraud, maka sungguh terjadi
ketidakadilan dalam tata kelola keuangan negara.
“Untuk itu, kami menuntut agar Budi
Hartono dan saudaranya: Bambang Hartono harus segera diperiksa KPK demi
keadilan rakyat meskipun penjualan tersebut mungkin yang bersangkutan sudah
merasa sah-sah saja,” ulasnya.
Tetapi, dari segi hukum ini patut
diduga means rea (ada niat jahat) dari para pejabat era rezim Megawati tempo
hari yang meminta persetujuan para pejabat saat itu yakni: Menkeu Boediono,
Menko Ekuin Dorojatun Kuntjorojati dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi
serta eksekutor penjualannya adalah I Putu Gede Ary Suta sebagai kepala BPPN
merasa aman-aman saja.
“Seyogyanya KPK sebagai penegak hukum independen yang tidak
mengenal SP3, segera tetapkan sebagai tersangka Sri Mulyani, Budiono dan Darmin
Nasution sebagai perwujudan komitmen Nawacita Presiden Jokowi,” ujarnya.
Demikian juga dengan para penerima
Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dan ‘tukang tadah’ asset Negara yang dijual
obral para Menkeu seperti Budi Hartono yang sukses membodohi pemerintahan rezim
Megawati Soekarnoputri.
“Bayangkan dengan uangnya Rp. 5
Triliun saja tahun 2003, dia sukses menjarah BCA yang total assetnya tahun 2002
saja Rp. 114 Triliunan. Dan sekarang nilai asset BCA mencapai Rp. 600 Triliunan,”
pungkasnya. (KT-Rls)
0 komentar:
Post a Comment