Kepala Perwakilan Komnas HAM RI Perwakilan Provinsi Maluku, Benediktus Sarkol |
Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Provinsi Maluku,
mendorong sepenuhnya pihak Kepolisian Daerah (Polda) Maluku untuk mengusut
pihak-pihak yang terlibat dalam kasus intimidasi dan kekerasan terhadap
wartawan di warung kopi (warkop) Lela, hingga tuntas.
Komnas
HAM menilai tragedi tersebut sebagai
pelanggaran terhadap hak asasi wartawan untuk mencari dan menyebarluaskan
informasi kepada masyarakat.
Sebagai
warga Negara, wartawan tetap mendapat perlindungan sebagaimana dijamin dalam
Undang-Undang (UU) No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Wartawan
baik saat bertugas maupun tidak bertugas tetap mendapat perlindungan hukum.
Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran
hukum yang pelakunya harus ditindak. Bahkan kekerasan terhadap wartawan dalam
melaksanakan tugas jurnalistik merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers,”
ungkap Benediktus Sarkol, Kepala Perwakilan Komnas HAM RI Perwakilan Provinsi
Maluku, melalui pres rilisnya, Jumat (6/4).
Menurut
Sarkol, wartawan kerap kali bersinggungan dengan kekuasaan. Oleh karenanya,
profesi wartawan menjadi rawan akan kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi.
Tindakan ini berimplikasi terhadap terjadinya pelanggaran hak asasi wartawan
dan hak publik untuk mendapat informasi.
“Bahwa
serangan seperti itu haruslah diselidiki dan terhadap pelakunya harus dilakukan
penuntutan, dan bahwa korbannya harus mendapat upaya pemulihan yang layak,”
jelasnya.
Sarkol
menjelaskan, Indonesia sebagai Negara demokrasi menjamin kemerdekaan pers.
Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin
sebagai Hak Asasi Manusia. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pasal tersebut dengan tegas memberi hak kepada pers untuk melaksanakan tugas
jurnalistiknya.
“Salah
satu kebebasan dasar manusia dalam diskursus Hak Asasi Manusia adalah kebebasan
berpendapat dan berekspresi (freedom of opinion and expression). Setiap manusia
berhak atas kebebasan ini termasuk didalamnya kebebasan untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan informasi dan pemikiran apapun bentuknya tanpa
memandang batas-batas,” terangnya.
Kebebasan
itu, lanjut Sarkol, menjadi syarat yang mutlak ada, bagi terwujudnya prinsip
transparansi dan akuntabilitas suatu pemerintahan. Yang pada gilirannya akan
membawa pemajuan dan perlindungan HAM.
“Kebebasan
ini pula dijamin dalam Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,”
jelasnya.
Perlindungan
terhadap wartawan, kata Sarkol, menjadi bagian dari HAM yang berkaitan dengan
tugas jurnalistik. Dalam negara yang berpaham kedaulatan rakyat, laporan media
menjadi bahan bagi lembaga perwakilan dan elemen-elemen masyarakat yang
berkesadaran untuk melakukan kontrol, koreksi, dan pengawasan kekuasaan
kekuasaan agar selalu berjalan di rel konstitusi.
“UU
tentang Pers hanya menjamin wartawan terbebas dari berbagai kasus kekerasan
selama yang bersangkutan melaksanakan tugas jurnalistik. Di luar tugas,
wartawan dinilai sama dengan warga negara lainnya. Namun, bukan berarti
wartawan saat tidak bertugas dapat diperlakukan semena-mena,” katanya.
Berbagai
resiko yang mengancam pekerjaan wartawan sudah barang tentu merupakan hal yang
mengancam terkawalnya demokrasi. Rasa tidak aman, terancam dan resiko yang
sedemikian besar dapat mendegradasi dan bahkan menghilangkan kekritisan serta
keberanian wartawan dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya dalam mengawal
kekuasaan.
“Atas
dasar tersebut dan mengingat pekerjaan jurnalis sangat penting bagi demokrasi,
Komnas HAM RI Perwakilan Maluku mendorong sepenuhnya Polda Maluku, guna
mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, dengan mengedepankan profesionalisme
dan penegakan HAM,” tandasnya. (KT-SH)
Br jadi pers sj su belagu... Ose laii bodok... C bisa blg secara jelas uu yg mlindungi pers itu kyk gmn??
ReplyDeleteButa huruf ni...