AMBON, Kompastimur.com
Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Ambon dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda
Maluku meminta, kasus kekerasan berupa intimidasi serta pemukulan terhadap
jurnalis di Warung Kopi Lela, Kamis (29/3/18) pekan kemarin, yang kini
ditangani pihak Kepolisian Daerah (Polda) Maluku, berlangsung transparan dan
independen.
Bagi kedua
organisasi jurnalis ini, sikap arogansi salah satu Calon Kepala Daerah dan
tindakan premanisme sejumlah orang dalam peristiwa kemarin, merupakan preseden
buruk yang harus disikapi sesuai prosedur hukum berlaku. Karena tindakan itu,
selain telah mengekang kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalisnya, juga
menginjak-injak harkat dan martabat demokrasi.
Sekretaris AJI
Ambon, Nurdin Tubaka meminta, pihak kepolisian tidak main-main dalam memproses
kasus ini. Minimal dalam kurun waktu 14 hari kedepan, proses lanjutan sudah
bisa dipastikan agar insiden yang menimpah Ketua AJI Ambon, Abdul Karim Angkotasan
dan Wartawan Rakyat Maluku, Sam Usman Hatuina, bisa dilimpahkan ke tahapan
berikutnya.
“AJI Ambon minta
Polda Maluku, agar proses hukum atas insiden kekerasan di Warung Kopi Lela,
Kamis pekan lalu, dapat diseriusi dan transparan. Langkah ini diminta AJI
sebagai upaya dalam menjaga kredibilitas aparat penegak hukum di mata publik,
sekaligus melindungi marwa hukum sebagai Panglima Tertinggi di Negara ini,”
desak Tubaka.
Insiden ini,
dinilai sangat menghancurkan ekspektasi seluruh insan pers atas kebebasan.
Betapa tidak, di saat upaya kemerdekaan pers terus dikampanyekan, namun pada
titik yang lain kekerasan terus dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Untuk itu,
pihak kepolisian harus benar-benar menegakan supremasi hukum atas tindakan
pembungkaman terhadap kerja-kerja jurnalis.
Ketua Divisi
Advokasi dan Humas IJTI Pengda Maluku, Muhammad Jaya Barends menyatakan pihak
kepolisian harus serius dan berkomitmen untuk menuntaskan kasus hukum yang
sudah berjalan.
Menurutnya, dalam melaksankan profesi wartawan
mendapat perlindungan hukum, yang secara eksplisit tertulis di Pasal 8 Undang -
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan PERS. Selain itu, intimidasi
disertai kekerasan yang diduga dilakukan Calon Kepala Daerah Maluku bersama tim
suksesnya melanggar Pasal 18 ayat (1).
Apalagi saat itu
Sam Hatuina wartawan Harian Rakyat Maluku, menjalankan tugas profesi sesuai
haknya berdasarkan Pasal 4 ayat (3). Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers
nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi.
Sebab pertemuan
di salah satu rumah kopi di Kota Ambon, Kamis kemarin, itu tidak hanya tim
sukses dan calon kepala daerah namun juga melibatkan Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang justeru bertentangan dengan Pasal 71 (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota.
"Pertemuannya
itu kan di ruang publik dan sangat bertentangan dengan UU, sebagai seorang
wartawan memiliki hak meliput yang sangat dijamin, tapi kenapa Sam diintimidasi
saat menjalankan hak profesinya disertai kekerasan terhadap Abdul Karim
Angkotasan, Ketua AJi Kota Ambon. Harus sebagai pejabat publik mengetahui tugas
seorang wartawan," jelasnya.
Jaya menabahkan,
tindakan kekerasan terhadap Ketua AJI Ambon, Abdul Karim Angkotasan dan
Wartawan Rakyat Maluku, Sam Hatuina, telah mencedarai semangat kebebasan pers
dan membunuh konsolidasi demokrasi.
Di tempat
terpisah, Juru Bicara Serikat Kerja Lawan Intimidasi (SK LELA), Bachtiar Heluth
juga menegaskan, tindakan kekerasan berupa apapun yang dilakukan terhadap
jurnalis harus ditindak sesuai hukum yang berlaku, termasuk membijaki UU Pers
yang merupakan lex specialis.
“Ini
permasalahan khusus dan lebih spesifik, sehingga kasus kekerasan juga harus
dibijaki dengan UU Nomor 40 Tahun 2019 tentang pers. Kami sangat mengapresiasi
pihak kepolisian yang serius menangani kasus tindak kekerasan jurnalis ini,”
ujarnya.
Terkait insiden yang terjadi, mereka
menegaskan, persoalan ini jauh dari interest politik dan tidak menginginkan
adanya pihak lain masuk mencampuri serta mengotori perjuangan suci yang sedang
dilakukan.
“Kami tegaskan
bahwa kasus ini murni kekerasan terhadap jurnalis. Kami tidak ingin ada
spekulasi liar. Prinsipnya, perjuangan ini jauh dari kepentingan politik pihak
manapun,” tegas mereka.
Para korban saat
ini, telah menyerahkan kasus ke kuasa hukum. Selain itu ada lima pengacara yang
telah disiapkan AJI Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, untuk
menangani perkara yang terjadi. (KT-Rls)
Baca Juga
- Amankan Tahapan Pilkada, Polres Bursel Gelar Rakor Lintas Sektoral Namrole, KTPolres Buru Selatan (Bursel) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) lintas sektoral terkait Keamanan dan Ketertiban Masya ...
- KPU Bursel Gelar Pleno Tingkat Kabupaten, 4 Kecamatan Selesai Hari PertamaNamrole, KTKomisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) telah melaksanakan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitu ...
0 komentar:
Post a Comment