Ambon, Kompastimur.com
Pers
dan jurnalis merupakan salah satu elemen penting dalam kemajuan proses
demokrasi di Tanah Air. Karena kemerdekaan pers selain sebagai alat kontrol
sosial juga menjadi sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan
berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan hakiki demi terwujudkan kehidupan yang
lebih baik.
Untuk
menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik memperoleh informasi yang
benar, tugas dan kerja jurnalistik dilindungi oleh undang-undang (UU).
Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 8
yang menyebutkan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan
profesinya.
Berkaca
dari sejumlah peristiwa unjuk rasa di Ibu Kota maupun sejumlah daerah yang
kerap kali menjadikan para jurnalis sebagai sasaran kekerasan baik oleh oknum
Aparat Sipil Negara, maka Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda
Maluku menyerukan kepada semua pihak menghormati dan tidak menghalang-halangi
tugas para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya di lapangan.
Selain
itu, Kasus Penganiayaan dan Intimidasi terhadap dua jurnalis di Ambon oleh
oknum ASN dan juga Tim sukses pasangan Cagub Said Assagaf di salah satu warung
kopi, membuktikan kurangnya akses informasi dari para ASN terkait tugas
jurnalis.
"Siapapun
yang menghalang-halangi dan melakukan ancaman serta tidak kekerasan terhadap
jurnalis saat menjalankan tugasnya merupakan bentuk pelanggaran hukum pidana,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, dimana setiap orang yang
menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda
maksimal Rp500 juta," ujar Ketua IJTI Pengda Maluku Juhri Samanery lewat
rilis, Jumat (30/03).
IJTI
Pengda Maluku juga meminta kepada polisi agar segera memanggil para terduga ASN
yang melakukan penganiayaan serta intimidasi kepada Jurnalis.
IJTI MALUKU juga meminta semua pihak untuk
sungguh-sungguh menjaga, melindungi, dan menjamin keamanan para jurnalis saat
menjalankan tugasnya.
Samanery
menuturkan, masyarakat hendaknya memahami bahwa jurnalis dalam menjalankan
tugasnya sesuai dengan UU serta dilindungi oleh UU. Sehingga, ketidakpuasan
terhadap media hendaknya disampaikan melalui jalur resmi yakni Dewan Pers dan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Jurnalis
dalam menjalankan tugasnya wajib berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik.
Setiap juga jurnalis harus menggunakan narasumber yang kredibel sehingga bisa
menyejukkan dan tidak provokatif," katanya.
Menurut
Salmanery, media harus menjadi penerang
di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan
yang beredar di media sosial. Karena itu, tambahnya, setiap produk pers harus
mencerminkan kode etik, bertanggung jawab dan sesuai dengan perundangan yang
berlaku. (KT-rls)
0 komentar:
Post a Comment