Ambon,
Kompastimur.com
Representasi
Pemuda asal Tala, Eti Sapalewa, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang
tergabung dalam Forum Pemerhati Masyarakat Adat Saka Mese Nusa mengkritisi
kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) SBB perihal penggodokan Peraturan
Daerah (Perda) adat yang hingga kini belum ada titik terang.
Kritikan
dilayangkan dalam konfresi pers bersama sejumlah pimpinan Yayasan, LSM dan
tokoh muda lainnya disalah satu rumah kopi tepatnya di jalan Samratulangi kota
Ambon, Jumaat (23/02).
Dalam konfresi
pers yang dihadiri sejumlah awak media itu dijelaskan Perda terkait Adat di
Kabupaten SBB yang sementara digodok dilembaga legislatif DPRD SBB hingga kini belum rampung dibahas.
Soal macetnya
proses penggodokan amanat undang-undang itu ditenggarai karena kuatnya
tarik-ulur kepentingan menyangkut status negeri adat dan desa administratif.
Terkait hal ini,
lembaga legislatif dan eksekutif di daerah itu terjadi silang pendapat hingga
menimbulkan kebuntutan panjang yang menyebabkan Perda yang harusnya sudah
selesai pembahasan, namun nyatanya hampir empat tahun pembahasan perihal itu
masih jalan di tempat.
"Lembaga
perwakilan rakyat itu tidak serius membahas produk Perda yang sementara digodok
itu. Pemda pun kami anggap tutup mata dengan persoalan yang ada," ungkap
Farham Suneth tokoh pemuda asal kecamatan Huamual (Eti).
Sementara itu, Cristian Sea koordinator Forum
Pemerhati Masyarakat Adat Saka Mese Nusa, mempertanyakan dengan tegas, apakah
pembahasan Perda itu sudah memenuhi unsur yang mengakomodir aspek sosial,
kultur dan budaya masyarakat di daerah apa belum.
Hal ini menurut
Sea sangatlah penting, tujuannya untuk menghindari gesekan yang menimbulkan
konflik horizontal yang nantinya akan mengakibatkan ketidakmyamanan bagi
masyarakat adat di SBB.
Sejumlah pemuda
yang tergabung dalam Forum Pemerhati Masyarakat Adat SBB itu masing-masing
mewakili wilayah Eti, Tala dan Sapalewa, mereka diantaranya Ibra Lussy dan Semy
Riry dari Tala, Farham Suneth dan Paman Nurlette dari Eti, dan Cristean Sea
dari Sapalewa.
Senada dengan
Sea, Ibra Lussy representasi pemuda Tala pun angkat bicara. Dikatakan dampak
social dan hukum dari prodak perda adat ini mestinya dipikir matang oleh
dewan-dewan terhormat.
"Apa
memang, perda adat ini sudah dikaji dengan kebutuhan masyarakat atau
tidak," endusnya.
Dikatakan pula,
perihal ini mestinya harus lebih subtansial oleh masyakat. Dampak konflik atau
kan tidak. Kehadiran Perda itu, menjadi kebutuhan masyarakat nantinya.
"Maskimal
kerangka Perda yang dibuat menjadi prodak DPRD disampaikan terbuka oleh
masyarakat (publik)," hemat pemuda asal Hualoi, kecamatan Amalatu itu.
Sementara,
Semuel Riri, lebih membicarakan tekhnis persoalan yang memakan anggran tidak
sedikit itu.
"Rekomendasi dedline waktu akan kami layangkan. kami tidak
main-main dengan persoaln ini. Akan ada aksi besar-besaran menindak lanjuti
kepayahan DPRD menyelesaikan persoalan dengan deadline waktu yang kami
tawarkan," tegas Riri yang diketahui saat ini tengah akktif di sebuah
lembaga advokat ternama di Maluku.
Mengakhiri
konfresi pers tersebut, Cristian Sea selaku ketua kembali menegaskan, akan
melakukan aksi sebagai bentuk rasa peduli terhadap negeri.
"Kami
sepenuhnya melihat huru-hara Perda ini justru akan menimbulkan ketidaknyamanan
masyarakat di SBB, " terang Cristian. (KT-Rls)
0 komentar:
Post a Comment