Piru, Kompas Timur.com
Menyikapi persoalan
pendesakan percepatan tiga produk perda adat di Kabupaten Seram Bagian Barat
(SBB) yang saat ini digodok oleh badan legislasi DPRD SBB dinilai terlalu
memaksa dan badan legislasi harus lebih jelih dan tidak terburu - buru dalam menentukan
perda adat tentang mana negeri adat dan mana bukan negeri adat
Kepada KomasTimur.Com,
Sabtu (24 / 2 /2018) praktisi hukum Marsel Maspaitella, SH mengatakan mekanisme
perencanangan Perda adat haruslah sesuai dengan prosedur maupun sesuai dengan
UU dan mekanisme yang ada tersebut, dan DPRD harus lakukan secara bertahap dan
sangat hati hati pula.
"Untuk itu
DPRD dan badan legislasi janganlah terlalu buru buru dalam menyikapi desakan
tersebut yang nantinya memengaruhi perda adat itu sendiri ketika di sahkan dan
disosialisasi, karna Perda adat ini harus di bahas sesuai dengan
tahapan-tahapan yang ada," ungkap Maspaitella.
Maspaitella pun
menambahkan Sebab berbicara soal perda adat seharusnya memuat syarat - syarat
yang harus di penuhi yakni diantarnya Syarat-syarat yang perlu mendapat
perhatian dalam proses pembentukan peraturan daerah adalah Asas kejelasan
tujuan.
“ Artinya untuk
apa peraturan daerah tersebut dikeluarkan dan apa tujuan diterbitkan, Asas
manfaat apa ,Asas kewenangan, dan juga Asas kesesuaian" tuturnya
Menurutnya, Asas
asas tersebut dapat dilaksanakan dengan memperhatikan landasan filosofi,
landasan yuridis, landasan sosiologis, landasan politis serta Asas kejelasan
rumusan, Asas keterbukaan, dan serta Asas efesiensi
UU Nomor 12
Tahun 2012 adalah landasan dalam penyusunan, pembahadan, pengesahan,
sosialisasi perda adat semua itu melalui proses yang sudah di atur dalam UU
untuk jangan di paksakan kehendak cepat selesai tetapi Perdanya cacat hukum dan
tidak bisa di gunakan .
Selain itu, juga
pemasukan pasal objek status negeri (nama negeri) dalam perda adat merupakan
sebuah cacat hukum yang bertentangan dengan Perda 14 Tahun 2005 yang dimana
sudah memuat persyaratan untuk pengakuan suatu negeri apakah negeri adat atau
bukan.
“ Kan jelas di
sana, yang jadi pertanyaan apakah dengan masukan nama negeri dalam rancangan
perda itu sudah di seleksi dengan baik. Dan lembaga siapa yang berwenang untuk
memutuskan hal tersebut? Kita kan tahu lembaga Ina-Ama itu ada tapi tidak
pernah di fungsikan dalam pengambilan keputusan dalam hal-hal seperti ini dan
seharusnya DPRD melibatkan Ina Ama maupun para tokoh adat setiap negeri dalam
pembahasan perda adat tersebut,” ujarnya.
Sekali lagi saya
ingatkan kepada DPRD dan Badan Legislasi DPRD Kabupaten SBB untuk harus
melibatkan serta fungsikan INA AMA dan tokoh adat dari setiap negeri untuk sama
sama lakukan pembuatan serta pembahasan perda adat tentang Perda Negeri, Perda
Identifikasi Negeri Adat, maupun Perda Saniri Negeri.
“Untuk itu saya
meminta kawan kawan untuk tetap bersabar jangan di paksakan dan kemudian untuk
DPRD SBB harus penuhi status adat dalam negeri tersebut untuk kewenangan
menetapkan negeri, mana negeri adat atau bukan negeri adat sesuai dengan perda
14 tahun 2005," ajaknya. (KT-MFS)
0 komentar:
Post a Comment