Oleh: Maslan Abidin
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Opini, Kompastimur.com
Berbicara tentang
sebuah Negara tidak bisa lepas dari pada perilaku politik dan masyarakat,
perilaku seorang pimpinan atau para pelaku elit politik seharusnya sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh warga Negara dan bisa menjadi teladan atau
panutan bagi yang dipimpinya. Realitas para politik yang ada pada masa sekarang
merupakan pertarungan kekuasaan elit politik untuk mewujudkan kepentingan
pribadi atau kelompok yang harus dicapai, walaupun keinginan kepentingan
tersebut harus dilakukan dengan cara melupakan prinsip-prinsip nilai etika dan
moralitas dan terkadang menghalalkan segala cara dalam kehidupan berpolitik.
Sehingga pada saat ini
banyak pelaku politik yang melakukan tindakan semena-mena atau penyelewengan
kekuasaan politik yaitu melakukan koropsi, kolusi, nepotisme lebih mendahulukan
emosi dari pada berpikir rasonal, melakukan janji-janji palsu dan sering
melakukan kebohongan publik. Tindakan tersebut jauh dari apa yang diinginkan
masyarakat dalam sebuah Negara yang berasaskan demokrasi dan keadilan. Untuk
membongkar ketidakadilan sosial perlu membuka struktur-struktur kekuasaan yang
monopolistik. Semua golongan sosial harus dapat berpartisipasi dalam kehidupan
sosial politik. Kesediaan untuk menciptakan keadilan sosial mengandaikan
kesediaan para elit yang berkuasa untuk membuka monopolinya atas kekuasaan
secara demokratis.
Pemimpin yang
pancasilais adalah pemimpin yang menggunakan kekuasaan untuk menegakan keadilan atau untuk
menciptakan ketentraman, perdamaian dan kesejahtraan masyaraka, sesuai dengan
prinsip nilai-nilai pancasila, pemimpin
dalam mempertahankan kekuasaan dan berpolitik itu harus menjunjung pada nilai-nilai moralitas berpolitik.
Kekuasaan seharusnya di pandang sebagi wadah untuk memenuhi dan menciptakan
ketentaraman, kesejahtaran dan keadilan kepada seluruh warga msyarakat, bukan
sebaliknya.
Merosotnya etika
politik seringkali disebabkan kebobrokan moralitas para politisi. Meskipun para
politisi kita tahu tentang prinsisp-prinsip akhlak politik yang baik, tetapi mereka
tidak mampu mengimplementasikan dalam kehidupan bernegara. Jadi, politik yang dijalankan oleh politisi
seharusnya sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yaitu untuk mencapai kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur serta cita-cita moral yang luhur.
Harus ada reformasi
cara berfikir para politisi kita sekarang ini, karena,politisi skarang ini
lebih condong kepada nilai-nilai Liberal yaitu kepentingan pribadi atau lebh
kepada induvidual dan kapital, dimana
tidak lagi memperhatikan kepentingan kolektif. Akan tetapi sebaliknya.
kebijakan-kebijakan yang dibuat bukan kepada kepentingan rakyat secara umum,
malah mengsengsarakan rakyat, dan menambah kekayaan kaum pemodal politik,
Negara terkesan seperti Leviathan sebagai mahluk besar dan menakutkan. Untuk
itu seorang pimpinan harus mempunyai legitimasi yang pro kepada rakyat yang
berlandaskan moralitas baik dalam kebijakan hokum maupun politik, sesuai dengan
filsafah bangsa yaitu pancasila.
Tahun 2018 merupakan
tahun politik, Pilkada serentak tahun 2018 akan lebih besar dari pada Pilkada sebelumnya. Sebanyak
171 daerah akan
berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah tahun ini. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten
yang akan menyelenggarakan Pilkada di
2018 ini. Maluku salah
satu daerah yang melangsungkan pesta demokrasi. Untuk itu masyarakat Maluku
sudah seharusnya dewasa dalam menentukan pilihanya, karena pemilih cerdas tidak
bingung setelah ada pilihan, itu berarti masyarakat sudah seharusnya melek
politi, agar nanti pilihanya merupakan pemimpin yang relijius, cerdas,
inisiatif, bertanggung jawab, dapat di percaya, jujur, rela berkorban, dicintai
dan mencintai masyarakatnya, pemimpin yang baik dia mampu membawa misinya
kearah yang baik dan tetap teguh merangkul semaua anggota masyarakat.dan
mengutamakan prinsip nilai-nilai pancasila. (KT-Rls)
0 komentar:
Post a Comment