Peraih Penghargaan Internasional di Bidang
Hak Asasi Manusia (HAM) "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari
Canada Yan Cristian Warinussy memperingatkan Pemerintah Indonesia di bawah
kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak "mempolitisasi"
situasi jelang 1 Desember 2017 untuk melakukan tindakan dan atau perbuatan yang
diduga keras merupakan upaya melanggar hak asasi dan atau hak-hak asar Orang
Asli Papua (OAP) di atas Tanah air sendiri.
"Hal ini saya maksudkan agar tidak boleh
ada upaya rekayasa situasi dengan adanya "pengibaran" dan atau
"pembentangan" Bendera Bintang Fajar (the Morning Star flag) atau
Bintang Kejora di seluruh Tanah Papua, termasuk di dan sekitar Manokwari
sebagai ibukota Provinsi Papua Barat," ujar Warinussy kepada Kompastimur.com, Kamis (30/11).
Lanjut kata Warinussy, adapun pilihan
jalan damai di dalam memperjuangkan aspirasi politik dan perbedaan pandangan
mengenai sejarah integrasi Papua tahun 1963 jelas-jelas sudah terjadi dan
menjadi fakta sepanjang kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir ini (2015-2017).
Dimana Orang Asli Papua (OAP), ujar Direktur
LP3BH Manokwari, sesuai amanat pasal 3 dari Deklarasi Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) mengenai masyarakat adat dan bangsa pribumi, telah mengambil
langkah damai melalui jalur diplomasi untuk mengangkat dan membuka persoalan
dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan tuntutan hak penentuan nasib sendiri
(the rights to self determination) ke dunia internasional.
"Baik di kawasan regional Pasifik
sendiri dan telah meluas ke kawasan Afrika dan Karibia bahkan telah masuk dan
dibahas serta disoroti dalam forum sidang Dewan HAM PBB di Jenewa-Swiss maupun
di depan sidang Majelis Umum PBB di kantor pusatnya New York-Amerika Serikat,"
ujar Yan Warinussy Direktur LP3BH Manokwari.
Dikatakan, dengan demikian maka sepanjang
pilihan jalan damai dilakukan oleh berbagai komponen rakyat Papua di atas tanah
airnya sendiri Papua untuk memperingati 1 Desember melalui ibadah-ibadah
syukur, maka sesungguhnya hal tersebut sama sekali tidak bisa secara menyeluruh
dan pukul rata dilihat sebagai upaya melawan hukum ataupun kekuasaan negara
Indonesia.
"Melainkan justru merupakan
manifestasi riil dari kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi dan
kebebasan berserikat dan berkumpul yang jelas-jelas dijamin secara hukum dalam
pasal 28 dari Undang Undang Dasar 1945," katanya.
Sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah
Papua, dirinya mendorong para kaum akademisi di perguruan tinggi negeri dan
swasta di Tanah Papua untuk ikut mendorong dilakukannya seminar dan diskusi
ilmiah guna membahas dan mengkaji hak menentukan nasib sendiri sebagai sebuah
bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam hukum nasional dan
internasional.
0 komentar:
Post a Comment