Namrole, Kompastimur.com
Jajaran Polres Buru telah menerima laporan
tentang adanya dugaan praktek pungli yang dilakoni oleh Kepala SMK Negeri Simi,
Desa Simi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Usman Ali Iksan.
Kasus tersebut telah dilaporkan oleh tiga
orang pemuda Desa Simi, yakni Husen Arafat Tuara, Abu Tukmuly dan Abdurahman
Tewawo sejak 14 November 2017 lalu dan diterima langsung oleh Wakapolres Buru
Kompol Irvan Resa di Mapolres Buru.
Terkait laporan tersebut, jajaran Reskrim
Polres Buru yang dikomandani oleh AKP M Ryan
Citra selaku Kasat kepada Kompastimur.com, Rabu (22/11) mengaku telah melayangkan surat
kepada ketiga pelapor untuk dimintai keterangan terkait dengan laporan mereka
tersebut.
Dimana, pihaknya
berencana untuk meminta keterangan dari para pelapor, Senin (20/11) lalu sesuai
surat yang disampaikan kepada mereka, tetapi sayangnya surat yang dikirimkan
baru diterima oleh para pelapor pada hari Selasa (21/11).
“Jadi itu (kasus-red) sudah
masuk ke kita, masuk ke Reskrim, unit Tipikor. Kemudian kita mau klarifikasi
kemarin,kita sudah kirimkan surat kepada pelapor untuk memberikan keterangannya
hari Senin, tetapi suratnya baru sampe hari Selasa di Simi,” kata Kasat.
Karena keterlambatan
surat tersebut sampai ke Simi, maka para pelapor pun belum memenuhi surat untuk
datang ke Mapolres Buru guna memberikan keterangan.
“Jadi agak mundur
waktunya. Jadi kita masih menunggu pelapor pemuda dari Simi itu, yakni Abu Tukmuly
dan Abdurahman Tewawo. Kita mau minta keterangan dari mereka,” terangnya.
Olehnya itu, dirinya
berharap para pelapor bisa secepatnya memenuhi surat panggilan tersebut
sehingga bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait dengan laporan yang
mereka sampaikan.
“Mudah-mudahan mereka
bisa datang dalam minggu ini, hari ini atau besok, kita tunggulah,” harapnya.
Sebelumnya diberitakan,
pungutan uang Magang Siswa SMK Desa Simi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru
Selatan (Bursel) sejak 2013 – 2017 diam – diam dikeluhkan
sejumlah orang tua siswa karena di anggap terlalu memberatkan alias mencekik.
“Biaya Magang puluhan
Siswa SMK Desa Simi sejak Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2016 berkisar Rp
1.200,000/siswa. Pada Tahun 2017 ini baru turun Rp. 800.000/Siswa. Jika
dikalkulasikan dana yang terkumpul cukup fantastis setiap tahun dari
puluhan siswa SMK untuk biaya magang,” ungkap salah satu Warga Desa Simi,
Abdurahman Tewawo kepada wartawan di Namrole, Kamis (2/11).
Dirinya mengatakan,
selain nominalnya sudah besar, pihak sekolah pun hanya member waktu yang
terbatas. Dimana, hal ini sungguh sangat memberatkan para orang tua siswa
yang anaknya lebih dari satu orang. Apalagi, rata-rata orang tua siswa di Desa
Simi mata pencariannya hanya selaku nelayan dan petani.
Bahkan, yang lebih
parahnya lagi, kalaupun orang tua mengeluh terkait pembayaran uang ini,
pasti ada tekanan dari pihak sekolah terkait kelulusan anaknya, sehingga
orang tua murid hanya bisa diam saja.
Padahal, lanjutnya, apa
yang dilakukan oleh pihak SMK Desa Simi ini merupakan praktek dugaan punglin
yang tak dibenarkan.
“Kepala Sekolah SMK
Simi, Usman Ali Iksan dan Dewan guru hanya menjelaskan, anggaran tersebut
dipakai untuk pembayaran uang tranportasi pulang pergi dan biaya adimistrasi
lainnya, uang kesehatan, baju dan biaya setor uang magang pada Dinas
Badan,” ungkap Abdurahman.
Abdurahman
mengungkapkan setelah pihaknya mengeck langsung ke Dinas Pendidikan Kabupaten
Bursel, ternyata tidak ada penyetoran uang magang dari SMK Desa Simi ke Dinas
tersebut sejak Tahun 2013 hingga 2017 ini.
Selain itu, fakta di
lain yang terjadi, pasca para siswa membayar uang magang ke pihak sekolah,
ternyata Kepala Sekolah dan Dewan Guru hanya menyediakan baju bekas siswa
magang yang sudah lulus untuk dipakai oleh Siswa magang saat ini, kemudian
nanti akan ditarik kembali oleh pihak sekolah untuk dipakai siswa
selanjutnya pasca para siswa yang sekarang melakukan proses magang usai magang.
Tak hanya itu, setiap
siswa SMK yang datang magang ke Dinas selama satu bulan ternyata untuk masalah
tempat tinggal maupun kesehatannya tidak terurus. Dimana, mereka harus mencari
tempat tinggal sendiri di keluarga mereka.
“Kami Masyarakat tahu
betul ada berbagai bantuan pemerintah yakni bantuan Dana Operasional Sekolah
(BOS) sehingga pihak sekolah jangan terlalu membebani masyarakat terkait biaya
pendidikan,” paparnya.
Sebab, sesuai
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 telah menegaskan, bahwa Komite Sekolah, baik
perseorangan maupun kolektif dilarang keras melakukan pungutan dari peserta
didik atau orang tua wali yang terkesan memberatkan.
“Jangan sampai pungutan
ini mengarah kepada indikasi pungutan liar oleh pihak sekolah demi kepentingan
pribadi,” cetusnya.(KT-01)
0 komentar:
Post a Comment