Sesuai dengan aturan yang ada dan sudah diatur dalam
Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Izin Lokasi, ini wajib di
kantongi setiap pelaku pekerjaan atau pengolahan lahan diatas 25 hektare.
Dalam
hal ini PT AHR (Akasindo Hutani Rakyat) yang melakukan pengolahan lahan atau
Tanah Ulayat di Kenegerian Simandolak telah melanggar aturan yang berlaku.
PT AHR yang selama ini mengolah lahan tersebut sampai
hari ini tidak mengantongi izin apapun jua, dan dengan berani melakukan suatu
pekerjaan tanpa ada izin sehingga jelas melawan hukum dan aturan yang ada.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Kepala Bidang
(Kabid) Pertanahan di Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan
(Diperkim) Kuansing Suhasman, yang dikonfirmasi pada Rabu (18/10/2017) yang
lalu terkait perizinan PT AHR tersebut. Dimana Suhasman menjelaskan, sejauh ini
pihak perusahaan tidak pernah mengantongi izin Lingkungan dari instansi tempat
nya bekerja tersebut.
"Suatu keharusan bagi setiap perusahaan yang
melakukan pekerjaan atau pengolahan lahan untuk mengantongi izin lingkungan
terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatannya. Sebab, suatu lahan itu
tekstur tanah nya tidak akan sama kadar kandungannya. Dan izin ini akan ada
setelah dilakukan uji labor atau penelitian dari Bidang Pertanahan, dari situ
baru lah keluar hasil nya, golongan tanah nya apa dan bisa di tanam apa dan
sebagainya itu nantinya," ungkap Suhasman.
"Dan dalam hal untuk bisa mendapatkan izin
lingkungan ini, dengan sudah dilakukan pengkajian dari Bidang Pertanahan
terlebih dulu, nanti akan di proses untuk status alih fungsi lahan tersebut,
sebab status lahan yang di kerjakan PT AHR itu masih dalam status Lahan
Persawahan, bukan Lahan Perkebunan, dan ini wajib bagi pelaksana sebelum
melakukan aktivitasnya di suatu lahan tersebut," tegas Kabid Pertanahan.
Seraya menambahkan, "Kegiatan mereka itu ilegal," cetusnya.
Sebelumnya, Kapala Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Kuansing Jafrinaldi MIP beberapa waktu lalu juga membenarkan seyogia nya PT AHR
yang merupakan anak perusahaan dari PT RAPP itu tidak mengantongi izin apapun
sebelum beroperasi di lahan tanah ulayat di Kenegerian Simandolak tersebut.
Dimana dikatakan dengan tegas Jafrinaldi, "Mereka
tidak mengantongi izin, dan Dinas Lingkungan Hidup tidak pernah memproses
perizinan apapun," tegasnya.
Dari pernyataan kedua instansi tersebut, sudah
dipastikan bahwa PT AHR ini tidak pernah mengantongi perizinan apapun dalam
melaksanakan kegiatannya tersebut.
Sementara disisi lain, salah seorang warga masyarakat
di Kenegerian Simandolak, sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu
mengatakan, bahwa pada awalnya memang ada perjanjian atau MoU antara pihak
perusahaan atau PT AHR dengan para Penghulu dan para Kades dalam hal pembukaan
lahan saja. "Untuk perjanjian pengolahan lahan ditanami seperti sekarang
ini tidak pernah ada perjanjian antara kami dengan mereka," terang sumber
yang tak disebutkan namanya itu.
"Saat ini kami merasa dirugikan oleh pihak
perusahaan tersebut, karena apa yang mereka lakukan saat ini tidak sesuai
dengan perjanjian semula," tambahnya.
Menanggapi hal itu, Azizul Bahra SE yang juga
merupakan Pengurus sekaligus sebagai Jubir LAMR Kuansing, dengan kurang
tanggapnya Pemerintah Daerah melalui instansi terkait dalam merespons dan
menanggapi hal tersebut, Azizul Bahra berharap kepada Tim Pansus Lahan DPRD
Kuansing untuk segera turun langsung ke lokasi menyelesaikan hal ini.
"Jika dilalaikan, ini akan mengacu kepada rawan
nya konflik yang akan terjadi nantinya, untuk itu kita berharap kepada Tim
Pansus Lahan DPRD Kuansing untuk segera ada tanggapan untuk menyelesaikan hal ini,
sebelum timbulnya konflik," ungkap Pemuda simpang mangga, juga merupakan
putra asli Simandolak.
Dari sejumlah informasi yang dikumpulkan di lapangan,
ternyata selama ini pihak PT AHR tidak pernah melakukan sosialisasi dengan
masyarakat tentang pengolahan Tanah Ulayat di Kenegerian Simandolak.
"Ini sangat di sayangkan karena masyarakat baru
tahu setelah ada berita bahwa pihak perusahaan telah melakukan MoU atau membuat
perjanjian pengolahan lahan dengan para kepala Desa dan Penghulu tanpa ada
sosialisasi, riwayat tanah ulayat kenegerian simandolak ini sangat rawan
konflik selalu terjadi perang antar Kenegerian setiap tahun,"
"Kita berharap pihak perusahaan jangan memancing
lagi keributan ini, pihak perusahaan harus tertib melakukan prosedur pengolahan
lahan ini. Jangan hanya mementingkan keuntungan saja tapi harus pikirkan aspek
sosial di masyarakat Kenegerian Simandolak. Kalau sempat terjadi keributan
karena persoalan ini dan ada salah satu masyarakat tersandung hukum, maka PT
AHR harus bertanggung jawab penuh," tegas Azizul Bahra SE. (KT-rls)
0 komentar:
Post a Comment