Jakarta,
Kompastimur.com
Penganiayaan dan penyiksaan yang disinyalir terjadi
dilingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang telah viral dan menjadi
"trending topic" ditengah-tengah masyarakat beberapa hari belakangan
ini merupakan tindakan kekerasan dan
kejahatan terhadap anak yang tidak dapat diterima akal sehat manusia.
Kekerasan yang terjadi lingkungan sekolah dan diduga dilakukan oleh guru sebagai
pendidik ini dapat diancam kurungan penjara dan dapat ditambahkan dengan
pemberatan
Hukuman dan sungguh-sungguh tidak dapat dibenarkan oleh
alasan apapun.
Merujuk Konvensi International Hak Anak (KHA), lingkungan sekolah setiap
negara yang telah meratifikasi dan terikat
dengan Konvensi PBB ini wajib menjadikan lingkungan sekolah
dimasing-masing negara bebas dari kekerasan yang dilakukan sesama peserta
didik, guru baik guru reguler dan non-reguler, pengelolah sekolah maupun
penjaga sekolah, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi
Nadional Perlindungan Anak kepada media, usai menjadi narasumber Focus Group
Discussion (FGD) Menangkal Perundungan, Persekusi terhadap anak dan hoax yang diselenggarakan
Polres Jakarta Timur, Senin (06/11) di
Jakarta.
Arist menambahkan, dimanapun, dinegara mana jua penganiayaan
dan penyiksaan dan kekerasan ini
terjadi, berdasar ketentuan Konvensi PBB
Tahun1989 tentang Hak Anak, tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh
guru terhadap muridnya merupakan
tindakan pidana yang patut diganjar
dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Atas berita ini, demi kepentingan terbaik anak ( do the best
interest of the child) dimanapun, dinegata mana jua dan berlaku secara
universal pula, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen
dan sebagai mekanisme perlindungan anak di Indonesia mengecam dan mengutuk
secara keras terhadap tindakan brutal yang diduga dilakukan sang guru yang
seyogianya menjadi panutan untuk menjaga dan melindungi peserta didiknya fari
segala bentuk kekerasan. Sebab, setiap negara yang telah meratifikasi KHA wajib
dan terikat secara politis dan juridis untuk mengimplementasikan semua isi dari
ketentuan instrumen international ini, dengan kata kain setiap negara wajib
untuk memastikan perlindungan anak.
Oleh sebab itu, guna memastikan kebenaran berita ini dan untuk tidak menebar
kebohongan atau hoax dan atau kebencian,
Komisi Nasional Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut Komnas Anak
menerjunkan Quick Investigator Voluntary dengan melibatkan media dan pegiat
perlindungan anak ke Pangkalpinang dan
Bangka Belitung.
Disamping itu, Komnas Perlindungan Anak juga mendorong polres
Pangkalpinang, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kota Pangkalpinang
bersama para pegiat perlindungan anak di Bangka Belitung untuk segera
melakukan investigasi guna menemukan kebenaran atas kasus kekerasan ini dan
segera mengunumkan temuannya kepada khalayak ramai. Sekali lagi, atas berita
dugaan kekerasan yang telah menyita perhatian dan memunculkan keprihatinan
ditengah-tengah masyarakat.
Komnas Perlindungan anak tidak memberikan ruang
sedikitpun lingkungan sekolah di masa depan menjadi ajang kekerasan. Apapun
kesalahan dan kekurangan anak sebagai peserta didik, guru dan atauvsiaoapun
tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk melakukan kekerasan secara membabi
buta. Jika ada anak yang tidak beretika saat berhadapan dengan gurunya, harus
diakui sebagai prilaku tersebut merupakan kegagalan guru menanamkan nilai-nilai
kebaikan dan etika terhadap peserta
didiknya termasuk juga orangtua lingkungan rumah anak.
Kasus kekerasan yan
viral ini tidak boleh terulang dimanapun, dan di negara mana jua. Berita ini
harus menjadi momen dan kesempatan untuk mengoreksi dunia pendidikan. Ini
menjadi tantangan sendiri bagi Menteri Pendidikan kita, demikian ditambahkan
Arist. (KT-RLs)
0 komentar:
Post a Comment