Kejahatan seksual terhadap anak di Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat terulang dan terulang lagi. Kali ini diderita oleh seorang
anak Kelas 3 SD Negeri di Kota Sorong.
Anak warga TG Kota Sorong ini menjadi
korban kejahatan seksual yang diduga dilakukan B (36) tetangga korban sendiri,
Selasa (28/11).
Pelaku saat ini telah diamankan di Polsek
Sorong Barat setelah sebelumnya pelaku mencoba melarikan diri, namun akhirnya
ditangkap warga masyarakat dan diserahkan kepada Polisi untuk dimintai
pertanggungjawaban hukum.
Atas perbuatan pelaku, Kapolsek Sorong
Barat, AKP Junaidi Wekken menyampaikan kepada media di Kota Sorong akan
menjerat pelaku dan menerapkan pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak dengan acaman kurungan penjara minimal 5 tahun dan maksimal
25 tahun.
Kejahatan seksual yang diderita Melati
kali ini mengingatkan warga Kota Sorong kembali atas peristiwa memilukan yang
pernah terjadi yang dirasakan oleh seorang anak K (7). Korban dipaksa hak
hidupnya hilang setelah mengalami kejahatan seksual yang amat sadis.
Untuk menghilangkan jejak, pelaku
bersama-sama dengan pelaku lainnya
membenamkankan tubuh korban ke lumpur hutan bakau di ujung landasan
Bandara Sorong.
Atas perbuatannya ini kedua orang
pelaku oleh Pengadilan Negeri Sorong
beberapa bulan lalu dihukum pidana
seumur hidup dengan menggunakan UU RI Nomor 17 Tahun tahun 2016 tentang
penerapan PERPU Nomor. 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor 23
Tahun 2016 tentang perlindungan anak .
“Atas kejahatan seksual ini sesungguhnya
aparatus penegak hukum khususnya pihak penyidik Polri di Kota Sorong sudah bisa
menerapkan pasal yang sama bagi pelaku B yakni penerapan UU RI Nomor 17 Tahun
2017,” kata Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait saat
diminta media di Kota Sorong untuk memberikan tanggapan atas peristiwa
memiluhkan ini.
Arist dengan nada tinggi mengingatkan dan
mengajak warga masyarakat Kota Sorong
untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap datangnya ancaman kejahatan
seksual terhadap anak yang justru dilakukan oleh orang terdekat anak baik di
rumah, di lingkungan sekolah, ruang publik, dan tempa-tempat bermain anak.
Lalu pertanyaan bagi warga Sorong dan
Papua, dengan maraknya kejadian dan
peristiwa kejahatan seksual yang memiluhkan dan berulang-ulang terjadi ini, apa
sesungguhnya yang terjadi di Kota Sorong? Apa yang salah sehingga anak selalu
menjadi korban kebiadaban seksual orang
terdekat anak. Mengapa warga warga madyarakat Sorong tak mampu menghentikan dan
melawan para predator anak?
Oleh sebab itu, demi kepentingan dan
keselamatan anak di Kota Sorong dan merujuk
berbagai peristiwa kejahatan seksual terhadap anak yang pernah terjadi sepanjang tahun 2017 di Kota
Sorong ini, sudah selayaknyalah orangtua, keluarga, masyatakat, tokoh agama, tokoh adat, aparatus
pemerintah dan aparatur penegak hukum, legislator dan pemangku kepentingan anak
di Kota Sorong dan terlebih di tanah
Papua secara umum untuk segera melawan
dan mengakhiri kejahatan seksual terhadap anak.
”Anak-anak di Kota Sorong dan di Papua
secara menyeluruh harus diselamatkan dan dilindungi dari kejahatan moralitas
ini,” tegasnya.
Lanjutnya, tidak ada kata damai dengan
bungkus adat dan budaya untuk menyelesaikan kasus-kasus kejahatan seksual.
Tidak ada kata kompromi, sebab kejahatan seksual khususnya terhadap anak sudah
ditetapkan oleh pemerintah dan hukum merupakan kejahatan luar biasa setara
dengan tindak pidana korupsi, narkoba dan teroris yang dapat dihukum seumur
hidup dan hukuman mati dan harus diselesaikan dengan cara-cara luar biasa pula,
peran penegak hukum dan tokoh adat dan masyarakat sangat dibutuhkan perannya
dan pemerintah tidak boleh tinggal diam.
“Pemerintah kota harus hadir untuk
memetangi segala bentuk kejahatan terhadap anak,” pungkasnya.(KT-rls)
0 komentar:
Post a Comment