Jakarta, Kompastimur.com
Guna memperbaiki
pengelolaan dan memajukan sektor pariwisata bahari secara berkelanjutan di
kawasan konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil (KP3K) di
Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKPRI) bekerja
sama dengan Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA).
Margareth A.
Cargil Philanthropies, dan Coral Triangle Center (CTC) menyusun dua Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang akan diresmikan pada 31
Oktober 2017.
"Salah satu
SKKNI diperuntukan bagi 14 fungsi pariwisata, sementara SKKNI lainnya untuk 3
fungsi penjangkauan. SKKNI akan menjamin pemenuhan kebutuhan sumber daya
manusia yang mumpuni dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia secara
lebih baik dan berkelanjutan."
Wisata alam
merupakan salah satu bentuk pemanfaatan yang umum dilakukan di dalam kawasan
KP3K di Indonesia dan dunia. Pada tahun 2016, Indonesia sudah memiliki 17,98
juta hektare kawasan konservasi laut di 165 lokasi, dan ditargetkan mencapai 20
juta hektare pada tahun 2020. Kendati demikian, terdapat kebutuhan tenaga kerja
yang berkompeten dalam mengelola kegiatan wisata untuk meminimalkan dampak
buruk, mempertahankan kualitas sumber daya alam, serta mempertahankan
keberlangsungan fungsi-fungsi kawasan konservasi bagi lingkungan dan masyarakat
yang tinggal di sekitarnya.
“SKKNI menjadi
standar pengetahuan, keahlian dan sikap bagi beragam okupasi. Kedua SKKNI
mewajibkan para pelaku pariwisata dan upaya penjangkauan untuk saling
menyesuaikan strategi serta kerap meninjau kembali kegiatan pariwisata bahari.
Lebih dari itu, keterlibatan warga setempat amat penting untuk mendukung
pariwisata dan kelestarian alam yang berkelanjutan,” ujar Hesti Widodo selaku
Training and Learning Network Manager CTC dan Project Leader CTC untuk Proyek
USAID SEA.
SKKNI di bidang
penjangkauan akan digunakan para professional, semisal penyuluh untuk melakukan
kerja penyadartahuan dan sosialisasi pariwisata bahari yang berkelanjutan
kepada masyarakat dan wisatawan. Oleh karena itu, SKKNI pariwisata bahari dan
penjangkauan akan saling mendukung satu sama lain.
Perumusan dua
dokumen SKKNI ini telah dilakukan sejak akhir 2016 dan melewati serangkaian
pengujian dan penilaian yang melibatkan berbagai pakar, tim profesional bidang
pariwisata, serta institusi dan pemangku kepentingan terkait. Seluruh proses
tersebut telah sampai ke tahap akhir melalui peresmian dokumen dan konvensi
yang diikuti oleh 60 peserta, termasuk pemerintah dan pelaku industri dan pakar
pariwisata, di Jakarta mulai 30 Oktober hingga 1 November 2017.
Tindak lanjut
dari kegiatan ini adalah penetapan SKKNI oleh Kementerian Ketenagakerjaan yang
diikuti oleh perumusan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) untuk
masing-masing SKKNI.
“Dokumen SKKNI
adalah sebuah langkah penting untuk meningkatkan efektivitas menyeluruh dari
kawasan perlindungan laut di Indonesia dan pariwisata bahari melalui perbaikan
kemampuan tenaga kerja. Indonesia, sebagai negara tropis dengan garis pantai
terpanjang di dunia, perlu mengelola dan melindungi sumber daya ini karena
menjadi sandaran hidup bagi jutaan warganya, sehingga proses SKKNI adalah
langkah besar untuk maju,” ujar Alan White, Chief of Party Proyek USAID SEA.
SKKNI dan KKNI
akan menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum, silabus, dan modul-modul
pelatihan yang berbasis kompetensi bagi institusi pendidikan dan lembaga
pengujian di bidang pengembangan pariwisata bahari dan penjangkauan publik.
Bagi dunia usaha, kedua dokumen ini akan mendukung proses perekrutan, penilaian
kinerja, penyusunan uraian tugas dan pelatihan spesifik bagi tenaga kerja.
Utamanya bagi para pekerja, SKKNI akan membuka peluang mendapatkan sertifikat
kompetensi sebagai pengakuan resmi dari pemerintah terhadap pengetahuan dan
keahlian tertentu guna pengembangan jenjang karir.
“Dokumen SKKNI
dan KKNI akan menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan terkait dalam
meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati
di kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil,” pungkas Muhamad
Saefudin, anggota tim penyusun SKKNI dan KKNI dari Direktorat Konservasi dan
Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sekilas tentang
Proyek USAID SEA:
Proyek
Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) yang didanai oleh USAID adalah proyek
lima tahun (2016-2021) yang mendukung Pemerintah Indonesia dalam menguatkan
tata kelola sumber daya perikanan dan kelautan, serta konservasi keanekaragaman
hayati. Proyek yang diimplementasikan oleh Tetra Tech dan konsorsium mitra ini
bekerja pada tingkat nasional, provinsi, serta lokal di Papua Barat, Maluku,
dan Maluku Utara yang termasuk di dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715
Indonesia.
Dengan
menggunakan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem dan melibatkan pemangku
kepentingan utama, Proyek USAID SEA bertujuan untuk (I) menguatkan pengelolaan
perikanan dan kawasan perlindungan laut guna meningkatkan produktivitas
perikanan, konservasi, dan pemanfaatan berkelanjutan; dan (2) memperkuat
kapasitas kepemimpinan dari pemerintah lokal dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP).
Sekilas tentang
CTC:
Coral Triangle
Center (CTC) adalah yayasan yang berbasis di Bali dengan cakupan regional dan
pengaruh global. CTC memberikan pelatihan mengenai kawasan konservasi perairan
dan perikanan berkelanjutan, dan memastikan bahwa kawasan perlindungan laut
yang berada di dalam Segitiga Karang (Coral Triangle) dikelola secara efektif,
serta mendukung kegiatan lapangan melalui situs-situs pembelajaran di Nusa
Penida dan Kepulauan Banda.
CTC
memfasilitasi jaringan pembelajaran regional dari para pemimpin perempuan,
pimpinan pemerintah daerah, dan praktisi kawasan perlindungan laut. Sebagai
pusat pelatihan bersertifikat dari Pemerintah Indonesia dan mitra resmi dari
Coral Triangle Initiative dalam bidang terumbu karang, perikanan, dan ketahanan
pangan (CTI-CFF), CTC bekerja dengan masyarakat, pelaku usaha, pemerintah dan
mitra lain untuk membentuk solusi yang langgeng guna melindungi ekosistem
terumbu karang dan menjamin penghidupan yang berkelanjutan, serta ketahanan
pangan. (KT-ARA)
0 komentar:
Post a Comment