Sebuah Catatan Kecil menyongsong Hari
Pahlawan 10 November 2017.
Maluku, Kompastimur.com
Arus Zaman
memang berhelat pesat, perubahan menjadi konsekuensi yang tiada bisa
dipungkiri. Dalam dialektika sosial pun terjadi perubahan, sehingga ada banyak
hal yang dulunya digandrungi, namun kini seolah di jauhi bahkan di tinggalkan.
Padahal, belum tentu buruk pengaruhnya.
Satu diantaranya
ialah Panggilan "BUNG", yang dulunya sangat populer di pakai oleh
bangsa Indonesia di era kebangkitan Nasional Hingga era revolusi Fisik, sebagai
panggilan Nasional dalam pergaulan di kalangan Pemuda, pejuang dan elite
Nasional kala itu. Sebab, dengan memanggil seseorang dengan panggilan
"BUNG" ada nuansa persaudaraan & kesetaraan disana (Equalite
& Fraternite). sejarah pun kemudian dengan cermat mencatat sederet Tokoh
Nasional yang Tenar sekaligus Abadi sepanjang masa dengan sematan "BUNG"
di awal Namanya. Sebutlah misalnya Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Bung
Syahrir atau sering dijuluki "Bung Kecil" karena posturnya memang
mungil.
George McTurnan
Kahin dalam Nasionalisme dan Revolusi Indonesia , menjelaskan bahwa kata “BUNG”
yang dapat dimaknai pula sebagai “saudara”, serta dapat pula disejajarkan
dengan kata Citizen /“warganegara” yang tenar sewaktu Prancis ada dalam gelora
Revolusinya tahun 1789. ataupun Panggilan “kamerad” atau "Teman
Seperjuangan" yang membumi Tatkala Wladimir Ilich Ulyanov / Lenin menggelorakan
Revolusi Rusia Tahun 1917. Gagasan yang mungkin dikandung kata “Bung” adalah
sebuah sintesis dari istilah “saudara serevolusi”, “saudara nasionalis
Indonesia”, dan “saudara serepublik”. “Tua-muda, kaya-miskin, presiden ataupun
petani boleh saja dan memang biasanya– saling memanggil dengan menggunakan
kata ‘bung’,” tulis Kahin.
Semasa Hidupnya,
Mendiang Jordan Huwae (om Odang) Seniman Maluku Kesayangan Bung Karno -
(pemahat Replika Perang Waisisil Di Tugu Monas), di Tahun 2009 Pernah
Mengisahkan kepada Saya dalam sebuah perjumpaan empat mata di Warung Kopi
beratap daun Rumbia "Sariwangi- belakang kantor Gubernur Maluku" yang
kini tinggal kenangan karena dilahap api, Bahwa Sapaan atau Panggilan Bung yang
di sematkan kepada Bung Karno adalah pemberian Orang Maluku kepada Soekarno
muda sewaktu ia sekolah di Surabaya. menurutnya "BUNG " itu
penghormatan sekaligus menandakan bahwa Bung Karno itu sahabat Orang Maluku.
Sampai saat ini,
Saya sama sekali tidak meragukan apa yang dikatakan oleh "Juru Kunci"
Rumah Pahlawan Nasional Johannes Leimena di Negeri Ema ini, Sebab darah seni
yang ia miliki, membuatnya punya kedekatan tersendiri dengan Bung karno dan
keluarganya. semenjak mendengar testimoni Om Odang itu, Akun Facebook milikku
langsung ditambahai Embel-embel Historis "BUNG" dan tetap abadi
Hingga kini dengan Nama "Bung Hesky Lesnussa".
Memang, Dalam
kurun 1940-an hingga 1950-an, ciri kebudayaan Ambon itu amat populer dalam rasa
kebudayaan kaum nasional Indonesia sehingga Kalau ada kor atau orkes musik yang
dikirim keliling ke luar negeri, sering-sering lagu-lagu Ambon yang
dibawakannya. Kalau di istana ada tari pergaulan, maka yang ditari itu biasanya
Tari Lenso.
Merujuk kepada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “Bung” merupakaan sapaan akrab bagi
kaum laki-laki yang lebih tua, seperti sapaan “Abang” yang sampai saat ini
masih digunakan secara luas. Sapaan ini umumnya digunakan untuk memanggil kakak
laki-laki tertua dalam suatu keluarga.
Secara
bijaksana, Mari Kita tinggalkan perdebatan tentang Asal-muasal Panggilan dan
atau sapaan "BUNG" ini, sebab pada gilirannya Perdebatan semacam ini
Akan selalu bermuara kepada ego primordialisme tentang siapa yang punya
"BUNG" . hal itu justru akan semakin meredupkan pancaran Sinar
Persaudaraan & kesetaraan yang universal milik "BUNG" itu
sendiri.
setelah revolusi
selesai, sapaan “BUNG” perlahan memudar. Apalagi sejak Orde Baru berkuasa dan
Desukarnoisasi Gencar dilakukan, maka panggilan atau Sapaan "BUNG" mulai
lekang tergilas masa dan selera politik penguasa.
inilah sebab
utama yang kemudian membuat Jurnalis sekaligus penulis Senior Mochtar Lubis,
(pendiri koran Indonesia Raya) menyatakan keprihatinannya lewat pidato
kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977
“‘Saudara’ atau
‘bung’, kata-kata menyapa yang begitu populer dan penuh kebanggaan dalam
perjuangan kebangsaan hingga revolusi kemerdekaan, dianggap tak cukup hormat
lagi untuk menyapa penguasa-penguasa kita sejak belasan tahun terakhir ini.”
“Menegur atasan dengan ‘bung’ tiba-tiba kini kurang sopan. Harus memakai bapak,
meskipun sang atasan baru berumur dua puluhan tahun, dan bawahan sudah berumur
60 tahun. [Sehingga] atasan bersikap ideological , patronizing, dan
authoritarian ke bawah,” Lubis berorasi.
Selanjutnya,
"BUNG" masih tetap laris manis dipakai dalam ruang pergaulan kalangan
Organisasi kepemudaan Seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) , dan
senantiasa di jaga oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) sebagai
kaum " Pejuang-pemikir, Pemikir - pejuang" sebagaimana digariskan
oleh Bung Karno.
Di era itu ,
Tokoh-Tokoh KNPI dan GMNI selalu di panggil dengan Sapaan Bung, misalnya Bung
Akbar Tanjung, Bung Fredy Latumahina, Bung Leo Tomasoa (KNPI). turunannya
(KNPI) di Maluku, kita pun sering mendengar Sapaan "BUNG" Bagi para
Tokoh KNPI Maluku era Orde Baru, seperti Bung Thos Lailossa (Alm), Bung Zeth
/Ety Sahuburua, Bung Richard Louhenapessy. kalau di GMNI , menyapa sesama kader
dengan sapaan Bung senantiasa terpelihara sampai kini. menjadi sebuah Tradisi
Organisasi.
Sewaktu
reformasi 1998 bergulir, Golkar yang notabenenya merupakan perlambangan politik
rezim Orde baru yang ditumbangkan sontak saja menjadi common enemy lewat
gencarnya tuntutan agar dibubarkan. agar tetap survive di tengah turbelensi
politik nasional masa transisi,maka mereka segera berbenah dan berdaptasi
dengan kondisi. dibawah kepemimpinan Akbar Tandjung sebagai ketua Umum maka
Golkar pertama kali dalam sejarah secara resmi bermetamorfosa menjadi sebuah
Partai Politik, tak hanya itu Partai Golkar kemudian Tampil elegan dengan
konsep "Paradigma Baru Partai Golkar" sebagai jawaban atas tuntutan
Reformasi 1998.
menghadapi
pemilu 2004, Partai Golkar membuat semua pasang mata melihat kembali kata
"BUNG" mengambil peran sejarah diatas panggung politik
nasional,karena Partai Golkar mengabadikannya sebagai Jargon kampanye nasional
pemilu 2004 dengan kalimat "Mari BUNG Rebut Kembali !!!", berasal
dari syair penghabisan lagu nasional yang enerjik dan bersemangat Halo-Halo Bandung.
Mari BUNG Rebut Kembali adalah Seruan politik yang Mujarab karena Memulihkan
kepercayaan Rakyat kepada Golkar sebagai Partai Politik. keampuhannya sanggup
membawa Partai Golkar meraih kursi terbanyak diparlemen. Sekali
lagi,"BUNG" masih bertuah meski lama melintas masa.
sebab tuah magis
"BUNG" terdahulu di tahun 1945 terjadi ketika poster
bersejarah"BOENG,AJO BOENG"- BUNG AYO BUNG (Kalimat pemberian dari
Chairil Anwar) menggerakan seluruh tumpah darah Indonesia mempertahankan
kemerdekaan. sketsanya dibuat oleh pelukis S.Soedjojono dengan model poster
anak didiknya sendiri yakni pelukis Dullah yang digambarkan dengan heroik
tengah berteriak membahana, kepalan tangan kirinya meninju angkasa, sementara
tangan kanannya menggenggam erat bendera dwi warna Merah-Putih. poster
bersejarah "Boeng, Ajo Boeng" ini ampuh menggelorakan semangat
Nasionalisme,Heroisme serta Patriotisme anak bangsa untuk mempertahankan
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang baru seumur jagung.
sekarang, kalau
kita perhatikan Sapaan atau Panggilan ataupun pencantuman "BUNG" di
awal nama seorang Laki-laki mulai digandrungi meskipun Jumlahnya masih minim.
Dalam era informasi digital yang punya dimensi dunia maya dengan beragam
program Sosial Media yang banyak pengikutnya seperti Facebook dan twitter.
maka, saya mengambil facebook sebagai contoh, sebab 8 tahun Lalu sewaktu saya
mencantumkan "BUNG" mengawali nama akun saya di situs Mark zuckenberg
yang berdarah Yahudi itu, hanya puluhan Orang yang bersedia menulis "
BUNG" di awal nama mereka, itu pun sudah termasuk Bung-bung Tenar &
Abadi sepanjang Masa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, serta Bung
Syahrir. Saat Ini sudah bertambah puluhan bahkan ratusan kelipatan sebab ribuan
orang mulai menyematkan "BUNG" sebelum Nama mereka. Ribuan
"BUNG" di Facebook itu merambah berbagai kalangan, mulai dari
Mahasiswa sampai Akademisi, tak ketinggalan Dept Collector Hingga Legislator
Senayan . bahkan salah seorang bakal Calon Gubernur Maluku pun turut
Mendedikasikan "BUNG" melengkapi Namanya.
Achmad Notosoetardjo
dalam Revolusi Indonesia Berdasarkan Adjaran Bung Karno menulis Bahwa
"Bung Karnolah yang mula-mula mempopulerkan nama panggilan dan sebutan
‘bung’ untuk panggilan kepada setiap insan Indonesia yang revolusioner yang
bercita-citakan melenyapkan imperialisme-kolonialisme dan kapitalisme dan
bercita-citakan Indonesia merdeka,”.
menurutnya,
“Menyapa "BUNG" itu bertujuan untuk mempererat hubungan satu dengan
lainnya, merasa semua satu keluarga, senasib dan sepenanggungan, sama rata sama
rasa, tanpa perbedaan tingkatan maupun kedudukan".
Dewasa ini,
sudah banyak Cinta yang bertambat kepada " BUNG", Saya selalu punya
kesan bahwa "BUNG" terdengar heroik kalau diucapkan, punya Kharisma
dan daya tarik tersendiri diantara Sapaan atau panggilan lain. Sapaan ataupun
panggilan "BUNG" sanggup mengeliktrisir jiwa-jiwa merdeka untuk
melawan Rantai dan penghambaan. yang terpenting ialah karena "BUNG"
Itu keindonesiaan, melebihi "Ana-Ente", "Kowe and You",
maka bagi saya (BUNG Hesky Lesnussa) , Konsep Revolusi Mental yang dicanangkan
oleh Presiden Jokowi belumlah lengkap apabila ia tidak mencanangkan Sapaan dan
atau panggilan "BUNG" sebagai sebuah Gerakan Nasional.
Menutup catatan
kecil ini, kiranya perlu ada sebuah "Persetujuan" seperti puisi
Chairil Anwar di bawah ini :
Persetujuan
dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno
kasi tanggan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup
lama dengan bicaramu,
Dipanggang atas
apimu
Dari mulai
tanggal 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke
depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api
aku sekarang laut
Bung Karno! Kau
dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di
zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di
uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh. (KT-Rls)
(Penulis
adalah Kandidat Magister Sains, Program Pasca Sarjana Administrasi Publik
Universitas Pattimura sekaligus Pengurus DPD Partai Demokrat Maluku)
0 komentar:
Post a Comment