Dewam Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Golkar akhirnya kembali mengeluarkan SK kepada Ely Toisuta sebagai Wakil Ketua
DPRD Kota Ambon Pengganti Antar Waktu (PAW) menggantikan Alm. Husen Toisuta
yang telah meninggal dunia pada Tahun 2016 lalu.
Sebelum SK
terbaru ini keluar, DPP partai Golkar telah menerbitkan SK yang sama kepada Ely
Toisuta, namun dalam perjalanannya, Ketua Fraksi Golkar Kota Ambon menggugat
Ely Toisuta berdasarkan SK DPP tersebut ke Mahkamah Partai Golkar (MPG)
lantaran Ely dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai PAW Wakil Ketua DPRD sisa
jabatan periode 2014-2019.
Keputusan dalam
sidang di DPP, MPG akhirnya mengabulkan gugatan Marcus Pattiapon dengan
membatalkan SK yang diterbitkan oleh DPP kepada Ely. Sebagai tindaklanjut
putusan MPG, DPP kemudian meminta agar DPD Golkar Kota Ambon kembali
mengusulkan 3 nama sebagai calon PAW Wakil Ketua DPRD.
DPD pun kembali
mengirimkan 3 nama yang sama seperti sebelumnya, yakni Marcus Pattiapon, Zeth
Pormes dan Ely Toisuta.
Informasi yang
berhasil dihimpun media ini, dari tiga nama yang dikirim DPD Golkar Kota Ambon
ke DPP, Ely Toisutta kini kembali di-SK-kan oleh DPP Partai Golkar sebagai Wakil
Pimpinan DPRD Kota Ambon antar waktu berdasarkan SK Nomor :
B.1358/Golkar/X/2017 yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum DPP Partai
Golkar, Setya Novanto dan Sekretaris Jendral, Idrus Marham.
DPP dalam
menindaklanjuti usulan nama oleh DPD Golkar Kota Ambon, DPP kini memutuskan dan
menegaskan kembali, untuk menyetujui dan mengesahkan PAW Wakil Ketua DPRD Kota
Ambon periode 2014-2019 dari Alm. Hi. Husen Toisuta kepada Ely Toisuta.
Dalam SK
tersebut, DPP menugaskan Ketua DPD Golkar Kota Ambon untuk memproses dan
menindaklanjuti keputusan PAW Wakil Ketua DPRD Kota Ambon sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ely Toisutta
yang dikonfirmasi media ini, Selasa (17/10/2017) mengakui bahwa dirinya telah
menerima kabar dari DPP terkait SK tersebut. Namun, dirinya belum dapat
memastikan hal itu lantaran belum melihat bentuk fisik daripada SK DPP
tersebut.
"Katanya si
begitu, tapi sampai saat ini, saya belum melihat bentuk fisik dari SK itu.
Nanti kita lihat pada beberapa hari kedepan, kalau nanti sudah ada pleno oleh
DPD Golkar Kota Ambon. Karena Ketua DPD akan dipanggil oled DPP yang akan
menerima SK tersebut. Sebab, selaku penanggung jawab. Dari situlah baru bisa
dipastikan," ujar Ely di ruang Komisi II DPRD Kota Ambon.
Dia tidak mau
mendahului kepastian daripada keputusan DPP. Sebab, baginya politik itu dinamis
sehingga selama belum ada bentuk fisiknya, maka belum bisa dipastikan.
"Saya tidak
ingin terburu-buru dalam mengambil langkah untuk mengatakan iya, bahwa benar SK
dari DPP telah keluar atas nama saya. Karena bentuk fisik daripada SK itu belum
dilihat secara nyata, dan masih bersifat kabar angin," terangmya.
Ely mengatakan,
kalau memang keputusan itu telah keluar untuk kedua kali dengan dengan
tercantum namanya, maka sekiranya proses itu telah selesai. Kalau memang itu
mau kembali digugat, yah itu kembali kepada yang bersangkutan dalam hal ini
pihak penggugat, Marcus Pattiapon.
"Saya ingin
mengatakan bahwa, ini adalah lembaga politik yang memang punyai aturan
normatif. Tapi tak bisa dinafikan bahwa ada aturan yang tersirat atau tidak tersurat
di dalam suatu aturan normatif. Sehingga apabila partai menganggap bahwa ada
kebijakan politik yang lebih luas, maka partai akan mengambil kebijakan,"
tegasnya.
Menurut Ely,
kebijakan yang diambil oleh DPP itu dengan berdasarkan pada kajian-kajian yang
bersifat spesifik, dengan melihat arah kedepan partai seperti apa dan itu
diluar aturan normatif yang ada. Itulah yang dinamakan dengan kebijakan.
Sehingga jika kemudian SK DPP itu kembali diterbitkan oleh DPP dengan nama yang
sama ataupun lain sebagainya, maka itu adalah kebijakan politik partai.
"Jadi, saya
sih membiarkan itu mengalir saja di DPP. Kalaupun keputusan DPP memberikannya
kepada pak Maks Pattiapon, maka saya tetap legowo. Karena sejak awal memang
saya sudah menyerahkan sepenuhnya kepada DPP, karena itu kewenangan DPP. Kita
ini ditugaskan oleh partai, maka ketika partai menganggap bahwa keputusan yang
lalu itu salah dan harus melalui sebuah proses normatif, silahkan saja. Karena
sebagai kader, kita hanya mampu menjalanlan keputusan partai," jelasnya.
Kalaupun pada
pihak yang merasa dirugikan, maka silahkan melakukan gugatan, dan itu merupakan
urusan pribadi, namun secara kelembagaan itu telah final. Karena MPG tidak bisa
memerintahkan mengeluarkan SK-nya, sebab yang punya SK itu adalah DPP. MPG juga
diangkat dan diberhentikan lewat SK DPP.
"Jadi
proses di MPG itu sudah selesai, dengan kajian yang dilakukan oleh partai.
Sebagai orang politisi, kita harus mencernah hal itu, bahwa aturan normatif itu
iya. Tetapi ada aturan yang tidak tersurat ataupun yang tersirat dalam sebuah
aturan normatif itu adalah yang namanya kebijakan DPP. Sebab kebijakan Ketua
Umum itu diatas kebijakan-kebijakan normatif yang ada," pungkasnya. (KT-SH)
0 komentar:
Post a Comment