Bupati Kepulauan
Meranti Drs. H. Irwan M.Si bersama Legislatif, dan Forkopimda tak pernah
menyerah memperjuangkan kebijakan khusus perdagangan lintas batas untuk Meranti
yang diyakini dapat mengangkat taraf ekonomi masyarakat Meranti, kali ini melalui
Legislator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jakarta, Bertempat diruang rapat
Komite I, Lantai II Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Senin (16/10).
Hadir dalam
rapat tersebut Anggota DPD RI Provinsi Riau Drs. H. Abdul Ghafar Usman MM, Dr.
Hj. Maimanah Umar, H. Ahmad Kanedi SH MH, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi,
Wadirkrimsus Polda Riau, Kapolres Meranti AKBP. La Ode Proyek, Asisten I
Sekdakab. Meranti Jonizar, Kepala Bappeda Meranti H. Makmun Murod, Anggota DPRD
Meranti Dedi Putra, H. Zubiarsyah, Kepala Dinas Perindag Meranti H. Azza
Fahroni dan lainnya.
Rapat koordinasi
bersama Kementrian/lembaga serta instansi terkait itu juga untuk
menindaklanjuti aspirasi masyarakat Riau khususnya di Kepulauan Meranti yang
disampaikan ke anggota DPD RI saat melaksanakan kegiatan di Riau dalam
rangka menyerap aspirasi masyarakat baru-baru ini. Dimana untuk menyelesaikan
masalah ekspor dan impor serta fasilitas perdagangan lintas batas yang
berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Meranti memerlukan
kebijakan Nasional karena diluar kewenangan Bupati sebagai Kepala Daerah.
Dalam
pemaparannya dihadapan anggota DPD RI, perwakilan Kementrian dan Lembaga
terkait, Bupati Meranti Drs. H. Irwan M.Si menyebutkan, Kabupaten Kepulauan
Meranti menyandang status sebagai Kabupaten paling miskin di Provinsi Riau
dengan tingkat kemiskinan masyarakat mencapai 30 persen. Hal itu semakin parah
sejak dilakukannya pengetatan barang masuk (Import) dan keluar (ekspor) ke
Malaysia khususnya Batu Pahat sehingga turut memicu semakin meningkatnya angka
kemiskinan masyarakat yang berada di pulau-pulau Kabupaten Meranti.
Meranti sebagai
salah satu daerah yang memproduksi Sagu terbesar di Indonesia, belum memberikan
manfaat besar terhadap kesejahteraan masyarakat karena hasil produksi Sagu
Meranti yang dibawa ke Cirebon tidak dibayar tunai melainkan harus menunggu
sampai 6 hingga 7 bulan setelah semuanya terjual, hal ini menyebabkan para
petani di Meranti terjerat ijon. Para petani Sagu mau tak mau harus menjual
hasil kebunya kepada pengusaha Tiong Hoa yang ada di Cirebon. Karena jika tidak
hasil produksi Sagu Meranti yang cukup besar tidak ada yang membeli. Dari kasus
ini Bupati Kepulauan Meranti Drs. H. Irwan M.Si meminta DPD RI untuk
menjembatani kepada Kementerian Perdagangan memberikan solusi dengan cara
menugaskan Bulog untuk membeli produksi Sagu Meranti yang jumlahnya sangat
banyak (200 ribu Ton/tahun). Dengan begitu pasar dan harga Sagu produksi
masyarakat Meranti dapat terjamin.
"Ini
potensi yang sangat baik dalam upaya mengembangkan ekonomi rakyat kalau
pemerintah mau campur tangan dalam hal tata kelola Sagu masalah yang dihadapi
para petani Sagu di Meranti dapat dituntaskan, jika tidak nasip mereka akan
terus berakhir ditangan rentenir yang hanya mengambil keuntungan yang besar
sementara masyarakat tidak mendapat apa-apa," jelas Bupati.
Selanjutnya
Bupati menjelaskan, Meranti dan daerah lainnya di Riau Riau serta Kepulauan
Riau termasuk Sumatera Selatan, merupakan daerah pengekspor kelapa terbesar.
Tercatat jumlah kelapa yang dikirimkan ke Batu Pahat Malaysia tiap bulannya
mencapai 9 juta butir. "Ini data real yang saya dapatkan dari peninjauan
langsung ke Batu Pahat," aku Bupati.
Namun akibat
tidak adanya sentralisasi penampungan hasil perkebunan khususnya kelapa oleh Pemerintah
RI memicu terjadinya permainan oleh kartel besar bekerja sama dengan para
tengkulak yang menyebabkan jatuhnya harga beli kelapa.
"Mirisnya
harga kelapa yang harusnya busa dijual 2500 sam 2900 perbutir hanya dibeli oleh
tengkulak 1500. Sementara harga di Malaysia masih tinggi. Hal ini tentu turut
menyulitkan ekonomi masyarakat petani di Kepulauan Meranti," ujar Bupati.
"Ini
terjadi akibat adanya kartel yang dibuat oleh pengusaha Malaysia yang
bekerjasama dengan para tengkulak yang ada di Meranti, hal ini dapat dibuktikan
jika petani menjual langsung dapat dipastikan sesampai di Batu Pahat akan
ditolak karena tidka mendapat izin dari pengusaha yang ada di Malaysia
(Fama)," tambah calon Gubernur Riau itu.
Seperti
diketahui setiap hari di Batu Pahat membongkar kelapa yang berasal dari
Meranti, Indra Giri Hilir, Pelalawan, Sumatera Selatan dan lainnya kurang lebih
300 ribu butir/hari. Khusus dari Meranti sebanyak 2 juta butir perbulan.
"Ini juga
harus kita selesaikan bagaimana kita mengatur kelapa dapat menjadi komoditi
terbatas, UU No. 7 Tahun 2014 bahwa pemerintah melalui Kementrian Perdagangan
bisa saja membuat pusat komodity atau pasar lelang sehingga kelapa yang dijual
di Malaysia adalah kelapa yang berasal dari pasar lelang bukan dari tengkulak,"
paparnya.
Bupati
menegaskan jika Pemerintah Pusat memang pro kepada rakyat, untuk mengurangi
kemiskinan di daerah terluar Indonesia ini masalah tersebut harus bisa di
bereskan bersama-sama.
Yang terakhir
titipan masyarakat yang disampaikan Bupati kepada pihak DPD RI adalah terkait
FTZ, menurut Bupati Meranti layaknya Karimun yang nota bene berbatasan langsung
dengan negara tetangga hendaknya mendapat fasilitas yang sama.
"Beras dan
Gula, buah-buahan dan komoditi pokok lainnya dapat bebas masuk sehingga harga
barang barang ini tidak mahal seperti saat ini," jelas Bupati.
Fakta saat ini
selisih harga Gula dan Beras di Meranti dan Karimun terpaut jauh, jika Gula di
Karimun perkilonya dapat dibeli dengan harga 10 ribu maka di Meranti mencapai
15 ribu rupiah. Begitu juga komodity besar dan lainnya.
"Sebagai
sesama warga negara Indonesia masyarakat di Meranti serasa diperlakukan tidak
adil," ungkap Bupati.
Sebagai kepala
daerah dan Legislatif di Meranti seperti diakui Bupati, acap kali dikatakan
oleh masyarakat jika tidak bisa memperjuangkan aspirasi itu tak ada gunanya ada
Kepala Daerah, DPR dan Wakil Rakyat.
Fakta saat ini
dengan tidak adanya fasilitas FTZ, barang yang masuk dari Batu Pahat dan
Malaysia banyak ditangkapi oleh aparat mulai dari Bea Cukai, Pol Air hingga BP
POM, dan TNI AL. Tetapi sebaliknya jika kita bawa barang ke Malaysia mendapat
penjagaan dari tentata Diraja Malaysia.
"Saat ini
kita jangan hanya bisa mengeluarkan aturan bagaimana melarang dan menangkap,
tetapi apa solusi bagaimana rakyat kita agar bisa makan, kami memahami peran
Bea Cukai dan aparat lainnya di daerah yang hanya menjalankan perintah pusat,
untuk itulah kami mengadu ke Senayan agar diberikan solusi," harap Bupati
lagi.
Menurutnya lagi
dampak dari kemiskinan di Meranti, jika masyarakat lapar maka dapat berbuat
macam-macam, mulai dari tingginya angka kriminalitas hingga munculnya keinginan
memisahkan diri dari NKRI karena dianggap tidak mendapat perhatian dari pusat.
Selain itu
Bupati juga menyampaikan permintaan masyarakat agar Meranti dapat menjadi
daerah pengimpor buah-buahan, karena diwaktu tertentu khususnya saat Imlek
masyarakat Tiong Hoa yang ada di Meranti membutuhkan buah-buahan yang banyak,
dan selama ini kebutuhan itu hanya bisa dipasok dari Medan.
Mendengar
aspirasi masyarakat yang dipaparkan oleh Bupati anggota DPD RI yang juga
menjadi pimpinan rapat Drs. H. Abdul Ghafar Usman MM, mengungkapkan akan
menggunakan semua hak yang dimiliki DPD RI untuk memperjuangkan aspirasi
masyarakat Meranti tersebut. Termasuk menghadirkan pimpinan lembaga atau
kementrian yang tidak mau menghadiri rapat bersama DPD RI. Sekedar informasi
Dirjend Perdagangan yang telah diundang oleh DPD RI dengan alasan yang tak
jelas tidak hadir dalam rapat tersebut.
"DPD
memiliki hak mengatur, mengikat, memaksa kami juga dapat memanggil kembali
Dirjend Perdagangan dan jika sampai 3 kali tidak datang maka akan kita lapor
Presiden, dan jika tetap tidak datang dapat meminta aparat kepolisian untuk
menjemputnya," jelas Ketua Rapat H. Abdul Ghafar Usman.
"Apapun
yang disampaikan Pak Bupati akan kami sampaikan ke Kementerian
Perdagangan," aku anggota DPD RI asal Riau tersebut.
Permintaan
Bupati tersebut juga ditanggapi oleh Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi, dirinya
mengaku menyambut baik maksut dari Bupati Kepulauan Meranti namun ia menegaskan
aktifitas ekspor dan impor untuk kemakmuran masyarakat dan petani serta
terpenuhinya kebutuhan masyarakat tidak boleh sembarangan tapi harus tetap
terkontrol
Dijelaskannya,
apa yang dilakukan oleh Bea Cukai dalam menindak aktifitas ekspor dan impor
ilegal merupakan atensi dari Presiden RI agar kemakmuran bisa dirasakan oleh
seluruh masyarakat bukan perorangan atau kelompok.
Penangkapan
barang import ilegal oleh Bea Cukai, dijelaskan Heru untuk menghindari maraknya
aktifitas import ilegal yang dilakukan oleh para cukong yang acap kali
memanfaatkan rakyat untuk dibenturkan dengan petugas Bea Cukai.
"Apa yang
menjadi perintah harus kami laksanakan," ucapnya.
Sementara
menyangkut keinginan masyarakat Meranti yang disampaikan oleh Bupati dalam
sentralisasi ekspor hasil pertanian merupakan usulan yang baik karena disamping
dapat memakmurkan petani, dari sisi pengawasan yang dilakukan oleh aparat akan
lebih mudah dan teratur. Namun usulan Bupati agar Bulog dapat menghandel hasil
produksi perkebunan Meranti perlu kajian lagi karena menyangkut ketersediaan
keuangan di Bulog sendiri.
"Apa
yang diusulkan Bupati sangat baik sentralisasi ekspor akan membuat administrasi
lebih jelas, namun soal Bulog membeli hasil produksi perkebunan Meranti perlu
pembicaraan lanjut karena menyangkut modal di Bulog apakah punya kemampuan
untuk membeli atau tidak," jelas Heru.
Soal mencukupi
kebutuhan hidup masyarakat akan bahan pokok, dikatakan Heru pernah
disampaikannya kepada Presiden, dimana untuk barang yang menjadi kebutuhan
hidup yang tidak bisa disupply dari sentra produksi didaerah, dapat dicarikan
sumber Impornya untuk menyupply. Dengan catatan pajaknya jelas. "Kita
tidak bisa membiarkan aktifitas penyeludupan," aku Heru.
Heru juga
mengaku soal legalitas impor barang ini tidak hanya berada di level Bea Cukai
tapi juga instansi terkait lainnya seperti Kementrian Perdagangan, BP POM, dan
lainnya.
Untuk kawasan
FTZ dari informasi yang disampaikan Dirjend Bea Cukai Heru Pambudi, hanya diperbolehkan
untuk Batam yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya kebocoran komodity tertentu seperti rokok, beras dan
gula.
Dalam rapat
dihadapan penentu kebijakan pemerintah itu, soal penangkapan dan penyegelan
barang import yang dinilai ilegal namun merupakan kebutuhan masyarakat di
Meranti oleh BP POM RI beberapa waktu lalu, turut dikomentari oleh Wadirkrimsus
Polda Riau, menurutnya inti dari proses penyidikan yang berujung pada
penindakan hendaknya harus berlandaskan azas manfaat dan keadilan untuk
masyarakat. Sebaiknya penegakan hukum jangan sampai mengabaikan kepentingan
masyarakat yang lebih besar.
"Kita
berharap barang yang disegel oleh BP POM yang berada di Pelindo Selatpanjang
dapat segera diselesaikan karena barang-barang tersebut ada batas
Kadaluarsanya," harap Wadirkrimsus.
Keinginan dari
perwakilan Polda Riau ini juga sesuai hasil rapat koordinasi beberapa waktu
lalu antara pihak Legislatif bersama Forkopimda dan instansi terkait yang
difasilitasi oleh DPRD Riau dan dihadiri oleh Forkopimda Provinsi termasuk juga
pihak BP POM.
Setelah
mendengar masukan dari berbagai pihak, Anggota DPD RI H. Abdul Ghafar Usman
selaku pimpinan rapat mengatakan, kata kunci dari negara adalah rakyat jadi
apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah hendaknya berorientasi pada
kepentingan rakyat.
"Hak rakyat
adalah kewajiban kita semua," tegas Ghafar Usman mantan Ketua PGRI Riau
itu.
Seperti
dikatakan Bupati dalam forum yang melibatkan petinggi negeri itu, sebagai
aparatur pemerintah harusnya dapat melihat masalah itu secara bijak karena
masyarakat sudah lelah diperlakukan tdak adil.
"Ini
merupakan titipan besar dari masyarakat kepada saya, mereka ingin bapak-bapak
sebagai pimpinan negara dapat mendengar mereka dan masalah ini dapat
dituntaskan segera atau dalam waktu dekat," ucap Bupati.
Menurut Bupati
masalah kebijakan impor dan ekspor didaerah perbatasan ini semakin rumit karena
tidak adanya sikronisasi kebijakan antar instansi, hal itu terlihat pada penangkapan
dan penyegelan barang yang terjadi di Meranti, suatu sisi Kementrian
perdagangan memberikan izin masuknya barang tetapi BP POM bilang tidka boleh
dan menyegelnya.
"Kalau
tidak boleh mengapa tidak diatur dari awal ini sangat mengecewakan masyarakat,"
terang Bupati.
"Kita ingin
agar pemerintah dapat berdiri dengan wibawa, bukan dengan cibiran bibir.
Ini fakta yang terjadi dilapangan yang kami hadapi setiap hari," jelas
Bupati Meranti.
Kapolres Meranti
AKBP. La Ode Proyek dihadapan anggota DPD RI dan Kementrian terkait memaparkan,
hendaknya kebijakan yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan negara yakni
mampu melindungi dan mensejahterakan masyarakat khususnya diwilayah Pesisir
yang diakuinya banyak permasalahan yang harus dibenahi segera.
"Semua
berkaitan dengan regulasi, aparat bekerja menegakan hukum mirisnya kondisi
masyarakat disana sangat memprihatinkan, pusat harusnya lebih sering turun ke
daerah Pesisir untuk mencari solusi secepatnya karena berkaitan dengan
Kamtibmas.
"Semua
berkaitan dengan Kamtibmas ditambah lagi akan digelarnya pesta Demokrasi, momen
ini akan berjalan baik jika mental masyarakat baik," ujar Kapolres
Meranti.
Setelah
mendengarkan masukan dari pihak terkait, DPD RI melalui pimpinan rapat H. Abdul
Ghafa Usman menegaskan untuk menyelesaikan masalah di Meranti ini perlu
komitmen bersama mulai dari Kementrian Perdagangan, Kementerian Perekonomian,
Bea Cukai, BP POM, Bulog dan lainnya. Untuk itu mewakili anggota DPD RI
lainnya, ia meminta Pemkab. Meranti kembali melayangkan surat resmi kepada DPD
RI untuk menggelar rapat lanjutan dengan Kementrian dan Instansi terkait agar
dapat direspon segera sebagai prioritas DPD RI.
Ketidak hadiran
Dirjend Perdagangan Luar Negeri, BP POM, Bulog yang sebelumnya diudang cukup
mengecewakan DPD RI, untuk itu DPD RI akan kembali melayangkan surat panggilan
untuk menghadiri rapat yang diagendakan dalam waktu dekat. DPD RI bahkan
mengancam jika Dirjend Keuangan, pihak BP POM, Bulog tidak juga hadir akan
meminta kepada aparat kepolisian untuk menjemput. (KT-rls)
0 komentar:
Post a Comment