Kejahatan seksual yang dilakukan ayah terhadap putri
kandungnya di Kota Siantar terulang lagi dan telah menyita banyak perhatian
masyarakat.
Kekerasan seksual terhadap anak baik yang dilakukan
secara perorangan dengan korban lebih
dari satu orang, dan juga dilakukan secara bergerombol (geng rape) yang
melibatkan lebih dari 5 sampai 10 orang pelaku dengan satu orang korban di
Siantar dan Simalungun terus saja terjadi dan mengundang keprihatinan dan
kemarahan tersendiri.
Selain pelakunya dilakukan oleh orang dewasa,
ironisnya juga dilakukan oleh anak-anak
usia sekolah mulai dari SD, SMP dan SMA. Jika merujuk data pengaduan dan fakta yang dikumpulkan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) Kota Pematang Siantar sepanjang tahun 2016/2017, tidaklah berlebihan jika Siantar Simalungun
pada saat ini berada pada posisi "darurat kekerasan seksual terhadap
anak".
Tengok saja kasus sodomi yang dilakukan AWL (32) terhadap 7 orang anak
murid Bina Pramuka demikian juga dengan
Kasus kejahatan seksual yang dilakukan guru terhadap siswanya di salah
satu SD ASS yang sampai saat ibi masih
dalam proses pemeriksaan Pengadilan Negeri Siantar dan kejahatan seksual
lainnya. Peristiwa ini membuktikan bahwa kekerasan seksual terhadap anak di Siantar
dan Simalungun telah menjadi fenomena
yang menakutkan.
Kondisi ini juga didukung dengan data kasus kejahatan
seksual yang dilaporkan masyarakat ke Polres Siantar dan Simalungun dan data
yang tercatat di lnstitusi pemangku kepentingan perlindungan anak di Siantar
dan Simalungun.
Perbuatan menjijikan dan biadab yang dilakukan HD (40)
warga Jln. Viyata Yudha, Kelurahan Bahapul, Kota Pematang Siantar terhadap
darah dagingnya sendiri SS, 11, telah
melukai dan menginjak-injak harkat dan
martabat kemanusiaan sebagai ciptaan Tuhan.
Kejahatan kemanusiaan ini tidak bisa ditoleransi apa
lagi kejahatan seksual ini dilakukan oleh orangtua kandungnya sendiri. Ayah
yang sesungguhnya sebagai pahlawan bagi anak-anaknya, ini justru berubah
menjadi monster dan sumber mala petaka yang merusak masa depan anak.
Menurut pengakuan korban kepada wali kelasnya Kamis (05/10/17), bahwa perbuatan biadab ini telah dilakukan
ayahnya berulang-ulang di tempat tinggal mereka sejak korban kelas 4 SD.
Masih menurut pemaparan korban kepada gurunya, bahwa
perbuatan menjijikkan dan bejat ini dilakukan HD pada saat rumah sepi dan
nenek korban tidak ada dirumah.
Akibat perbuatan HD, kondisi korban saat ini
membutuhkan pendampingan intensif, karena luka pada vagina korban cukup serius
dan mengakibatkan bagian dalam rahim korban rusak dan membutuhkan layanan medis
yang baik, demikian disampaikan salah seorang wali kelas korban kepada Arist
Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak melalui sambungan telepon Jumat (06/10/17).
Masih menurut pengakuan korban dan nenek korban bahwa
HD juga pernah dihukum dengan tindak pidana yang sama bahwa kekerasan seksual
pernah terjadi ketika korban berusia 3 tahun. Atas perbuatan biadab ini, HD
dapat diancam hukuman minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat
ditambahkan sepwrtiga dari pidana pokok sehingga HD dapat diancam hukuman
seumur hidup.
Atas peristiwa bejat ini dan demi kepentingan terbaik
bagi korban, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen yang
memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mendesak Polres Siantar
sesuai dengan kewenangannya untuk segera menangkap, menahan dan menjerat pelaku
dengan ketentuan UUU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan Peraturan
Pengganti Undang'undang (Perpu) No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI
Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak junto ketentual pasal 82 ayat 1,
3 dan 4 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 dan KUH Pidana dengan ancaman hukuman
maksimal 20 tahun penjara.
”Mengingat pelaku adalah orangtua kandung korban, dan
dilakukan berulang-ulang dan pelaku
pernah dihukum, maka perbuatan pidana pelaku HD dapat ditambahkan
sepertiga dari pidana pokok menjadi seumur hidup", kata Arist Merdeka
Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada media di Jakarta, Senin (09/10/17).
Untuk memastikan penegakan hukum dan memberikan
layanan dampingan hukum dan advokasi bagi korban Sabtu 14/10/17, Tim
Investigasi cepat Komnas Anak yang
dipimpin Arist Merdeka Sirait bersama Tim Investigasi LPA Siantar akan
mengunjungi Polres Siantar guna melakukan kordinasi penegakan hukum dan ke
Kantor Dinas PPPA, serta Dinas Sosial
Kota Siantar guna memberikan bantuan sosial dan layanan pemulihan trauma bagi
korban.
Arist menambahkan, tim Komnas Perlindungan Anak juga mengagendakan
untuk bertemu korban dan keluarganya serta
pihak pengelola sekolah tempat korban
menempuh pendidikan dasar dan para guru untuk memberikan penghargaan dan
apresiasi terhadap kepedulian dan
inisiasi para guru untuk memberikan pertolongan bagi muridnya sebagai korban.
"Sekolah ini patut direkomendasikan untuk
mendapat penghargaan dari pemerintah pusat sebagai sekolah ramah anak,"
tambah Arist. (KT-rls)
0 komentar:
Post a Comment