Oleh:
Arifudin
(Sekretaris
Umum IMM Komisariat FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram)
Isu berita bohong
memang sudah bukan hidangan baru di sekitar kita. Namun bukan berarti
pembahasan isu ini sudah dikatakan seles.
Isu berita bohong
memang sudah bukan hidangan baru disekitar kita. Namun bukan berarti pembahasan
isu ini sudah dikatakan selesai. Tetapi sebaliknya, sebagaimana peristiwa yang
diproduksi oleh kegiatan masyarakat. Berita palsu terus berkembang dengan
berbagai latar belakang atau dengan tujuan tertentu.
Semakin maraknya
penggunaan teknologi dan mudahnya informasi adalah salah satu jalan menuju isu
ini. Berita bohong atau hoax akan terus berkembang, meskipun ada
beberapa solusi yang ditawarkan. Semisal masyarakat harus kuat dalam hal budaya
literasi sampai dengan masyarakat harus pandai-pandainya menyaring informasi
yang beredar. Bahkan tindakan yang dianggap efektifpun sudah dilakukan melalui
pemblokiran beberapa situs yang dianggap berbahaya.
Namun
permasalah hoax masih tetap berkembang dalam kehidupan masyarakat
kita. Tentu solusi yang ditawarkan diatas memang sudah cukup memadai guna
membentengi masyarakat kita. Tapi yang perlu diingat, permasalahan baru juga
hadir dalam solusi diatas. Misalkan dalam hal menggiatkan literasi masyarakat.
Dalam solusi ini terdapat kelemahan bahwa masyarakat kita masih jauh
dari dunia itu. Jika hal ini menjadi solusi yang efektifpun pasti akan
memerlukan waktu lama.
Dalam catatan dunia,
Indonesia hanya terdapat 0.001 dari 1000 orang yang benar-benar membaca buku.
Tantangan inilah yang harus tetap dipertimbangkan dalam menghadapi hal
demikian. Pertimbangan selanjutnya adalah perbedaan generasi yang baru hadir
saat ini. Dalam satu rubriknya koran Kompas mencatat bahwa generasi sekarang
merupakan generasi Z- dengan kisaran angka kelahiran 1995-2010. Pada generasi
ini mempunyai ciri-ciri lebih suka bergelut pada teknologi yang berkembang.
Sehingga mau tidak
mau, generasi sekarang bisa dikatakan jauh lebih dekat dengan hoax. Selain
itu dengan cara inilah berita bohong terus diproduksi. Meskipun harus
diakuihoax mencapai puncaknya ketika terjadi pemilihan umum. Pada
sisilainhoax berangkat dari sebuah ideologi agama dan terbukanya peluang
menjadi jurnalis dadakan dengan semakin maraknya citizen jurnalism.
Akibat
Jurnalis Dadakan
Citizen
jurnalism secara sederhananya bisa kita katakan sebagai “siapapun bisa
jadi jurnalis”. Zaman sekarang seolah kata-kata itu tidak mustahil lagi
dilontarkan. Tentu dengan alasan seperti sebelumnya, kedekatan generasi
kita dengan teknologi dan menjamurnya informasi. Beberapa dari
kita akan berfikir, ini merupakan dampak positif, namun kebanyakan dari
kita lupa sisi negatifnya.
Sisi negatif yang
hadir dalam masalah ini salah satunya adalah hoax tadi. Bagaimana
tidak? Pada dasarnya berita yang dihasilkan oleh citizen
journalism berupa berita yang menampilkan kecepatan saja, tanpa menyajikan
kelengkapan data. Hal yang dilupakan lainnya adalah titik tekan pada
“bagaimana” dan “mengapa” biasanya kurang diperhatikan. Belum lagi ketika
membincang etika jurnalistik yang ada. Ini bisa kita lihat pada beberapa judul
yang panjang dan bombatis.
Selain
itu, sering kali pembuat berita luput dalam mencantumkan
keterangan pada foto pendukung yang digunakan. Kelalaian ini
bisa membuka peluang terjadinya multi tafsirdan opini pembaca yang jauh
dari kenyataan. Inilah yang harus dipertimbangkan kembali dalam
menangulangi hoaxyang beredar. Tidak hanya berhenti pada budaya
dimasyarakat kita saja, melalaikan pada peluang yang ada. Lumayankan, kalau
tembus bisa dapat tambahan uang jajan. (*)
0 komentar:
Post a Comment