Riri, ibu korban kasus pencabulan menolak kasus
anaknya ‘ML’ diselesaikan secara damai dan para pelaku dibiarkan bebas tanpa
ada jeratan hukum sebagai sanksinya.
Kepada Kompastimur.com
via telepon selulernya, Rabu
(13/9), Riri menjelaskan bahwa diduga anaknya ‘ML’ yang baru menetap di Desa
Rutah, Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) kurang lebih sembilan
bulan terakhir telah dicabuli oleh dua orang pelaku pada tanggal 4 Agustus 2017
lalu.
Kedua pelaku yang merupakan warga Desa Rutah itu ialah
Derry Lewenussa yang merupakan anak dari Penjabat Desa Rutah dan rekannya Yusril Latarissa.
Riri menjelaskan bahwa kronologis kasus pencabulan
yang menimpah anaknya itu bermula ketika sepulang sekolah di SMA Negeri 1 Masohi,
korban dijemput oleh kedua pelaku dengan mobil.
“Korban dijemput dari sekolah dengan pakaian seragam.
Biasanya mobil itu memang jemput, tapi biasanya ada dengan dia (ML-red) punya
beberapa teman orang Rutah lagi pulang sama-sama, tapi hari itu dong seng mau
teman-temannya naik dan dong mau ML sendiri naik,” kata Ibu korban.
Setelah berada di dalam mobil, ML yang baru duduk di
bangku kelas II SMA itu lalu dibawa oleh kedua pelaku ke daerah Waipia. Dimana,
ketika sampai di daerah itu, kedua pelaku ternyata tak langsung menggencarkan
aksi mereka, lantaran merasa kurang aman. Sebab, di daeah iitu banyak perumahan
warga.
“Ketika sampai di Waepia rumah banyak lalu mereka
balik sampai di daerah kilo, tepatnya ada tempat buang sampah itu, merekka stop
disitu dan dong melakukan hal itu disitu. Mereka belum sampai ke langkah
perkosa, tapi sudah hampir perkosaan, dong bermain dengan jari di dalam oto.
Jadi, otonya berhenti di daerah kilo, tepatnya di dekat tempat sampah. Di Masohi
kesana,” jelasnya.
Setelah melancarkan aksi bejad mereka terhadap korban,
kedua pelaku lalu mengantarkan orban ke daerah Ahira. Ketika sampai di daerah
itu, korban kemudian duduk dan menangis disitu.
“Dong pulang antar ML ke Ahira karena ada dia teman
sekolah perempuan disitu dan dia duduk menangis disitu. Lalu ML cari dia punya Bapa
Bongso (adik ayahnya-red) yang polisi disitu, karena dia punya Bapak Bongso yang
polisi ini dua hari sibuk, setelah dua hari kejadian, dia baru bakudapa dengan
dia punya Bapa Bongso yang polisi itu baru dia kasih tahu dia punya bapak
bongso itu tanggal 6 Agustus 2017,” jelasnya.
Setelah itu, korban pun langsung melaporkan kasus yang
dialaminya itu ke Mapolek Amahai malam itu juga dan korban langsung diperiksa
penyidik setempat dan kedua pelaku pun kemudian ditangkap dan dijebloskan ke
Rutan Mapolsek setempat.
Namun, diduga adanya intervensi oknum-oknum tertentu
terhadap pihak Mapolsek yang dipimpin oleh AKP Yopi Tomasoa, kasus ini pun
diselesaikan sdcara damai tanpa persetujuan dirinya sebagai orang tua kandung
korban.
“Dia punya Bapa Tua yang tinggal dengan antua ini toch
awalnya antua tidak mau damai. Tapi tidak tahu kenapa dari belakang antua mau
damai, akhirnya dong su tanda tangan surat pernyataan damai,” paparnya.
Padahal, lanjutnya, Bapa Tua korban yang merupakan
kakak dari ayah korban bukanlah orang tua kandung korban.
Mendengar hal itu, Riri yang tinggal di Bandung pun
langsung datang ke Mapolres Maluku Tengah di Masohi untuk melaporkan kasus yang
menimpah anak gadisnya itu.
“Saya datang dari Bandung tanggal 26 Agustus 2017 dan
langsung singgah di Polres Maluku Tengah, tetapi karena masalahnya di Polsek,
Polres suruh ke Polsek. Hari itu juga saya langsung ke Polsek,” terangnya.
Ketika sampai di Mapolsek Amahai, dirinya langsung
bertemu dengan Kapolsek setempat, AKP Yopi Tomasoa untuk melaporkan kasus itu
kembali karena dirinya tak setuju kasus yang menimpah anaknya sebagai korban
harus diselesaikan secara damai dan para pelaku bebas berkeliaran tanpa kena
jerat hukum.
Namun, sayangnya, upaya ibu korban untuk mencari
keadilan hukum ini tak berjalan sesuai harapannya, sebab pihak Mapolsek enggan
untuk menindaklanjuti kasus ini dan tetap menegaskan bahwa kasus ini sudah
diselesaikan secara damai.
“Tapi Polsek tinggal putar-putar. Di Polsek itu dong
mau pertahankan dengan surat perdamaian itu, mungkin su ada orang-orang dari
luar, orang-orang penting dari luar yang masuk yang atur damai masalah ini.
Padahal, yang buat surat pernyataan damai itu bukan orang tua kandungnya,
tinggal dengan antua jua baru sembilan bulan, belum cukup satu tahun,”
pungkasnya.
Terkait itu, dirinya mengaku sangat tak puas. Sebab,
sebagai pihak yang dirugikan atas kasus tersebut tidak mendapatkan keadilan
secara hukum.
Diakhir keterangannya, Riri juga menjelaskan bahwa
‘ML’ dan salah satu pelaku yang merupakan anak Penjabat Desa Rutah yakni Derry Lewenussa mempunyai marga yang sama, kendati bukan sudara dekat.
‘ML’ sebelumnya tinggal di Bandung bersama Riri hingga
dirinya duduk di SMA Kelas II dan baru diajak oleh kakeknya ke Ambon untuk
sekolah. Tetapi, ternyata tak disekolahkan di Ambon, tetapi kemudian dibawa ke
Desa Rutah dan disekolahkan di SMA Negeri 1 Masohi.
“ML besar di bandung dengan dia punya Mama, karena dia
punya Bapak sudah meninggal sehingga dia hidup dengan dia punya Mama sandiri
sampai dia SMA Kelas II ini baru dia Tete (Kakek-red) ambil dia ke Ambon, kira
mau sekolah di Ambon padahal tete ofor k Rutah, lalu dia sekolah di Rutah belum
sampai sembilan bulan lalu kejadian ini,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini dipublikasi, Kapolsek
Amahai AKP Yopi Tomasoa belum dapat dikonfirmasi.
Nomor telepon
Polsek Namrole yakni (0914) 21102 yang dihubungi wartawan untuk mengkonfirmasi
kasus ini pun tak direspon. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment