Program Pemerintah Pusat (Pempus) terkait dengan
penerbitan sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat Maluku ternyata
tidak dijalankan secara maksimal oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) di
tingkat Daerah.
Padahal, dalam rangka meningkatkan dan mendukung
tujuan Strategis Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) melalui kementerian Agraria
dan Tata Ruang (ATR)/BPN telah mencanangkan Penerbitan Sertifikat Tanah Gratis
(PSTG) bagi masyarakat.
Hal ini telah ditegaskan oleh Presiden RI, Joko Widodo
dalam beberapa kesempatan dan menugaskan Kementerian ATR/BPN untuk srgera
memproses pengurusan sertifikat tanah gratis secara bertahap pada masyarakat di
seluruh wilayah Indonesia. Namun dalam penerapan program tersebut, masyarakat
masih dibebani dengan pungutan yang dilakukan oleh pihak terkait saat hendak
melakukan penerbitan sertifikat tanah.
Mencermati kebijakan pemerintah tersebut, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku selaku refresentasi dari masyarakat
telah menyikapinya sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam menjawab
permasalahan kepemilikan tanah masyarakat, yang selama ini menjadi kendala bagi
masyarakat sebagai akibat dari mahalnya biaya pengurusan sertifikat tanah.
Kepada wartawan, Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae
mengakui, terkait dengan program Pempus dalam hal ini Presiden Jokowi soal
pengadaan sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat, pihaknya telah
didatangai oleh masyarakat, baik yang ada di kota Ambon maupun disekitarnya
yang melaporkan adanya pungutan biaya sebesar Rp. 300.000 hingga Rp. 400.000
untuk bisa memperoleh sertifikat tanah.
"Menurut saya, itu tentu sangat bertentangan
dengan maksud daripada program pemerintah pusat untuk mengadakan sertifikat
gratis di seluruh indonesia, termasuk di
Maluku. Dimana Maluku sendiri dialokasikan hampir 60.000 pengadaan sertifikat
tanah secara gratis untuk masyarakat. Dan oleh karena itu saya imbau kepada
Badan Pertanahan sebagai pelaksana program tersebut di tingkat daerah agar
melaksanakannya secara baik-baik," ujar Edwin, Selasa (5/9).
Dia mengaku, telah mengundang pihak BPN Maluku untuk
menyampaikan masalah tersebut, bahwa harus dapat dipastikan agar pelaksanaan
program itu betul-betul tidak membebani masyarakat, dan karena program ini
adalah progran Presiden Jokowi yang telah menyampaikannya secara resmi adalah
gratis, maka tanggungjawab BPN untuk memastikannya secara gratis tanpa memungut
biaya dari masyarakat.
"Jadi setiap pungutan-pungutan yang ada di
masyarakat itu agar segera ditiadakan. Kalau terindikasi masih dilakukan maka
itu termasuk kategori Pungli. Dan karena itu, berkaitan dengan laporan
masyarakat, sebagai Ketua DPRD Maluku, saya sudah menyurati ke Pak Presiden
Jokowi," tegas Edwin.
Menurutnya, karena ada keputusan bersama antara
kementerian ATR/BPN, Mendagri serta kementerian Desa dan Tata Ruang Nomor :
25/SKB/V/2017, Nomor : 590-3167A Tahun 2017 dan Nomor : 34 Tahun 2017 tentang
Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sestematis, yang menyatakan bahwa
berkaitan dengan pengurusan sertifikat di wilayah Indonesia bagian timur, yakni
Papua, NTT dan beberapa wilah lainnya itu dibebankan biaya Rp. 450.000. Namun
bukan dipungut dari masyarakat, melainkan dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) di daerah masing-masing di Kabupaten/kota setempat.
"Disituasi seperti ini, saya kira ini juga
menjadi problem bagi daerah. Karena tentu saja anggaran untuk pengadaan
sertifikat tanah itu belum dianggarkan oleh APBD. Dan karena itu, kami usulkan agar anggaran tersebut di plot
saja dalam APBN, supaya sehingga kebawahnya itu tidak menjadi beban bagi
masyarakat. Oleh karena itu, saya menimbau kepada Badan Pertanahan dan
pemerintah daerah agar melihat hal ini secara baik agar program pemerintah itu
bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan," terangnya. (KT-HT)
0 komentar:
Post a Comment