Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) didesak untuk secepatnya memparipurnakan 3 produk
Peraturan Daerah (Perda) terkait dengan Desa Adat, Negeri dan Saniri Negeri.
Pasalnya, produk yang sangat penting bagi negeri -
negeri Adat di Kabupaten SBB ini telah digodok kurang kebih sepuluh tahun, dan
hingga saat ini ternyata belum juga diparipurnakan alias disahkan.
Padahal, selama ini masyarakat di negeri - negeri
adat sangat merindukan hasil godokan mereka terkait peraturan masalah desa dan
negeri adat itu.
Karena semua itu tak lain adalah sebagai pijakan
mereka dalam melakukan pembangunan daerah atau negeri - negeri mereka mulai
dari hal yang awal yaitu proses penjaringan, pedaftaran, penetapan pasangan
calon, pemilihan yang berujung pada pelantikan Kepala Desa atau Raja.
Kepada Kompastimur.com, Jumat (29/9/2017) Wakil Ketua
Forum Pemuda Talabatai Johan Suneth/Patty mengatakan hal ini merupakan sebuah proses
yang sangat penting dan sangat Sakraemani negeri adat di semua pelosok NKRI
ini, begitu pula di Kabupaten dengan
julukan Saka Mese Nusa Ina ini.
Karena, lannjutnya, proses itu adalah langkah awal
dalam menentukan kondisi sosial, budaya, kesehatan, dan kesejateraan seluruh
masyarakat negeri tersebut akan dibawa kemana, dan akan baik ataukah akan
semakin buruk.
"Sebab masih sangat dipercayakan oleh masyarakat
negeri adat, kalau pimpinan negeri mereka itu adalah kunci segala datangnya
hal-hal yang terkait dengan kesehatan, kesejateraan seluruh masyarakat negeri tersebut
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau prosesnya dilakukan sesuai titah adat yang diperankan
moyang - moyang terdahulu,” katanya.
Meskipun sudah jelas desa atau yang disebut dengan
nama lain, merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di
Kabupaten/Kota yang dimana tertuang dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
“Namun mereka
masyarakat negeri adat masih sangat menjunjung tinggi dan memghormati tata
aturan pemerintahan di daerah Ini. Maka, untuk itu mereka Masdat (Masyarakat Adat)
menunggu dan mengharapkan adanya sebuah Regulasi dari UU tersebut yang digodok
DPRD SBB agar bisa lebih terarah dan menyentuh dengan kebutuhan serta keharusan
terkait pranata adat di Kabupaten tercinta ini dan harus segera selesai dan
disahkan sesegera mungkin," paparnya.
Sebab, lanjutnya, dengan adanya dokumen itulah, maka segala
hal ikhwal yang menyangkut dengan pranata adat yang telah dititahkan oleh moyang
- moyang terdahulu akan terasa kembali
berkobar dalam jiwa raga kita dan akan bisa terus hidup berkembang dan
terwariskan hingga ke anak cucu di kemudian hari.
“Informasi yang beredar kurang lebih 4 bulan kemarin rancangannya
telah selesai tinggal diparipurnakan dalam waktu dekat, namun entah kenapa
sampai hari ini kok belum juga. Janganlah menambah opini buruk masyarakat
terhadap kalian, masalahnya sudah kurang lebih 10 tahun masih belum juga ada penyelesain
terkait aturan tersebut," pungkasnya
Ditambahkannya, harusnya DPRD lebih fokus
menyelesaikan masalah Perda Adat ini dari 5 tahun yang lalu. Sebab, adat ini
bukan baru hadir bersama dengan hadirnya Kabupaten ini melainkan adat ini ada
jauh sebelum pemerintahan di Kabupaten ini, sebagaimana yang diakui Pemda dan dilukiskan
dalam bentuk Perisai dan dikasih warna Hitam sebagai arti "Warna Hitam
mengandung makna kekuatan adat istiadat sebagai bagian dari budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat Kabupaten Seram Bagian Barat".
“Harusnya dengan begitu pemerintah dan juga DPRD harus
memiliki tanggung jawab dalam mengkaji dan menetapkannya dalam sebuah aturan
agar kiranya pranata adat istiadat serta budaya itu selalu tumbuh subur dan
takkan harus mati. Dengan salah satu jalan yaitu percepatan pengesahan Perda
Adat itu. Janganlah membuat masyarakat kembali bingung akibat dari ketidakberesan dan ketidakjelasan
akan waktu paripurnya. Kalau belum bisa minimal ada pernyataan resmi dari
lembaga terkait dengan alasan - alasan sehingga proses ini belum dapat diparipurnakan,”
ujarnya.
Mungkin, tambahnya lagi, bisa akhir tahun atau pada
awal tahun, mungkin akhir tahun depan juga.
“Intinya biar masyarakat tidak menjadi bingung dan
bertanya, terhadap dokumen penting sebagai pijakan mereka dalam melangkah menuju
pembaharuan yang sebenarnya,” tuturnya. (KT-MFS)
0 komentar:
Post a Comment