Berdasarkan ketentua UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang
penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPU) No. 01 Tahun 2016 mengenai
perubahan kedua UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa
kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan pidana luar biasa
(extravordinary crime) setara dengan tindak pidana Korupsi, Narkoba dan
Terorisme yang dapat diancam dengan hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati,
maka melalui perintah undang-undang penanganannya harus dilakukan melalui
pendekatan luar biasa (extra ordinary) dan berkeadilan bagi korban.
Atas dasar pemikiran dan kejinya para pelaku
(predator) kejahatan seksual terhadap anak dan betapa seringnya aksi para
monster kejahatan terhadap anak melakukan kejahatannya dengan menghilangkan
secara paksa hak hidup anak yang sebelumnya dilakukan kejahatan seksual secara
sadis dan biadap.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Sorong menuntut 2
terdakwa masing-masing Ronald Waggaimu dan Lewi Boboga dengan tuntutan
hukum seumur hidup dan hukuman mati ditambahkan dengan tuntutan tambahan
pengungkapan identitas diri korban kepada publik.
Namun, pada kenyataan pada Sidang Pembacaan Keputusan oleh
Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara kejahatan seksual ini di PN Sorong
Kamis (24/08) membebaskan Ronald Waggaimu dari hukuman mati serta membebaskan
Lewi Boboga dari hukuman tambahan pengungkapan identitas pelaku sebagai pelaku
kejahatan seksual kepada publik.
Dalam sidang putusan PN Sorong yang dipimpin Majelis
Hakim Gracely Manuhutu kedua terdakwa yakni Ronal dan Lewi hanya diponis
dengan dihukum seumur hidup.
Atas putusan Hakim yang memeriksa perkara kejahatan
seksual yang dilakukan terdakwa Ronald dan Lewi di PN Sorong Kamis (24/08)
membuat Ketua Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong Achmad Mudor kepada media di Sorong
menyatakan berpikir-pikir untuk melakukan kasasi atas putusan hakim ke Mahkamah
Agung (MA).
Demikian juga pelaku
melalui kuasa hukumnya Fernandes Ginuny menyatakan juga pikir-pikir
untuk melakukan kasasi setelah berdiskusi kepada keluarga pelaku.
Atas putusan Majelis Hakim yang membebaskan salah
seorang terdakwa dari hukuman mati, keluarga Kezia Mamansa (7) korban kejahatan
seksual yang diwakili Yenti nenek korban menyatakan putusan membebaskan Ronald
Wanggaimu dari hukuman mati sebagai pelaku utama adalah tidak berkeadilan.
Sebab Ronald Wanggaimu adalah pelaku utama yang sangat
sadis dan keji dan perlu mendapat hukuman yang setimpal yakni hukuman mati
seperti tuntutan Jaksa.
Sadisnya Ronald secara berencana sebelum melakukan
kekerasan seksual terhadap Kezia Mamansa dengan sengaja Ronald menjemput korban
Kezia dari rumahnya lalu membawa korban ke salah satu hutan bakau diujung
landasan Bandara Udara di Sorong kemudian memperkosa korban secara
berulang-ulang bersama-sama rekannya Lewi, dua orang pelaku kemudian selepas
melakukan kejahatan seksual terhadap korban, sadisnya dan Kewi Ronald kemudian mencecik leher
korban untuk menghilangkan jejaknya,
Ronald dan Lewi membenamkan korban sampai ke dasar air hutan Bakau
bercampur lumpur dengan posisi masih bernafas.
Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai institusi
independen dan sebagai lembaga representasi perlindungan anak di
Indonesia, untuk menerapkan ketentuan pasal 81 ayat 1, 3 dan ayat 4 dari
UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang
(Perpu) No. 01 tahun 2016 mengenai Perubahahan kedua UU RI No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak mendorong JPU untuk segera kasasi atas putusan Hakim PN
Sorong
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka
Sirait kepada media ini mengatakan, mengingat sejak tahun
2013 usulan lahirnya penetapan kejahatan seksual agar disetarakan dengan tindak
pidana korupsi, narkoba, dan terorisme
kepada pemerintah adalah salah satu gagasan Komnas Perlindungan anak, maka Komnas
Anak selaku lembaga yang peduli
terhadap anak, patut dan mempunyai kepentingan dalam setiap kejahatan seksual
terhadap anak, para predator kejahatan terhadap kemanusiaan dikenakan ketentuan
UU RI No. 17 tahun 2016 selain UU RI No.
35 tahun 2014.
Pada intinya,
demi keadilan dan kepentingan terbaik bagi anak, dan efek jerah bagi
pelaku serta untuk memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak di
Indonesia termasuk di Kota Sorong agar setiap pelaku kejahatan srksual dapat
dikenakan atau dijerat dengan undang-undang tersebut.
Oleh karenanya, demi kepentingan terbaik dan yang
utama bagi anak (do the best interest of the child) #Komnas Perlindungan Anak Selalu
Ada untuk Anak Indonesia. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment