Kayu jati super milik Pemerintah Kabupaten Buru dicuri dari
perkebunan pohon jati di Kecamatan Teluk Kayeli seluas 28 ha yang diduga telah
merugikan daerah ratusan milyar rupiah.
"Pencurian itu dilakukan secara terang-terangan dan barang
haram itu berlenggang kangkung menuju Surabaya. Dikapalkan ke Surabaya, Jatim
dengan menggunakan kontainer dari Pelabuhan Namlea," kata Ibrahim Wael,
tokoh masyarakat Kayeli kepada Kompastimur.com
di Namlea, Selasa (1/8).
Wael mencurigai kalau pencurian kayu jati super itu dilakukan
secara terang-terangan karena ada mendapat restu oknum pejabat di Kabupaten
Buru.
"Kegiatannya sudah berlangsung lima bulan. Bahkan sekarang
ada dilakukan pemuatan dari TKP menuju Pelabuhan Namlea dan kayu jati itu
dimasukan ke kontainer untuk diangkut dengan kapal menuju Surabaya," ungkap
Wael.
Ibrahim mengaku sudah meminta pihak syahbandar agar tidak
mengizinkan kayu jati curian itu dikapalkan ke Surabaya. Namun mereka berdalih
kalau pemilik barang yang konon ada di Surabaya itu telah mengantongi izin.
"Saya minta diperlihatkan buktinya, tapi mereka tidak mau
perlihatkan. Sebelumnya sudah ratusan kontainer sudah ke Surabaya dalam lima
bulan terakhir ini," kata Wael.
Lebih jauh dijelaskan, kalau barang haram itu ditebang dari hutan
jati super yang dibudidayakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Buru Tahun 2002
lalu. Tamaman itu sudah dapat dieksploitasi karena pertumbuhannya sangat bagus.
Dikatakan lagi, kalau tanaman jati itu di tanam di lahan milik
masyarakat petuanan Kayeli dengan perjanjian setelah dipanen atau menghasilkan,
maka harus dibagi dengan konpensasi jatah permerintah Kabupaten Buru sebesar 80
persen dan masyarakat pemilik lahan 20 persen.
"Masyarakat bertanya-tanya apa sudah ada izin dari pemerintah
untuk ditebang dan jatah 20 persen untuk masyarakat kenapa tidak
diberikan," paparnya.
Kalangan DPRD Buru yang dihubungi Kompastimur.com siang kemarin juga terkejut ada aset milik Pemkab Buru
yang bisa diambil dengan leluasa tanpa mendapat restu dewan.
Menurut Ketua DPRD buru, Iksan Tinggapy SH, karena pohon jati itu
merupakan aset daerah, maka bila dijual kepada pengusaha terlebih dahulu harus
mendapat restu DPRD.
"Harus ada izin dewan dahulu dan izinnya belum pernah
diberikan," jelas Iksan.
Djunaidy Rupilu dan Jaidun Saanun,, anggota DPRD Buru dari Fraksi
Partai Golkar juga kaget mendapatkan informasi tersebut. Mereka berjanji akan
melakukan pantauan langsung ke lapangan.
Sedangkan Solihin Buton, anggota DPRD Buru dari PKS dan mewakili
dapil III termasuk Petuanan Kayeli, mendesak aparat penegak hukum, baik
kepolisian dan kejaksaan agar campur tangan menghentikan pengapalan kayu jati
itu dari Pelabuhan Namlea.
Ia juga menegaskan kalau kayu jati yang sedang dimasukan ke
kontainer itu ditebang dari hutan jati yang dibudidayakaan saat mantan Wabub
Buru, Ir H Juhana Soedrajat masih menjadi Kadis Kehutanan Buru Tahun 2002.
Karena aset kayu jati itu milik daerah dan didalamnya ada 20
persen hak masyarakat, kata Solihin, maka Bupati atau intansi terkait tidak
dapat semena-mena menjualnya kepada pihak lain tanpa mendapat persetujuan DPRD
Buru.
"Selama ini Bupati maupun pihak eksekutif lainnya tak pernah
membicarakan penjualan pohon jati ini ke pihak swasta, kok bisa dapat ditebang
dan leluasa diangkut dari TKP dan dikapalkan ke Surabaya?," soalkan
Solihin.
Solihin meminta polisi dan kejaksaan untuk segera bertindak. Bila
ada oknum pejabat yang memberi restu agar juga ikut ditindak, sebab pengambilan
kayu jati tanpa prosedur itu bagian dari bentuk penyalahgunaan jabatan yang
berpotensi merugikan negara ratusan milyar rupiah.(KT-10)
0 komentar:
Post a Comment