Gerakan Nasional Pemberantasan
Korupsi (GNPK) mendesak aparat Kejaksaan Negeri Namlea agar mememeriksa tiga
mantan komisioner Panwaslu Buru dan Sekertaris Panwaslu, menyusul temuan
penyimpangan penggelapan separoh dana Panwaslu Buru yang dibiayai oleh APBD II
dua tahun anggaran total Rp.6 milyar lebih.
"Ada terjadi dugaan
penyimpangan mencapai Rp. 3 milyar dari dana bantuan APBD II Buru sebesar Rp. 6
milyar lebih. Jadi kejaksaan harus mengusutnya secara tuntas dan menyeret
mantan Ketua Panwaslu Buru, MZ Latuconsina dan rekan-rekan ke meja hukum dan
juga Sekertaris Panwaslu, Abdulah Hiku dan pihak terkait lainnya," tandas
Fungsionaris GNPK Buru, Muhammad Ahda Hukul, SE kepada wartawan, Selasa (22/8).
Sementara itu Kasie Datun yang juga
merangkap Plt Kasie Intel Kajari Namlea, Hurbertus Tanate, SH kepada wartawan
di Kantor Kejari Namlea, Selasa (22/8) siang, mengaku sudah menyerap kabar tak
sedap soal dugaan penyelewengan milyaran rupiah dana Panwaslu itu.
Namun sampai kini, pihak Kejari
Namlea belum mengusut hal itu. "Petunjuk dari pak Kajari, kalau ada
laporan dari masyarakat atau ada pemberitaan lewat media, maka kita harus
menindaklanjutinya," kata Tanate.
Ia menjamin akan mengusut kasus ini
dalam waktu dekat bila telah ada laporan masuk.
"Kami akan mengusutnya bila telah
ada laporan," kata Tanate.
Sementara itu, fungsionaris GNPK
Buru lebih jauh mengungkapkan, dugaan penyimpangan dana Panwaslu Buru terbesar
terjadi pada tahun anggaran 2016 lalu.
Sesuai temuan resmi BPK RI, ada
dana Rp. 3 milyar yang tak bisa dipertanggungjawabkan seraya ia menyebut
nominal tiga kali pencairan dana APBD II tahun 2016 yang telah dikoreksi BPK RI
Perwakilan Maluku.
Dalam temuan itu, kata Hukul, BPK
RI telah meminta kepada Bupati Buru Ramly Umasugi agar meminta pula kepada
intansi vertikal Panwaslu Buru supaya dapat mempertanggungjawabkan dana-dana
tersebut secara administrasi dalam tempo 30 hari.
Menurut Hukul, tempo 30 hari telah
lewat, sehingga sepatutnya, Bupati Buru melaporkan hal tersebut kepada intansi
penegak hukum, yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea.
Namun bila tidak dilakukan, maka ia
mencurigai dan menduga, kalau ada oknum lainnya di lingkup pemerintah daerah
yang ikut menikmati dana tersebut.
"Kami mendesak Bupati agar
meneruskan temuan itu ke aparat kejaksaan. Jangan sampai terkesan daerah
melindungi dugaan kejahatan korupsi dana Panwaslu," tegasnya.
GNPK juga sudah turun gelanggang
ikut melacak keberadaan dana Panwaslu ini sampai ke 10 kecamatan. Ditemukan
bukti, kalau dana-dana yang menjadi hak Panwascam dan Pengawas Lapangan, diduga
kuat sengaja ditilep di Kantor Panwaslu Buru.
Pasca temuan BPK RI ini, beredar
informasi kalau dana yang digelapkan itu dibagi-bagi oknum tertentu. Konon kabarnya,
tiga mantan komisioner Panwaslu dijatah masing-masing Rp. 600 juta.
Namun informasi ini belum dapat
dikonfirmasi kepada MZ Latuconsina dkk, karena mereka tidak berada di Namlea.
Nomor HP-nya juga tak bisa tersambung saat dihubungi.
Beberapa mantan anggota Panwascam yang
dihubungi wartawan turut membenarkan dugaan penggelapan dana Panwaslu Buru ini.
Bahkan ada yang mengaku sudah diinterfiuw petugas kepolisian dan kejaksaan.
Mereka mengaku sempat ditanya soal
anggaran Rp.3 milyar pertama yang cair di tahun 2016 lalu, yakni pada minggu
kedua di bulan November.
Jaksa dan polisi juga menanyakan
soal jadwal kegiatan yang sudah diagendakan pada bulan Agustus sampai minggu
kedua bulan November 2016 berjalan di lapangan atau tidak. Kemudian dijelaskan
kalau tak dilaksanakan karena tak ada dana.
Namun setelah dana Rp.3 milyar itu
cair, Panwascam juga tak mendapat jatah mereka sebagaimana tertulis dalam RKA.
Tapi anehnya, komisioner Panwaslu Buru dan Sekertaris Panwaslu melaporkan dana
terpakai 98 persen.
Kemudian pada APBD 2017 kembali
dikucurkan dana sebesar Rp. 3 milyar. Lagi-lagi dana tersebut hingga waktu
pelaksanaan hari pencoblosan tanggal 15 Februari 2017 atau hanya sekitar 2
bulan tersebut juga dalam laporan Komisioner Panwaslu dan Sekertaris Pabwaslu
telah terpakai habis.
Padahal pentahapan tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 15 Februari dalam pentahapan pelaksanaan,
sehingga tidak ada lagi kegiatan-kegiatan yang bersifat Bimtek dan Sosialisasi.
Pengakuan Panwas Kecamatan, bahwa
sejak dilantik hingga usai dan dibubarkannya Panwas Kecamatan hanya menerima
Rp. 85 Juta dan ada yang menerima Rp. 133 juta untuk seluruh kegiatan dan juga
gaji. Angka tersebut sudah termasuk biaya pelaporan, transportasi, komunikasi,
sewa kantor dan juga biaya monitoring.
Jika dikalkukasilan semua, maka
untuk 10 kecamatan terserap anggaran Rp. 850 Juta sampai Rp. 1 milyar dari
total anggaran Rp. 6 Miliyar lebih.
Bahkan upah/gaji Panwas Kecamatan
bulan Maret dan April tidak dibayarkan sesuai ketentuan undang-undang.
“Ketika itu juga kami para Ketua
dan Anggota Panwas Kecamatan mendatangai Kantor Panwas Kabupaten untuk
menanyakan hal tersebut, disana kami berdiskusi dengan Anggota Panwas,
Sekertaris dan Bendahara Panwas dan sempat terjadi ribut pada saat itu," ungkap
beberapa mantan anggota Panwascam silih berganti.
Dari pertemuan tersebut Bendahara sempat
mengatakan, bahwa Anggaran Panwas yang dikembalikan ke Kas Daerah karena tidak
dipakai sebesar Rp. 1,5 Miliyar.
"Setelah kami melakukan
pengecekan ke Kas Daerah ternyata hanya Rp. 45 Juta Rupiah yang dikembalikan
dari Total Anggaran Rp. 6 Miliyar. Disitulah membuat kami gerah dan meminta
kepada penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap Anggaran Panwas
Kabupaten Buru sebesar Rp. 6 Milyar Rupiah," tandas satu mantan anggota Panwascam
Namlea.
Mantan Panwascam ini juga mengaku mendapatkan RKA 2 versi yang
berbeda. Waktu dilantik mereka diberikan RKA yang sudah difinalkan oleh Bawaslu
Provinsi Maluku dengan akumulasi anggaran Rp. 6 Miliyar dengan perincian APBD
Perubahan Rp. 3 Milyar dengan masa berlaku hingga 31 Desember 2016, kemudian
APBD Murni 2017 dengan alokasi Rp. 3 Miliyar.
Setelah beberapa selang waktu
berjalan, tiba-tiba datang lagi RKA versi Bendahara Panwas Kabupaten Buru.
Dalam RKA tersebut banyak agenda sosialisasi, bimtek, operasional, pengawasan
dan pelaporan yang dihilangkan, sehingga pada tahap awal mereke hanya dikucurkan dana Rp. 60 Juta/Kecamatan
sudah termasuk gaji 2 bulan, sewa kantor dan juga operasional selama Oktober
hingga 31 Desember 2016.
Kemudian pada awal Januari 2017
untuk menghadapi hari pencoblosan, dicairkan dana 25 Juta Rupiah/Kecamatan
hingga pelaksanaan dan jadwal pilkada Kabupaten Buru usai.
Jadi dikalkulasikan keseluruhannya
10 Panwas Kecamatan hanya mendapat Rp. 850 Juta dari total Rp. 6 Milyar.
Sehingga sisanya Rp. 5,1 Milyar dihabiskan oleh Panwas Kabupaten.
Para mantan anggota Panwascam ini menduga,
bocornya anggaran tersebut diduga kuat diselewengkan oleh Sekretaris dan
Bendahara Panwas Kabupaten bekerjasama dengan Ketua dan Anggota Panwas
Kabupaten, karena jelas-jelas temuan Inspektorat Kabupaten Buru mengarah pada
dugaan adanya penggunaan dan pertanggujawaban yang tidak sesuai dan sebagian
pertanggungjawaban tidak diyakini kebenarannya. (KT-10)
0 komentar:
Post a Comment