Muhammad Ahda
Hukul, SE
|
Namlea, Kompastimur.com
Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Buru mendatangi
Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Namlea untuk meminta jaksa serius menangani
tindakan proforma dan pemahalan proyek yang merugikan negara Rp.8,8 milyar
lebih.
Wartawan Kompastimur.com
melaporkan, dua fungsionaris GNPK,
Muhammad Ahda Hukul, SE dan Kasmir Mustafa bertandang ke Kantor Kajari
Namlea, Selasa (29/8) pagi.
Kepada media ini keduanya mengaku ingin bertemu Kajari
Namlea, Nelson Butar Butar, SH. Tapi saat melapor di piket, diperoleh
penjelasan kalau Neslon sedang mengikuti kegiatan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Maluku.
Karena itu, selama di Kantor Kajari, keduanya hanya
menemui Kasie Intel Kejari Namlea Dewa Mandala, SH.
Kepada Kasie Intel, GNPK meminta agar jaksa membidik
kasus proforma, alias tender diatur-
atur di UPL Buru dan adanya tindakan pemahalan yang merugikan negara sebesar
Rp.8,8 milyar lebih.
Mereka hanya beberapa menit di ruang kerja Kasie Intel
dan sempat memasalahkan dana hibah tahun 2016 lalu yang diberikan Bupati Buru
kepada Kajari Namlea, Nelson Butar Butar.
Kasie intel hanya berjanji akan menyelidiki kasus tersebut
setelah ada laporan. Ia meminta GNPK membuat laporan tertulis.
Sedangkan menyangkut dengan dana hibah Rp.270 juta,
awalnya Kasie Intel mengaku tak tahu. Namun setelah bertukar informasi dengan
Kasie Pidsus, rekannya itu berdalih dana hibah yang diberikan itu dalam bentuk
barang dan tidak dijelaskan spesifikasinya.
Kepada Kompastimur.com,
Hukul mengatakan berkeinginan bertemu langsung dengan Nelson Butar Butar
perihal dana hibah Bupati Buru tersebut. Uang dalam jumlah banyak itu bukan
diberikan dalam bentuk barang, melainkan dalam bentuk tunai di tahun 2016 lalu.
Hukul mengingatkan Bupati Buru, Ramly Umasugi agar
berhati-hati memberikan dana hibah kepada instansi vertikal Kejari Namlea,
karena itu lembaga negara yang turut menangani kasus korupsi di daerah.
"Jangan sampai terkesan, pemberian uang Rp.270
juta itu bagian dari gratifikasi kepada Kajari agar masalah yang ada di Pemkab
Buru yang begitu banyak jangan diutak-atik oleh jaksa," cibir fungsionaris
GNPK ini.
Dari Kantor Kejari Negeri Namlea, dua fungsionaris
GNPK ini bertandang ke Dinas PU Buru. Setelah menunggu cukup lama, siangnya
mereka ditemui Kadis PU, Ny Sifa Alatas ST.
Selama bertemu Kadis PU, GNPK ngotot memasalahkan
kasus pemahalan proyek Rp.8,8 milyar di lingkup Pemkab Buru, termasuk di Dinas
PU atas dua paket jalan menuju pedalaman yang mencapai Rp.7 milyar lebih.
Sifa sempat beralasan kalau tindakan pemahalan itu
terjadi di tahun 2016 lalu saat ia masih belum menjadi Kadis PU. Ia sempat
melempar tanggungjawab pemahalan itu kepada Unit Pelaksana Lelang (UPL).
Namun Hukul meminta Sifa agar jangan cuci tangan,
sebab EE/HPS yang digunakan oleh UPL itu
berasal dari Dinas PU sebagai pemilik proyek. HPS itu melebihi basic price yang
tertera dalam SK bupati.
Ia menantang Sifa supaya melaporkan masalah proforma
dan pemahalan proyek ini kepada Kejari Namlea.
"Pemahalan ini, ibarat menitip uang di
kontraktor. Setelah dibayarkan, baru pemilik proyek mengambil lagi uang
tersebut. Ini juga modus korupsi gaya baru," kata Hukul yang sempat
membuat Kadis PU terdiam sejenak.
Kepada GNPK ini, Sifa berjanji akan memberikan teguran
kepada stafnya yang lalai. Ia mengaku kalau Bupati juga akan memberikan teguran
keras nantinya.
Namun Hukul dan Kasmir mengatakan, teguran itu tak
cukup untuk dapat mengembalikan uang negara yang telah diboroskan atas tindakan
pemahalan tadi. GNPK tetap meminta Kadis PU meneruskan masalah ini ke ranah
hukum pidana korupsi.
Kepada wartawan, Hukul mengaku kalau Kadis PU tak
berani membawa masalah itu ke kasus hukum. Ia mengaku nanti Bupati yang akan
memberikan sanksi kepada bawahannya.
Menanggapi dalih Kadis PU ini, Hukul mengatakan,
bagaimana Bupati mau beri sanksi, sedangkan Bupati sendiri tidak patuh dengan
membuat Peraturan Bupati yang bertentangan dengan undang-undang.
"Bagaimana Bupati mau beri sanksi. Sedangkan dia
membuat Peraturan Bupati yang menggerogoti uang negara dari tahun 2014 lalu
hingga 2016. Kalau peraturan ini belum dicabut, maka tahun 2017 sudah pasti Bupati
dan Wakil Bupati enak-enakan menggerogoti lagi uang sampai ratusan juta
rupiah," kata Hukul.(KT-10)
0 komentar:
Post a Comment