Ketua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Junaidi Mahad diduga telah
melakukan penipuan terhadap puluhan Guru di Kabupaten berjuluk Ita Wotu Nusa
itu.
Hal ini
disampaikan Ketua Bidang Pelayanan Publik LSM Pemantau Pemerintahan Daerah
(PAPEDA) Maluku, Shalihin Kelian kepada Kompastimur.com,
Selasa (11/7).
Menurut Kelian, setelah melakukan investigasi, dengan mengelar rapat dengan beberapa Guru yang merupakan korban dari aksi penipuan yang dilakukan oleh Junaidi Mahad, para Guru mengakui bahwa Junaidi saat itu mengatasnamakan diri sebagai salah satu coordinator Universitas Tritunggal Surabaya (UTS) di Kabupaten SBT dan memberikan sosialisasi untuk sejumlah guru di kabupaten setempat serta menawarkan ijasah dari UTS di Kabupaten SBT.
“Karena para guru di SBT juga atas dasar tuntutan undang-undang ASN, karena kebutuhan guru dari modal diploma untuk menyesuaikan pangkat, maka dituntut harus memiliki ijasah Strata Satu (S1), sehingga para guru tertarik dengan apa yang disampaikan Ketua KPU SBT, Junaidi Mahad dalam sosialisasinya terkait dengan penawaran Ijazah dari UTS itu,” ujar Kelian.
Berdasarkan pengakuan dari sejumlah Guru yang ada di SBT itu, lanjut Kelian, yang bersangkutan meminta kepada para guru untuk membayar biaya dengan jumlah bervariasi mulai dari Rp.5 juta, 7 juta hingga 15 juta guna digunakan untuk pembayaran tiga tahap, yakni membayar uang semester, yudisium dan wisuda demi memperoleh ijasah S1 bagi yang belum memiliki ijasah S1 tanpa mengikuti proses perkuliahan.
“Ada sebagian guru yang suidah membayar uang dan telah mendapatkan ijasah, namun ketika para guru ingin melakukan penyesuaian pangkat, ternyata Ijasah yang diberikan oleh saudara Junaidi itu ditolak oleh Kemenristek Dikti, karena tidak terdaftar dalam pangkalan data kementerian Ristek Dikti. Itu yang kemudian membuat kami dari LSM mensinyalir ada dugaan penipuan yang dilakukan oleh Junaidi Mahad,” terangnya.
Kelian yang juga merupakan Pjs. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpatti Ambon itu menilai proses tersebut sangat tidak masuk akal dari logika akademiknya, karena tidak mengikuti proses perkuliahan.
Selain itu, sebagian
besar para guru yang dijanjikan hanya wisuda nama itu belum mendapatkan ijasah
dari Junaidi Mahad, sementara biaya yang dipungutnya itu sudah dilunasi.
“Sebagai pejabat publik seharusnya Junaidi Mahad tidak boleh melakukan tindakan melawan hukum. Ini pengakuan langsung dari para guru yang melakukan pertemuan langsung dengan LSM PAPEDA Maluku dalam pertemuan antara kami dengan mereka. Bahwa mereka telah melakukan pendekatan persuasive dengan Junaidi Mahad, untuk mengembalikan sejumlah uang milik para guru, jika ijasah itu tidak ada atau tidak berlaku,” jelasnya.
Komunikasi yang dibangun oleh para guru itu juga tidak pernah direspon oleh Komisioner KPU SBT itu. Dengan fakta itu, sehingga para guru memberikan kuasa kepada LSM PAPEDA Maluku untuk melaporkan kasus ini secara resmi ke pihak Kepolisian.
“Kami telah melaporkan secara resmi ke Polres SBT beberapa waktu lalu dan setelah proses pemanggilan, baik kepada pihak pelapor maupun terlapor memberikan keterangan, penyidik Polres setempat mengatakan bahwa laporan yang kami sampaikan itu belum cukup bukti, sehingga proses pemeriksaan kedua terhadap Junaidi Maghad tidak bisa dilanjutkan,” bebernya.
Sementara itu, fungsionaris LSM PAPEDA Maluku, Lipren yang juga adalah Mahasiswa Hukum Unpatti Ambon mengatakan, sesuai dengan pandangan hukum berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang tertera dalam kitab UU hukum acara pidana bahwa ketika ada laporan yang masuk pada pihak kepolisian, maka harus ditindaklanjuti. Apalagi pihak korban telah memberikan kuasa kepada LSM PAPEDA Maluku untuk meneruskan itu.
“Pada saat laporan sudah disampaikan berdasarkan bukti permulaan awal yang kuat dengan membawa sejumlah kwitansi, namun pihak Polres SBT tidak menanggapinya dengan baik. Kami menilai Polres SBT juga telah masuk angin, karena ada bukti permulaan yang kuat untuk diteruskan, namun kemudian kasus ini terkesan mangkrak,” pungkasnya. (KT-SH)
0 komentar:
Post a Comment