Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dibawa
pimpinan Ibrahim Ruhunussa dinilai melakukan pemborosan terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten setempat.
Hal ini disampaikan Ketua Pusat Kajian Informasi dan Aspirasi Rakyat
Maluku Tengah (Pukat Seram), Fahry Asyathri kepada Kompastimur.com, Kamis (20/7).
Menurut Fahry, anggaran untuk fasilitasi pakaian anggota DPRD senilai Rp.3,4 hingga 3,8 juta/baju yang dianggarkkan oleh DPRD setempat itu lumayan besar, bahkan 3 kali lebih mahal jika dibandingkan dengan DPRD Maros yang hanya seharga Rp.1,2 juta/baju.
"Saya kira, harga baju dinas untuk anggota DPRD Malteng seharga Rp. 3,4 hingga Rp.3,8 juta per baju yang dianggarkan melalui APBD itu luar biasa mahal. Bahkan, tiga kali lebih mahal dibandingkan dengan DPRD Maros yang hanya Rp.1,2 juta/baju. Padahal keputusan Bupati mengatur bahwa untuk jenis kain dan harga, harus didasarkan pada azas penghematan, kepatutan dan kewajaran," ujar Fahry.
Menurutnya, total anggaran untuk pembelian baju DPRD Maros itu berkisar Rp.180 juta, sementara untuk DPRD Malteng sebesar Rp.574 juta. Dimana, masing-masing anggota DPRD diberi jatah 4 pasang setiap tahunnya.
"Kalau sudah begini, lantas sisi penghematannya dimana?," tanya
Fahry.
Menurutnya, itu termasuk pemborosan, karena jika dibandingkan dengan DPRD lain di Indonesia, harga total pakaian dinas 4 pasang per anggota DPRD Malteng termasuk sangat tinggi.
Setelah dikalkulasi, sebut saja DPRD Kendal, Jawa Tengah hanya Rp.7,4 juta untuk 4 pasang bagi 45 anggota DPRD. DPRD Maros, Sulsel hanya 1,8 juta untuk 1 pasang. Sedangkan untuk Malteng, setelah dipotong pajak pun harga sangat luar biasa yakni Rp.16.600.000 untuk 4 pasang dan itu pengadaannya setiap tahun.
"Ini sudah seperti baju lebaran saja tiap tahun. Untuk harga segitu berarti kualitas bahannya pasti bagus sekali dan bisa dipakai 2 tahun sehingga mengurangi beban anggaran. Selain itu, soal bahan dan kualitas serta harga pakaian dinas DPRD itu asasnya diatur dalam Keputusan Bupati dan wajib memperhitungkan asas penghematan, kepatutan dan kewajaran. Ini amat tidak wajar dan pemborosan anggaran. Sama dengan pembelian 1 set infokus senilai 50 juta," bebernya.
Di sisis lain, kata Fahry, Bupati sedang berupaya melakukan penghematan anggaran, tetapi Sekretariat DPRD malah melakukan pemborosan. Ini tidak sejalan dengan semangat efesiensi anggaran.
"Saya minta hal ini patut menjadi catatan serius pihak Kejaksaan Negeri Masohi bahwa ada tercium indikasi mark up begitu banyak dalam sejumlah kegiatan di DPRD. Karenanya LSM Pukat Seram mendesak pihak Kejari segera menelusuri hal ini. Ini anggaran rakyat jadi butuh diawasi oleh semua elemen," tuturnya. (KT-SH)
0 komentar:
Post a Comment