Oyang Orlando Petrusz |
Kisar,
Kompastimur.com
Ada pengakuan menarik yang dilontarkan Oyang Orlando
Petrusz menyangkut desakan banyak pihak terhadap penyidik Kejaksaan Negeri
Cabang Maluku Tenggara di Wonreli untuk memproses dugaan penggelapan dana
Bantuan Operasional Sekolah Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2009-2010 yang
merugikan negara Rp 408 juta.
Setelah pemberitaan media ini menyangkut kedekatan
Petrusz dengan Sekretaris LSM Berani (Berantas Korupsi Indonesia) Izack
Kyairlay, kini Petrusz ’bernyanyi’ kalau dirinya pernah ditelepon mantan Ketua
DPD NasDem MBD Frans Ferdinand alias Feri Letelay yang menanyakan kelanjutan
tekanan LSM Berani dan pegiat anti korupsi kepada Kecabjari Malra di Wonreli,
Kisar, agar Manajer Dana BOS Kabupaten MBD Hermanus Octovianus Lekipera
diproses hukum secepatnya.
“Beta nih punya kacil ada tes di Makassar dan sudah
satu Minggu beta tinggal sementara di sini. Beta dapat informasi dari Izack
(Knyairlay) soal bung (Hermanus Octovianus Lekipera) kita tidak pernah angkat
lagi sesuai kesepakatan. Memang beta pernah ditelepon oleh Feri (Frans
Ferdinand) Letelay soal bung punya kasus, tapi beta tidak tanggapi. Beta hanya
bilang Kepala Kecabjari Malra di Wonreli tidak tertarik lagi melanjutkan kasus
ini (dugaan penggelapan dana BOS MBD). Mungkin dari informasi ini mereka
melakukan tekanan kaapa ya,’’ tulis Petrusz melalui pesan singkat yang dikirim
ke salah satu pengurus NasDem MBD sebagaimana juga diperoleh media ini, Senin
(12/6).
Namun ketika ditanyakan lagi menyangkut hal ini,
Petrusz menampiknya.
“Saya sudah tidak ingat lagi. Mohon bung (wartawan)
tanyakan saja ke yang bersangkutan (Frans Ferdinand Letelay),’’ tepis Petrusz.
Menyinggung informasi laporan LSM Berani di dukung
atas masukan informasi darinya, Petrusz tidak secara gamblang mengakuinya.
Hanya saja, dia mengatakan secara normatif, apa yang dia lakukan semata-mata
karena masyarakat juga berperan penting dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi.
“Soal tempat (TKP pembuatan laporan LSM Berani) itu
tak penting. UU Pemberantasan Tipikor (Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU RI No.20
Tahun 2001) menjamin hak masyarakat untuk melaporkan dugaan tindak pidana
korupsi, apalagi kasus dugaan penggelapan dana BOS MBD Tahun 2009-2010 telah
menjadi konsumsi utama masyarakat di MBD dan di daerah ini dalam beberapa tahun
terakhir. Soal kelanjutan laporannya itu wewenang kejaksaan melalui Pulbaket
(pengumpulan bahan dan keterangan). Yang penting selaku masyarakat, kita sudah
melaporkannya, soal pulbaket itu bukan kewenangan kami,’’ sahut pegiat anti
korupsi yang juga mantan politisi partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) MBD dan
kini kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) setempat.
Salah satu aktivis MBD dalam pengakuannya kepada pers
mengungkapkan dalam pertemuannya di kawasan Gunung Nona, Kecamatan Nusaniwe,
Kota Ambon, pertengahan 2014 silam, saat itu dirinya juga bersama Petrusz,
Colins Lepuy (Ketua LSM Berani), Izack Knyairlay (Sekretaris LSM Berani),
Yosafat Lendert (pegawai Tata Usaha Kecabjari Malra di Wonreli), dan Thomas
Gabriel. Namun, menyangkut hal ini ketika dikonfirmasi Petrusz enggan
mengklarifikasinya hingga berita ini naik cetak atau dilansir media ini.
Mantan Ketua DPD NasDem MBD, Frans Ferdinand Letelay yang dikonfirmasi via pesan singkat belum bersedia menjawab pertanyaan media ini seputar hubungannya dengan Petrusz dalam hubungan laporan LSM Berani ke Kecabjari Malra di Wonreli.
“Adik (wartawan), beta lagi sidang di Jakarta. Nanti
malam baru beta hubungi adik,’’ elak Letelay yang juga advokat senior ini.
Untuk diketahui istri Letelay merupakan salah satu
personel jaksa di Kejaksaan Tinggi Maluku sehingga diduga dari banyak sumber
Letelay diduga ikut bermain di balik desakan pemeriksaan dan proses hukum
terhadap Lekipera.
Di bagian lain, Lekipera dalam suatu kesempatan mengakui banyak pihak yang berada di belakang desakan masyarakat, terutama LSM Berani, kepada Kecabjari Malra di Wonreli untuk mengusut dirinya hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan penggelapan dana BOS MBD tahun 2009-2010.
“Saya ini termasuk orang yang vokal terhadap
kebijakan Pemerintah Kabupaten MBD yang tidak pro rakyat. Karena saya suka
menentang kesewenang-wenangan dan kebijakan tidak memihak dari bupati kepada
rakyat MBD, makanya saya dibenci oknum pejabat dan penguasa di MBD,’’ ungkap
Lekipera.
Wakil Ketua DPRD MBD ini juga menduga karena dirinya
punya basis massa (konstituen) yang jelas dan banyak di kepulauan Romang
sehingga menjadi ancaman bagi politisi-politisi partai lain, misalnya Gerindra,
Golkar, dan NasDem MBD sendiri menjelang pemilihan anggota legislatif pada 2019
mendatang.
“Karena punya basis massa yang jelas, lawan-lawan
saya dari internal NasDem MBD dan elite dari parpol lain untuk membunuh
karakter saya melalui kasus dana BOS MBD. Tidak etis saya menyebutkan
oknum-oknum politisi itu, tapi masyarakat di Romang tahu mereka satu pers
satu,’’ tegasnya.
Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, tandas Lekipera, dirinya menjunjung tinggi supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, dirinya selalu kooperatif ketika dipanggil pihak Kejaksaan untuk memberikan keterangan sebagai saksi dan kini ditingkatkan menjadi tersangka meski menggunakan hasil audit BPKP Maluku Tahun 2017 yang sangat bersalahan dengan hasil audit BPKP Maluku Tahun 2009-2010 dan hasil audit Bawasda Kabupaten MBD Tahun 2011 yang tidak menemukan adanya penggelapan dana BOS MBD.
“Saya tetap kooperatif, dan saya tetap menjunjung
tinggi supremasi hukum di negara yang kita cintai ini. Saya hanya melihat dalam
kasus dana BOS MBD ini saya diciderai teman-teman saya di NasDem MBD maupun
politisi parpol lain karena haus kekuasaan. Kasus saya ini lebih bernuansa
politis, namun digiring masuk ke ranah hukum,’’ kuncinya.
Kuasa Hukum Lekipera, Rony Samloy |
“Prinsipnya seseorang belum dapat dikatakan bersalah
sebelum dinyatakan bersalah dan divonis oleh pengadilan. Karena itu, saya imbau
teman-teman pers untuk lebih profesional dan proporsional dalam pemberitaan
sehingga tidak membunuh karakter klien saya atau melakukan ’trial by the press’
terhadap klien saya sebelum dijatuhkannya vonis oleh pengadilan,’’ imbau
jurnalis senior yang juga advokat muda ini.
Samloy menegaskan dirinya sangat menghormati peran
pers sebagai salah satu pilar kekuatan demokrasi, selain eksekutif, legislatif
dan yudikatif, dalam melakukan kontrol sosial melalui pemberitaan-pemberitaan
yang berimbang dan independen dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
“Saya sangat menghormati dan mendukung tinggi
tugas-tugas teman-teman sebagai alat kontrol sosial untuk memberangus
praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia, khususnya di
Maluku, tapi saya juga berharap teman-teman pers yang saya hormati dan
banggakan tidak cepat terkooptasi dengan kepentingan politik segelintir elite
yang haus kekuasaan namun mengorbankan orang lain dengan menggiring persoalan
politik ke ranah hukum. Bagi saya, ada kasus hukum murni, kasus politik
berdimensi hukum, dan kasus hukum berdimensi politik. Nah, kasus yang menjerat
klien saya ini adalah kasus politik berdimensi hukum karena diduga banyaknya
tangan-tangan tak kelihatan yang bermain di belakang semua ini. Jadi saya minta
teman-teman pers tidak cepat terjebak dengan skenario kotor elite-elite politik
tidak bertanggung jawab yang berupaya merebut kekuasaan dengan mengorbankan
orang lain yang belum tentu bersalah,’’ harapnya. (KT-ROS)
0 komentar:
Post a Comment