Hasil
audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku tidak
menemukan unsur penyimpangan dalam penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah
di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang diperuntukkan bagi 151 Sekolah Dasar (SD)
dan 43 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tahun Anggaran 2009 dan 151 SD dan 52 SMP
pada Tahun Anggaran 2010.
Hasil
pemeriksaan internal pejabat Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten MBD Tahun
2011 pun berpendirian serupa di mana tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam
penyaluran dana BOS bagi seluruh sekolah SD dan SMP di wilayah itu selama kurun
dua Tahun, 2009 dan 2010.
Wakil
Bupati MBD 2011-2016 Johanis Letelay menegaskan tidak ada unsur penyimpangan
dalam penyaluran dana BOS di wilayah itu selama 2009 dan 2010.
Kasus ini pun telah ditangani dua Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tenggara (Malra) di Wonreli, Kisar, Kabupaten MBD, Ari Rahail dan Paris Manalu, namun tak ditemukan adanya penyimpangan penggunaan anggaran yang dilakukan manajer dana BOS Kabupaten MBD, Hermanus Octovianus Lekipera.
Kasus
ini pun sempat ingin di-SP3-kan, namun hingga akhir masa tugas dua kacabjari
Malra di Wonreli, Lekipera belum memperolehnya Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3) atas perkara dana BOS MBD tahun 2009 dan 2010.
Lucunya, berbekal laporan yang tidak didukung data yang valid dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berantas Korupsi Indonesia (BERANI), Kecabjari Malra di Wonreli menjadikannya sebagai dasar pengusutan kembali kasus ini meski berbekal hasil audit BPKP Maluku Tahun 2017.
“Saya yang buat laporannya, angka-angka kita pakai logika saja sehingga kita taruh kerugian negara dalam dugaan penyalahgunaan Dana BOS MBD Tahun 2009 dan 2010 mencapai puluhan miliar rupiah. Misalnya, yang terjadi di SD Negeri Kour Atua di Jerusu, Romang. Di sekolah ini siswanya mencapai 300 orang, tapi penyaluran dana BOS hanya dinikmati 200 siswa, berarti ada selisih 100 siswa yang tidak menerima dana BOS tersebut. Kalau kita kalikan seratus per satu sekolah dengan 151 SMP ditambah 52 SMP, bukankah kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah. Nah, setelah kita dapat data-data pendukung dari bung Frangky Dahoklory dan beberapa teman aktivis dari MBD, saya dan Colins Lepuy sebagai Ketua LSM BERANI lalu mengetik laporannya di Kampus UKIM di Tanah Lapang Kecil. Tapi saya tanda tangani laporannya di Gunung Nona (kawasan Urimessing),’’ tutur Sekretaris LSM BERANI, Izack Kyairlay kepada sejumlah insan pers di rumah Ton Kobis, lorong Bapelkes Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Senin (6/6) malam.
Kyairlay mengakui setelah laporannya disampaikan ke Kantor Cabang Kejari Malra di Wonreli pada 2014, penyidikannya dilakukan pegawai Tata Usaha Kecabjari Malra di Wonreli, Yosafat Lendert.
“Laporan
yang kita sampaikan itu diterima pak Tete (Yosafat Lendert), dan beliau juga
yang memeriksa atas izin Kecabjari Malra di Wonreli saat itu,’’ ungkapnya.
Kyairlay berdalih laporannya bukan menjadi dasar pihak penyidik Kecabjari Malra di Wonreli melakukan pemeriksaan dan akhirnya menjadikan Lekipera sebagai tersangka dalam dugaan penggelapan Dana BOS Kabupaten MBD Tahun 2009 dan 2010.
Dia
justru menuding pengurus internal NasDem Kabupaten MBD yang getol menekan pihak
penyidik Kecabjari Malra di Wonreli untuk membuka kembali perkara ini yang
sebelumnnya tidak ditemukan penyimpangan keuangan negara sesuai hasil audit
BPKP Maluku Tahun 2009 dan 2010 dan hasil audit Bawasda MBD Tahun 2011.
“Yang
desak kasus untuk diusut pihak kejaksaan adalah orang-orang internal NasDem MBD
dan teman-teman pak Lekipera sendiri,’’ kelit Knyairlay.
Siapa
pengurus internal NasDem Kabupaten MBD yang dimaksudkannya, Kyairlay enggan
menjawabnya. Apakah orang internal NasDem yang dimaksudkan Kyairlay bertugas
sebagai anggota dewan di MBD dan di DPRD Maluku serta ada juga yang berprofesi
sebagai pengacara, Kyairlay juga enggan berspekulasi.
“Pokoknya
kasus ini ditekan oleh teman-teman pak Lekipera sendiri,’’ tulis Knyairlay
melalui pesan singkat yang juga diterima media ini ini.
Knyairlay merupakan orang kepercayaan OOP, salah satu politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang selalu getol menyuarakan kasus-kasus korupsi di MBD, terutama di Kepulauan Romang, untuk kepentingan pencalonan diri sebagai calon anggota DPRD Maluku dari daerah pemilihan VII, Maluku Tenggara Barat dan MBD.
Bantah Berikan Data Ke LSM BERANI
Mantan
Ketua Gerakan Mahasiswa (GEMA) MBD, Frangky Dahoklory membantah keterangan
Sekretaris LSM BERANI Izack Knyairlay yang mengungkapkan laporan tertulis yang
disampaikan ke penyidik Kecabjari Malra di Wonreli bersumber dari data yang
diperoleh dari dirinya.
“Keterangan
saudara Izack Knyairlay tidak benar. Saya tidak punya hubungan apa-apa dengan
dia maupun dengan LSM BERANI. Saya juga tidak pernah tahu menahu soal Dana BOS MBD,”
tepis Dahoklory melalui saluran teleponnya langsung dari Jakarta, Jumat petang.
Di bagian lain, pegawai Tata Usaha Kecabjari Malra di Wonreli, Yosafat Lendert yang dihubungi koran ini belum memberikan klarifikasi menyangkut dugaan keterlibatannya dalam upaya membunuh karakter Lekipera melalui penyidikan atas laporan yang disampaikan Kyairlay dan kawan-kawan.
Kasus Politik Berdimensi Hukum
Dalam
laporannya yang disampaikan ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem) Maluku,
Lekipera menegaskan selaku warga negara yang baik dirinya selalu berprinsip
untuk menjunjung tinggi supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Selama
ini saya berupaya untuk selalu kooperatif ketika dimintai keterangan oleh pihak
kejaksaan,’’ ungkap Wakil Ketua DPRD MBD 2014-2019 ini.
Lekipera menilai pemeriksaan terhadap dirinya terkesan dipaksakan elite-elite politik untuk menggusur kedudukannya.
“Yang
saya alami adalah kasus politik yang digiring ke ranah hukum. Jadi ada
ketakutan orang-orang tertentu di NasDem MBD terkait posisi dan peluang mereka
yang semakin sulit menjelang pemilihan legislatif Tahun 2019,’’ kesannya.
Lekipera menjelaskan dirinya ditunjuk dan dilantik sebagai Kepala Seksi Pendidikan Dasar sekaligus Manajer Dana BOS berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga MBD Octovianus Saununu oleh Penjabat Bupati MBD Yopi Patty pada Tahun 2008.
Dalam
pelaksanaan tugas sebagai Kepala Seksi Dikdas dan Manajer Dana BOS, ucap
Lekipera, dirinya dipanggil Kacabjari Malra di Wonreli Ari Rahail untuk
menjalani pemeriksaan bersama seluruh Kepala Sekolah SD dan SMP. Namun, dalam
pemeriksaan tersebut tidak ditemukan adanya penggelapan penggunaan Dana BOS
sesuai laporan yang disampaikan LSM BERANI.
“Begitu juga pada Tahun 2010, saya kembali dipanggil bersama seluruh Kepala SD dan SMP untuk menjalani pemeriksaan oleh Kecabjari Malra di Wonreli yang baru, Paris Manalu. Namun, lagi-lagi dalam pemeriksaan tersebut tidak ditemukan adanya penggelapan Dana BOS. Saya tidak memungkiri dalam pelaksanaannya terdapat kelebihan dana BOS yang diberikan sekolah kepada saya selaku Manajer BOS. Namun, kelebihan tersebut telah dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi Maluku,” tulis Lekipera.
Lekipera menduga penetapan dirinya sebagai tersangka sengaja dipolitisasi dan ada kental unsur balas dendam.
“Saya
menduga penetapan saya sebagai tersangka ada unsur politisasi dan balas dendam
mengingat laporan yang disampaikan LSM BERANI ikut dibuat oleh salah satu
pegawai Tata Usaha Kecabjari Malra di Wonreli, YL, yang juga berasal dari
Romang,” duga Lekipera. (KT-ROS)
0 komentar:
Post a Comment