Selesai Sahur, saya Arman Tanamal bersama anak dan
istri, tepat hari Selasa, 20 Juni 2017 hati gelisah memikirkan kedua orang tua
karena selang beberapa hari kedepan hari kemenangan yang Fitri telah tiba,
yaitu Lebaran Idul Fitri, dan saya melafalkan niat untuk pulang kampung lebaran
bersama kedua orang tua di kampung halaman.
Paginya, saya langsung ke Kantor Trigana Air Bula Kabupaten
Seram Bagian Timur (SBT) hendak memesan dua tiket pesawat untuk istri dan anak
saya dengan tujuan Bandara Internasional Nasional Pattimura Ambon.
Walaupun hari itu sejak pukul 01.00 WIT sampai pukul 05.00
WIT cuaca sangat tak bersahabat, bunyi guntur di serta kilat yang kencang
begitu juga guyuran hujan yang bisa dikatakan sangat buruk cuaca hari itu, hati
gelisah melihat cuaca yang kurang bersahabat, mengingat keselamatan anak istri
ditambah dengan rindu yang menggebuh untuk berkumpul dengan keluarga, sementara
tiketnya telah saya booking. Tepat pukul 05.30 WIT, saya mengantarkan istri dan
anak saya ke Kantor Trigana sesuai waktu yang telah ditentukan pihak Trigana
Air, di sana terlihat banyak saudara-saudara yang juga dengan tujuan yang sama,
yaitu Mudik, mata saya tetap memandang ke langit sambil berharap yang Kuasa
memberi cuaca yang baik untuk penerbangan istri dan anak saya, Alhamdulillah
cuaca pagi itu cukup mendukung untuk penerbangan.
Selang beberapa menit kemudian 4 buah mobil yang
mengantarkan rombongan ke bandara mulai bertolak. Dan sayapun mengambil
persiapan lintas Bula - Ambon menggunakan kendaraan roda dua (Sepeda Motor-red),
Tas, Minyak di Motor dan Jaket Hujan, dsb.
Persiapan pun telah dipenuhi dan sahabat kecilku Baim
Rumadaul sapaan akrabnya, yang ikhlas menemaniku sepanjang perjalanan waktu
itu, kita berdua pun bertolak dari Bula sekitar pukul 06.45 WIT, sepanjang
perjalanan, canda, tawa penghilang ngantuk pun selalu ada mengingat kami dalam
kondisi berpuasa dan rentang untuk ngantuk. Jarak yang kita tempuh kurang lebih
500 KM dan kecepatan disesuaikan dengan kondisi jalan yang agak berat.
Sekitar pukul 09.00 WIT tibalah kami di Negeri Wahai
Kecamatan Seram Utara, dan kamipun telah dua kali mengisi bensin di penjual
bensin eceran, setelahnya kami melanjutkan lagi perjalanan hingga menembus kaki
gunung tertinggi di Pulau Seram itu, istilah kerennya "Gunung SS".
Alhamdulillah rintangan terberat telah terlewati,
kini tinggal rintangan kedua Gunung Saka menuju negeri Waipia, memulai dari SS
ke Saka ada hambatan di tengah perjalanan, yang pertama yaitu hujan deras,
karena mulai dari Bula sampai di Gunung SS kami tak mendapatkan hujan, maka mantel
hujan yang disediakan tersimpan rapi di dalam bagasi motor, namun ketika
melewati Gunung Saka Hujanpun mulai menampakan sosoknya dan sayapun berhenti
dan keluarkan Mantel hujannya, karena Mantel yang disediakan modelnya satu
Mantel berkepala dua, kamipun lanjutkan melintasi gunung Saka, tiba-tiba
beberapa menit kemudian sahabat kecil saya memegang bahu saya dan mengatakan
"Abang Stop Dolo, Tas kacil ada jatoh".
Tas kecil itu isinya HP 3 buah, dompet dua buah dan
perlengkapan kami lainya. Dan sayapun berhenti dan berbalik arah untuk mencari
tas kami yang jatuh, hilangpun konsentrasi, emosipun tak terkendali, diterpa
hujan besar, belum lagi ketika melihat jarum minyak, mungkin cukup untuk balik
mencari, tetapi tidak cukup untuk melanjutkan perjalanan lagi. Belum lagi di
saku celana kami tak ada sepeserpun nominal rupiah tersisa, hatipun semakin
galau sepanjang perjalanan balik mencari tas itu, matapun fokus di atas bahu
jalan melihat dan berharap tas itu belum ditemukan, sementara perjalanan tadi
ada dua mobil dan 3 motor yang arahnya balik ke tempat jatuhnya tas itu,
bingung serta penuh harap dan Doa.
Setelah beberapa menit kemudian saya melirik ke kanan
dan ternyata ada satu buah motor yang bersingga di sebuah rumah kebun dekat
jalan, tempatnya agak ketinggian dari jalan raya, matapun tertuju kepada mereka
berdua karena saat saya lihat seperti lagi melihat sesuatu, jarak dari jalan
raya ke rumah itu kurang lebih 25 Meter, dan saya berhenti dan memutar motor ke
arah motor yang lagi parkir di seberang jalan, ketika saya berhenti dan menanyakan
"Abang dari jalur SS kan? Mereka menjawab, Bukan Katong dari Masohi"
padahal motor dan orang itu sebelumnya sama-sama berjalan pas naik d gunung SS,
saya kenal persis mereka dan saya yakin mereka menemukan tas kami.
Setelah itu, sayapun dengan berani dan penuh
keyakinan beranjak naik ke rumah kebun itu, melihat muka mereka berdua yang
panik, mungkin mereka takut karena telah membohongi kami, merekapun berkata
"Abang Katong dapa Abang dong pung tas" dan adik saya pun memeriksa
kelengkapan tas itu, setelah lengkap isinya sayapun menyuruh adik saya untuk
memberi imbalan untuk mereka dan merekapun menerimanya.
Alhamdulillah tas kamipun sudah di temukan, dan
kamipun berlanjut dengan trip kami menuju Waipirit, sepanjang perjalanan kami
merasa bahagia karena cuaca hari itu hujan, panas sampai kami tiba di pelabuhan
Waipirit tepat pukul 17.00 WIT.
Sore itu tidak ada antrian motor maupun mobil,
kamipun sampai di dalam Ferri menuju Pelabuhan Hunimua Liang, waktu menunjukkan
pukul 18.30 WIT dan diumumkannya waktu berbuka puasa, kamipun berbuka di atas
lautan antara Pulau Seram dan Pulau Ambon, tibalah kami di pelabuhan Hunimua pukul
19.15 menit, kamipun harus menempuh kurang lebih 1 Jam kedepan, maka sampailah
di Negeri Wakal.
Ketika tiba, perasaan Bahagia, Rindu, Capek melebur
menjadi satu melihat istri dan anak yang telah sampai duluan, melihat Papa,
Mama, Adik, Ponakan dan keluarga lainnya yang telah menanti kami. Sesampainya
di rumah, rasa lelah serasa termakan habis oleh rindu yang melebihi segalanya.
Itulah hikmah Rindu Kepada-Nya, Kepada orang tua
kita, kepada orang-orang tersayang, anak, istri dan saudara dengan kebersamaan
yang indah di bulan suci menuju Hari yang fitrah. (Arman Tanamal)
0 komentar:
Post a Comment