Pemerintah
Pusat, dalam hal ini Kementrian Sosial dan Kementrian Pedesaan diminta untuk
meninjau kembali tenaga Pendamping Keluarga Harapan (PKH) & Pendamping Desa
yang ada di setiap Kabupaten/Kota di Indonesia.
Pasalnya
di saat Negara sedang menghemat anggaran dan mengatasi tingkat pengangguran ternyata
masih ditemukana ada yang merangkap 2 jabatan/pekerjaan yang berbeda pada dua
kementerian yang berbeda pula, yaitu pada Kementerian Sosial dan Kementrian
Desa.
Hal
ini menunjukkan ada oknum yang saat ini mendapat gaji pada 2 lembaga berbeda yang
dibiayai dari APBN. Padahal, praktek ini tentu saja berbeda dengan aturan yang
berlaku dan sangatlah tidak dibenarkan.
Namun, berdasarkan hasil investigasi media ini serta berbagai informasi yang diperoleh dari berbagai sumber yang akurat, ternyata temuan tersebut ada pada Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
Dimana,
praktek 1 orang merangkap 2 jabatan ini selain melanggar aturan juga berdampak
pada kinerja mereka di lapangan. Karena dengan merangkap 2 jabatan tersebut,
tentu hasil kerja mereka di lapangan tidaklah efektif dan menggunakan laporan
asal jadi.
Berdasarkan
penuturan sumber terpercaya di Dobo, Sabtu (10/6) mengaku bahwa sebenarnya praktek
semacamitu tidak bisa diberlakukan, sebab kalau seseorang sudah menjadi PKH
yang dibawa langsung oleh Kementerian Sosial, maka yang bersangkutan tidak bisa
lagi menjadi Pendamping Desa dibawa Kementerian Desa.
Namun anehnya, di Kabupaten Kepulauan Aru, ditemukan ada oknum bernama Johan Untayana yang telah menjadi PKH, namun kemudian mengikuti tes Pendamping Desa pada Tahun 2015-2016 yang diselenggarakan oleh Kementrian Desa dan lolos lantaran diduga memiliki orang dalam untuk meloloskannya.
Pasca
kelulusannya itu, saat ini yang bersangkutan mendapatkan gaji ganda, baik gaji yang
berasal dari Kementerian Sosial maupun dari Kementrian Desa.
Sementara
itu, salah seorang warga yang tidak mau namanya disebutkan mengatakan, saat ini
mencari kerja cukup susah akibat dari ada satu orang bisa menjadi pegawai di
dua lembaga yang berbeda.
“Padahal
kan tidak boleh. Apalagi ini Kementerian, kalau begitu saya bisa honor di 2
dinas yang berbeda juga. Misalnya, kalau saya honor di Dinas P, saya juga bisa
Honor di Dinas C. Itukan aneh, kok bisa gaji double, sementara seorang PNS yang
jadi Kepala Desa saja tidak bisa menerima gaji yang bersumber dari APBN. Kalau memang
tidak bisa, kenapa seperti itu,” tanyanya heran.
Terkait
kondisi itu, dirinya meminta Kepada Kepala Dinas Sosial Kabupaten kepulauan Aru
untuk secepatnya melakukan tindakan terhadap hal ini karena tidak sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Dari
temuan ini, terindikasi bukan hanya Johan Untayana semata yang merangkap dua
jabatan pada kementerian berbeda, tetapi diduga ada oknum-oknum lain yang juga
merangkap jabatan dan mendapatkan gaji double pada lembaga berbeda. (KT-Tim)
0 komentar:
Post a Comment