KPUD Maluku Diimbau Tak ’’Bermuka Dua’’
Ambon, Kompastimur.com
Elia
Rony Sianressy bakal bernasib tragis jika menelisik proses Pergantian Antar
Waktu (PAW) di tubuh Partai Golongan Karya Maluku yang pernah menghancurkan
impian Ridwan Rahman Marabessy menjadi anggota DPRD Maluku hanya lantaran
keduanya pernah dihukum melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena kepemilikan, penyimpanan dan penggunaan atau
pemakaian narkotiba dan obat-obatan terlarang (narkoba) jenis sabu-sabu.
Pada
Tahun 2012, Marasabessy yang memperoleh suara terbanyak kedua di bawah raihan
Richard Louhenapessy yang mencalonkan diri dan akhirnya terpilih sebagai
WaliKota Ambon 2011-2016, harus gigit cari karena proses PAW-nya dibatalkan
Kementerian Dalam Negeri melalui KPUD Maluku karena dirinya pernah dijatuhi
hukuman penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Ambon dan diperkuat putusan
Pengadilan Tinggi (PT) Ambon yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde).
Meski
Marasabessy telah menjalani hukuman penjara,namun proses PAWnya dibatalkan KPUD
Maluku yang selanjutnya melantik Merry Maail sebagai calon anggota DPRD Maluku yang memperoleh suara terbanyak
ketiga di bawah Marasabessy sebagai anggota PAW DPRD Maluku dari Daerah
Pemilihan Kota Ambon.
Keputusan
KPUD Maluku melantik Maail menggantikan Marasabessy merupakan konsistensi
lembaga penyelenggara dalam menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor:4/PUU-VII/2009 juncto Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum
Nomor:149/KPU/III/2010.
Sejurus
dengan hal itu, bila KPUD Maluku tidak ’bermuka dua’ dalam proses PAW partai
Golkar Maluku, proses PAW Anos Yermias, calon anggota DPRD Maluku dari Daerah
Pemilihan (Dapil) 7 Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya, yang
mengantongi suara terbanyak ketiga di bawah Sianressy, dapat dilakukan
secepatnya dengan merujuk pada kasus PAW
Maail yang akhirnya menggantikan Marasabessy.
KPUD
Maluku seyogianya tetap memegang teguh aturan yang berlaku dalam mencairkan
proses PAW yang menyisakan polemik di antara Sianressy dan Yermias.
Jika
KPUD Maluku konsisten dan berani melantik Yermias sebagai calon anggota PAW
DPRD Maluku, rujukan empiris dan historisnya sudah terpapar dengan jelas karena
sebelumnya pernah terjadi dalam perkara Marasabessy dan Maail.
Tetapi
jika KPUD Maluku tidak berani mengambil risiko untuk melantik Yermias, ini
patut dipertanyakan. Khalayak akan menilai ada yang tidak beres dengan KPUD
Maluku. Atau malah komisioner KPUD Maluku dituding masuk angin dalam membedah
polemik PAW di antara Sianressy dan Yermias.
Gubernur
Maluku Said Assagaff dalam suratnya Nomor:166/768 tertanggal 27 Maret 2017
bersifat penting (bukan surat biasa) yang ditujukan kepada Kuasa Hukum Anos
Yermias, Julians Jack Wenno dan Theodoron Makarios Soulisa, telah menegaskan secara hukum rumusan
ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor:8 Tahun 2010
junctis Peraturan Pemerintah RI Nomor:16 Tahun 2010 junctis Peraturan KPU
Nomor:13 Tahun 2013, Elia Rony Sianressy tidak memenuhi syarat konstitusi
(normatif) sebagai calon PAW anggota DPRD Maluku dari Partai Golkar.
Wenno
menyerukan KPUD Maluku segera melakukan verifikasi faktual dan administrasi
dengan limit waktu lima hari sesuai amanat PKPU Nomor:16 Tahun 2010 dengan
memverifikasi formulir CB1, yakni Catatan Perolehan Suara dan EB3 yaitu
Peringkat Perolehan Suara dan DCT (Daftar Calon Tetap) dan memverifikasi
catatan-catatan lain, misalnya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) dan
catatan-catatan lain milik Sianressy.
“Saudara
Elia Rony Sianressy kan pernah dipermasalahkan karena dia pernah dihukum
menyangkut masalah Narkoba khususnya kepemilikan dan pemakaian Psikotropika
Golongan II. Oleh karena itu, KPU harus konsisten sesuai dengan PKPU No.22
Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan PKPU No. 2/2016 tentang Verifikasi
Calon di mana pada Pasal 12 PKPU No.2/2016 dijelaskan calon yang tidak dapat
diusulkan untuk PAW karena tiga hal, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri,
dan ancaman hukuman 5 tahun penjara,’’ tegas Wenno dalam jumpa pers di Ambon,
Minggu (28/5).
Wenno
menjelaskan yang termaktub di dalam PKPU hanya soal frasa ’’ancaman’’ sesuai
klausul pasal 12, bukan berbicara soal ’’tuntutan’’ dan ’’putusan’’.
’’Sangatlah keliru jika kita menyamakan frasa ’’ancaman’’ dengan ’’tuntutan’’
dan ’’putusan’’. Sebab, ada perbedaan mendasar di antara frasa ’’ancaman’’,
’’tuntutan’’ dan ’’putusan’’. Norma Pasal 12 PKPU No.2/2016 itu menyangkut
ancaman hukuman bukan tuntutan dan putusan,’’ terang Wenno.
Wenno
menguraikan dalam perkara Narkoba yang menjerat Sianressy, Pengadilan Negeri
Klas 1 A Ambon dalam perkara Nomor:97/Pid.B/2009/PN.AB tanggal 07 April 2013
dalam putusannya membebaskan Sianressy dari segala tuntutan, tetapi jaksa
mengajukan kasasi dan MA RI dalam putusan perkara Nomor: 1814/Pan.Pid.Sus/1922
K/PID SUS/2009 tanggal 05 Juli 2010 dalam Amar putusannnya menyatakan Terdakwa
Elia Rony Sianressy bersalah melakukan tindak pidana ’’Secara tanpa hak
memiliki, menyimpan dan membawa Psikotropika Golongan II’’ dan ’’Menjatuhkan
pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10
bulan’’.
’’Kalau kita sinkronkan dengan aturan-aturan,
khususnya PKPU, yang bersangkutan (Elia Rony Sianressy) sudah tidak lagi
memenuhi syarat administratif dan syarat normatif secara konstitusional yang
bersangkutan sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon PAW anggota DPRD
Maluku. Tentunya kita berharap KPUD Maluku tidak bermuka dua atau main dua kaki
dalam proses PAW Sianressy dan Yermias,’’
kunci Wenno. (KT-ROS/UPU)
0 komentar:
Post a Comment