Bupati
Buru Selatan (Bursel), Tagop Sudarsono Soulissa mengapresiasi langkah
pembentukan Kampung Siaga Bencana (KSB) di Kabupaten yang di pimpinnya.
Apresiasi
itu disampaikan Tagop dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah
(Sekda) Kabupaten Bursel, Syahroel Pawa diselah-selah acara Latihan,
Penyuluhan, Simulasi Pembukaan Kegiatan Pembentukan (KSB) di Desa Waefusi yang
dipusatkan di ruang Aula Kantor Bupati Bursel, Selasa (11/4).
“Kegiatan
ini merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi kami, karena baru pertama
kalinya kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten yang kami cintai ini,” katanya.
Dikatakan,
KSB saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana jumlah KSB
sampai Tahun 2016, telah terbentuk sebanyak 305 lokasi di seluruh Provinsi di
Indonesia. Untuk Provinsi Maluku berjumlah 13 lokasi yang tersebar di tujuh
kabupaten.
Lanjutnya,
semenjak Tahun 2006, gagasan untuk membentuk KSB telah ada dan gagasan tersebut
terealisasi Tahun 2010, yaitu ditandai dengan dibentuknya KSB di seluruh
Provinsi di Indonesia.
Keberadaan
KSB sangat dinantikan oleh masyarakat, terutama di daerah rawan bencana, karena
dengan program ini, diharapkan pengurangan resiko bencana yang menggunakan
pendekatan, dari, oleh dan untuk masyarakat dapat terwujud. Hal ini sejalan
dengan komitmen Indonesia pada tataran internasional.
Menyikapi
hal tersebut, maka oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia menganggab perlu
membentuk ‘Wadah Berhimpun’ dari berbagai komponen masyarakat agar mereka lebih
terorganisir dan terlatih dengan baik, dengan nama KSB atau Kampung Siaga
Bencana.
Dikatakan,
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang mempunyai sebagian besar wilayahnya
merupakan lautan dan kepulauan yang diapit oleh 2 benua dan 2 samudera serta
terletak diantara 3 lempengan besar dunia, sangat berpotensi terjadinya
berbagai jenis bencana, sehingga Negara ini disebut Negara seribu bencana.
Kenyataan
telah memperlihatkan bahwa hampIr seluruh jenis bencana yang ada di dunia
terdapat di Indonesia, mulai dari banjir, gempa bumi dan tsunami, angin putting
beliung dan kejadian jenis bencana lainnya.
Lanjutnya,
paradigma penanggulangan bencana berubah sesuai dengan perkembangan situasi dan
kondisi pada masa yang akan datang. Telah terbitnya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden RI
Nomor 8 Tahun 2008 tentang BNPB, dan juga telah terbitnya Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
“Melalui
kegiatan pembentukan KSB ini, diharapkan agar Tim yang terdiri dari 80 orang
yang telah dipilih dan ditetapkan dapat menghasilkan suatu keterpaduan antara
unsur yang satu dengan unsur yang lain, agar saling memahami peran dan fungsi
masing-masing,” harapnya.
Apalagi,
katanya, tuntutan dari pekerjaan penanggulangan Bencana adalah harus dilakukan
bersama-sama dan tidak dapat dilakukan sendiri.
“Untuk
itu, kita sebaiknya pandai untuk memahami hal-hal seperti itu dan tidak boleh
mengabaikan potensi modal sosial sebagai kekuatan yang sudah ada dan mengakar
di masyarakat, yaitu : Gotong Royong dalam keberagaman etnis, budaya dan agama
yang di dukung ribuan bentuk Kearifan Lokal yang majemuk dan tidak Instant.
Sebab Instant adalah bersifat segera, sementara atau seketika yang berarti
kekuatan, terkotak kotak, tidak luwes dan cenderung tertutup,” jelasnya.
Untuk
itu, katanya lagi, peserta Tim KSB, dalam memahami tentang Penanggulangan
Bencana di tanah air, di Maluku atau di Kabupaten Bursel yang kita cintai ini
sebaiknya kita tidak : Berfikir Instant, Bertindak Instant dan Berorganisasi
Instant.
Tambahnya,
agar pembentukan KSB ini tidak menjadi organisasi penanggulangan bencana
berbasis masyarakat yang bersifat Instant, maka harus dikelola berdasarkan
serba system. Dalam memahami tentang keberagaman dan kemajemukan diantara kita.
Adapun
untuk mengelola hal-hal tersebut diperlukan kecerdasan intelektual dan
kecerdasan emosional yang baik serta hanya dapat diperoleh melalui latihan dan
pengkoordinasian secara sistematis seperti pertemuan-pertemuan semacam ini.
“Maka
dari itu, diharapkan saudara-saudara dapat menggunakan pertemuan ini untuk
mengasah dan membentuk konsep-konsep Penanggulangan Bencana di daerah ini
dengan baik. Janganlah kita justru tercerai berai karenanya,” tuturnya. (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment