Pengusaha ternak
lokal yang bercokol di kabupaten buru merasa dirugikan akibat ulah dari pengusaha
ternak dari luar maluku yang melakukan pembelian hewan sapi dalam jumlah yang
besar untuk dijual ke Makasar.
Hal ini
membuat ketua HMI cabang Namlea Ali Hentihu
angkat bicara dimana menurutnya, pembelian yang dilakukan ini tanpa
melalui prosedur yang berlaku, sehingga diharapkan dinas pertanian dan
perikanan kabupaten buru dapat menertibkan para pengusaha luar maluku tersebut
karena bukan saja pengusaha lokal yang rugi, namun Pemkab Buru dan Pemprov
Maluku juga ikut dirugikan bahkan dengan adanya pembelian sapi secara
besar-besaran ini juga mengancam populasi ternak sapi yang ada di Buru.
“Kami minta
Dinas terkait segera menghentikan upaya besar- besaran membeli ternak sapi dan
kerbau dari Kabupaten Buru untuk dibawa ke Makassar, yang dilakukan pengusaha
ternak luar Maluku. Tindakan mereka ini melanggar peraturan yang berlaku
dan mulai meresahkan masyarakat terutama pengusaha ternak lokal serta
merugikan pemerintah daerah,” kata Hentihu dalam suratnya kepada kepala Dinas Pertanian dan Perternakan
Kabupaten Buru yang diterima wartawan, Jumat (14/4).
Dalam surat
tersebut juag disampaikan ke berbagai pihak diantaranya, Penjabat Bupati Buru, Kapolres Pulau Buru, Dinas Pertanian
dan Peternakan Maluku dan Gubernur Maluku dimana Hentihu menyatakan,
berdasarkan investigasi pihaknya, terungkap adanya pembelian ternak sapi dari masyarakat di dataran Waeapo dalam
jumlah besar oleh pengusaha ternak dari luar Maluku.
Bahkan untuk
memuluskan proses ini pengusaha asal luar maluku membeli sapi dengan harga yang
cukup tinggi. Ini merupakan modus agar peternak mauh menjual sapi mereka baik
itu sapi jantan, sapi betina maupun anak sapi.
Selain sapi-sapi juga ada kerbau ikut dibeli juga yang kemudian dibawa
ke Makassar lewat Pelabuhan Namlea dengan menggunakan kapal kayu yang sudah
disiapkan.
“Hingga
Jumat siang ini masih terjadi pemuatan
sapi dan kerbau ke kapal kayu di
Pelabuhan Namlea. Kapal-kapal itu sudah disiapkan untuk tujuan Makassar,”
jelasnya.
Hentihu menjelaskan
bahwa, apa yang dilakukan pengusaha ternak luar Maluku itu tidak memiliki izin berdasarkan
sejumlah regulasi. Diantaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan, PP Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
UU Nomor 41 Tahun2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang
pemasukan dan pengeluaran benih hewan ternak, serta Peraturan Gubernur Maluku
Nomor 09 Tahun 2015, Tentang Pengendalian dan Pengawasan Pemotongan Ternak Sapi
dan Kerbau Betina Produktif pada rumah potong hewan.
Sementara itu
Ketua LSM Parlemen Jalanan Kabupaten Buru Rusman Arif Soamole menyatakan,
mengacu dari berbagai aturan yang telah di atur, sejumlah prosedur harus ditempu pengusaha yang hendak membawa ternak keluar dari
Maluku. Pengusaha harus mengajukan permohonan pemakaian Holding Ground untuk kepentingan penampungan, pemeriksaan, dan
penelitian oleh tim teknis yang berwenang. Berdasarkan hasil pemeriksaan itu,
maka Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan Provinsi menerbitkan surat keterangan izin pengeluran ternak bibit
antar- pulau/provinsi.
Pengusaha
membayar retribusi Holding Ground,
dan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan Hewan (SKPKH) pada saat pengambilan
surat izin pengeluaran ternak bibit, yang besarannya telah diatur sesuai dengan
peraturan daerah. Setelah mendapat surat izin tersebut, maka pengusaha harus
membawa ternaknya ke karantina hewan.
“Semua
proses itu ada. yang dilakukan pengusaha luar daerah dengan membeli hewan ternak sapi dan kerbau
sebanyak mungkin itu melanggar aturan termasuk Peraturan Gubernur Maluku,
sehingga tentu daerah dirugikan. Karena itu kami minta Pemkab Buru dan Pemprov
Maluku bisa menyikapi masalah ini,” kata Soamole.
Ia juga
menyatakan pembelian sapi dan kerbau dalam jumlah besar sudah berlangsung lama
namun tidak diawasi Dinas Pertanian dan Perternakan Pemkab Buru.
Berdasarkan
temuannya, ada sekitar 70 ekor sapi yang dibawa ke Makasar. Untuk satu
ekor sapi atau kerbau jantan dan betina
dibeli seharga Rp 8 juta, sementara sapi atau kerbau induk dan satu anaknya dibeli seharga Rp
10.500.000.
Rusman
menambahkan, selain bertentangan dengan berbagai peraturan, pembelian sapi
induk dan anaknya yang produktif untuk dibawa ke luar Maluku juga dapat
mengancam populasi ternak sapi dan kerbau di Kabupaten Buru.
Untuk
Kabupaten Buru sendiri merupakan salah satu sentra penyuplay sapi ke kota Ambon
dan wilayah Maluku lainnya. Apalagi menjawab kebutuhan masyarakat dalam memasuki
bulan Ramadhan dan Idul Fitri nanti, dimana kebutuhan daging sapi sudah pasti
meningkat.
“Apa yang
dilakukan oleh pembeli dari luar Maluku ini sangat mengkhawatirkan. Populasi sapi
dan kerbau di Buru pasti berkurang kalau ini terus terjadi. Karena itu kami
minta perhatian serius dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buru dan
Maluku untuk melihat masalah ini dengan serius,” kata Soamole. (KT-ATM)
0 komentar:
Post a Comment