Perselisihan
yang terjadi antara Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) tentang
saling klaim kepemilikannya terhadap Desa Batu Karang masih belum mendapatkan
titik terang, apakah desa tersebut milik Kabupaten Buru atau tetap berada di
bawah pemerintahan Kabupaten Bursel yang di pimpin oleh Bupati Tagop Sudarsono
Soulissa dan Wakil Bupati Buce Ayub Seleky.
Anggota DPRD Kabupaten Bursel Sami Latbual yang hadir ditengah-tengah masyarakat Desa Batu Karang saat melakukan resesnya
Rabu (22/03), menjelaskan bahwa Desa Batu Karang adalah nona manisnya Kabupaten
Bursel sehingga siapa saja yang melihatnya akan tertarik dan ingin memilikinya.
Untuk itu,
sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan aspirasi rakyat, Ia ingin mendengar
isi hati dari warga Desa Batu Karang mau berada di bawah pemerintahan kabupaten
mana.
Menanggapi itu,
Kepala Desa Batu Karang Jems Hukunala bersama warganya menyatakan keinginan
mereka sudah bulat untuk tetap berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bursel,
sehingga kalau ada isu yang mengatakan bahwa mereka akan berpindah ke Kabupaten
Buru adalah Hoax.
“Kami dari Tahun
2013 sampai 2017 ini menolak dengan sangat untuk bergabung dengan Kabupaten
Buru, karena kami sadar betul selama ini kami diperhatikan oleh Pemkab Bursel
di bawa pemerintahan Bupati Tagop Sudarsono dan Wakil Bupati Buce Ayub Seleky,”
kata Hukunalayang di barengi dengan tepuk tangan warga masyarakat Desa Batu
Karang.
Mengenai
penolakan itu, pemerintahan desa bersama seluruh warga desa sudah beberapa kali
membuat surat pernyataan kepada Pemerintah Provinsi (Provinsi) Maluku yang
menyatakan bahwa warga Desa Batu Karang yang duluhnya merupakan anak dusun dari
Desa Mageswaen, Kecamatan Fena Fafan, Kabupaten Bursel akan selalu dan tetap
berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bursel, karena itu juga merupakan pesan
yang dititipkan oleh para datuk-datuk kepada anak cucu Desa Batu Karang.
Surat pertama
yang dilayangkan oleh Pemerintah Desa Batu Karang pada tanggal 13 Maret 2013
yang di tanda tangani oleh lebih dari 90 orang, dimana mereka merupakan
keterwakilan dari Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, Tokoh Adat, Tokoh
Pendidikan, Pemangku Adat, seluruh Kepala Soa serta Pimpinanan Desa dan Staf
Desa.
Untuk surat
pernyataan sikap terakhir yang dilayangkan ke Pemeintah Provinsi Maluku dengan
Nomor 140/07/DBK/IX/2017 yang dikeluarkan pada tanggal 08 Januari 2107 sebagai
tindak lanjut dari surat Nomor 140/06/DBK/2017 tanggal 15 Juni 2017 yang
menyatakan bahwa masyarakat Desa Batu Karang, Kecamatan Fena Fafan, Kabupaten
Bursel, sangat tidak menyetujui tindakan-tindakan atau paksaan dari Pemerintah
Kabupaten Buru terhadap hak warga Desa Batu Karang, karena warga Desa Batu
Karang merupakan anak kandung dan dibesarkan oleh Kabupaten Bursel.
Pernyataan
penolakan ini juga di dukung oleh Tokoh Agama yang diwakili oleh Pdt. R
Solissa. S.Si, Tokoh Pendidikan diwakili oleh Lewin Seleky, SPd, Tokoh Pemuda
diwakili oleh Yongky Hukunala, Tokoh Perempuan diwakili oleh Naomi Hukunala,
Tokoh Adat diwakili oleh Names Hukunala, Pemangku Adat diwakili oleh Enceng
Hukunala, Kepala Soa Seles Nacikit, dari Gebaha Perintah ditanda tangani oleh
Alfret Nurlatu, Gebaha Gewagit oleh Yohanis Hukunala, sedangkan dari pihak
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diwakili oleh Remsi Hukunala.
Dimana, surat
ini dibuat dan ditandatangi oleh Pemerintah Desa Batu Karang yang di pimpin
oleh Jems Hukunala dan Venda Van Harling sebagai sekretaris dan diketahui oleh
Camat Fena Fafan Robinson Biloro dengan tembusan di sampaikan kepada : Satu, Kementrian dalam Negeri di
Jakarta; Dua, Ketua DPR RI di
Jakarta; Tiga, Mahkama Agung di
Jakarta; Empat, Ketua DPRD Provinsi
Maluku di Ambon; Lima, Bupati Buru
Selatan di Namrole; Enam, Bupati Buru
di Namlea; Tujuh, Ketua DPRD
Kabupaten Bursel di Namrole; Delapan,
Ketua DPRD Kabupaten Buru di Namlea, serta Arsip.
Dengan demikian
pemerintah desa beserta warga Desa Batu Karang mengharapkan masalah ini bisa
selesai sehingga dampak pembangunan di desa tidak simpang siur serta perpecahan
kecil yang terjadi di desa bisa terselesaikan.
Untuk di
ketahui, melalui penelusuran wartawan Kompas Timur
yang setelah mengecek kondisi desa, ternyata dari pihak Kabupaten Buru dibawa
pimpinan Ramli Umasugi telah membangun sekolah di Desa Batu Karang dan
memasukan sarana air bersih di desa tersebut, namun dari pihak warga Desa Batu
Karang menolak dengan keras pembangunan tersebut, sehingga dari pihak
pemerintah Kabupaten Buru melakukan pembangunannya diluar desa setempat.
Sementara salah
satu warga desa yang tak ingin namanya dipublikasikan saat dimintai
keterangannya secara terpisah, mengatakan persoalan ini adalah persoalan antar
keluarga saja, dimana ada beberapa tetangga yang dibujuk oleh Pemkab Buru agar
bergabung pada pemerintahan mereka dengan iming-iming jabatan yang akan
diberikan.
Bahkan,
menurutnya, yang lebih parah lagi ada 10 warga Desa Batu Karang yang sudah
dibuatkan KTP Palsu oleh Pemkab Buru.
Selain itu,
permasalahan ini juga karena Desa Batu Karang sudah memiliki hasil bumi yang
mulai dilirik oleh Pemkab Buru sehingga ada keinginan untuk memilikinya dengan
memecah belah kehidupan “Kai Wait”
yang ada di desa tersebut.
“Ini cuma
masalah keluarga saja yang beta rasa perlu diselesaikan sehingga gesekan yang
terjadi di desa bisa teratasi, semua orang jua tau kalau Desa Batu Karang dari
dulu berada di bawa pemerintahan Kabupaten Bursel. Buktinya saat pemilihan Legislatif maupun Eksekutif, dari dulu desa kami selalu melakukan pemilihan di daerah
pemerintahan Kabupaten Bursel,” ungkapnya. (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment