Namrole, Kompas Timur
Perluasan
Bandara Namrole Kabupaten Buru Selatan (Bursel) terhambat lahan, hal ini yang
membuat pihak bandara sudah sekian kali
mengembalikan dana milyaran rupiah yang diperuntukan untuk perluasan dan
pembangunan infrastrukur bandara ke Pemerintah Pusat (Pempus).
Demikian kata
Kepala Bandara Namrole, Petrus Marina kepada Kompas Timur saat di temuai di kantornya yang terletak di Desa Lektama
Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan beberapa waktu lalu.
Menurutnya,
sangat di sayangkan dana yang begitu banyak untuk pembangunan bandara dan
perpanjangan Runway yang sudah berada
di Dippa harus dikembalikan ke Pempus.
“Sudah beberapa
kali kami mengembalikan dana perluasan dan pembangunan infrastruktur Bandara
Namrole ke Pempus, dimana pada Tahun
2013 dana yang dikucurkan oleh Pempus sebanyak 10 milyar, Tahun 2014 sebanyak
13 milyar dan pada Tahun 2015 sebesar 27 milyar yang sudah disiapkan Pempus terpaksa tidak dapat digunakan karena
terkedala lahan yang statusnya belum jelas,” kata Marina.
Upaya keras
Marina untuk meningkatkan pembangunan khususnya perluasan Bandara Namrole sudah
dilakukan dengan menyurati Pemkab Bursel sebanyak tujuh kali dan DPRD satu kali
namun tidak mendapat respon yang serius.
Selain itu,
menurut penjelasannya untuk mencairkan dana perluasan bandara harus memiliki
data dukung yang lengkap, dimana untuk perpajangan landasan harus memiliki
lahan yang statusnya sudah menjadi milik Pemkab yang diberikan untuk pihak
bandara, sehingga saat membangun bandara baik sarana maupun infrastrukturnya,
pihak bandara tidak mengalami kesulitan.
“Tahun 2018 ini
kami tidak mengusulkan dana untuk pembangunan bandara lagi, karena status
lahanya belum jelas. Mubasir dan bikin makan hati karena jika kita usulkan dan
dana sudah dikucurkan pemerintah pusat tapi tidak dapat digunakan karena
terkendala lahan sama saja kita kerja tapi tak menghasilkan,” ungkapnya.
Menurutnya,
untuk dapat mepergunakan dana yang di berikan Pempus pihaknya sudah melakukan
satuan satu dan satuan dua, namun data itu perlu dibarengi dengan data
pendukung dari Badan Pertanahan Nasional dan Pemkab Bursel terkait status
pembebasan lahan yang bisa membuktikan bahwa lahan tersebut sudah di bebaskan
dan dimiliki oleh pihak bandara.
Bukan hanya itu,
Marina mengatakan selain perluasan bandara, status terkait luas lahan Bandara
Namrole sampai sekarang ini belum tau apa statusnya. Luas bandara 15 hektar
yang diberika oleh Dr. Salim itu masih di tangan Pemkab Bursel tanpa ada
kejelasan statusnya.
“Berkaitan
dengan kegiatan tanggal 16 kemarin di Bali, kami dipertanyakan dengan status
lahan badara. Namun kami hanya bisa menyampaikan bahwa sampai saat ini kami
juga belum tau status lahan bandara yang sekarang ini statusnya apa, enta itu
milik ata pinjam,” jelasnya.
Pihaknya
menyesalkan ada perumahan yang di bangun di daerah yang merupakan lahan
milik bandara yang dimana menurut
peraturan penerbangan itu sangat tidak diperbolehkan. Bahkan bandara
satu-satunya yang ada di Indonesia yang bercampur dengan pemukiman warga adalah
bandara Namrole.
Marina berharap
dengan adanya masalah baik terkait perluasan bandara maupun status lahan
bandara bisa menjadi perhatian serius
dari DPRD maupun Pemkab Bursel, mengingat bandara juga merupakan salah satu
pintu masuk Kabupaten Bursel memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan
di Bumi Fuka Bipolo ini.
“DPRD dan Pemkab
Bursel diharapkan tidak menutup mata terkait masalah yang di hadapi kami pihak
bandara, jangan menganggap masalah ini tidak penting. karena Pembangunan
bandara juga demi kebutuhan masyarakat Bursel serta mengangkat derajat
Kabupaten Bursel, jangan sampai kita kalah dengan kabupaten tetangga yang
dimana pembangunan bandaranya di dukung penuh oleh Pemdanya. Kalau bandara kita
bagus, bukan saja saya yang bangga namun Pemda dan masyarakat Bursel juga
bangga,” tutup Marina. (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment