Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh
Yansen Noya dan Tuaben terhadap kader PDIP Kecamatan Leksula, Boby Wattimena
membusuk di Polsek Leksula yang dipimpin oleh Iptu S Sopalatu.
Betapa tidak, kasus penganiayaan yang
dilakukan oleh Yansen dan Tuaben itu telah terjadi sejak tanggal 25 Desember
2016 sekitar pukul 22.00 WIT lalu dan sudah dilaporkan ke Polsek Leksula ketika
itu.
Tapi anehnya, setelah korban dimintai
keterangan atas kasus tersebut dan pelaku sempat ditahan selama sehari,
kasusnya tak lagi dilidik lanjut oleh Kapolsek dan anak buahnya.
Alhasil kasus ini pun telah mendapat
perhatian serius dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Maluku dan Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Bursel lantaran Wattimena merupakan fungsionaris PAC
PDIP Leksula yang sangat setia dalam mendukung kerja-kerja partai Wong Cilik
itu.
Tak hanya itu, atas ketidak jelasan
penanganan kasus itu, kuasa hukum korban, Barbalina Matulessy pun kemudian
mendatangi Mapolsek Leksula pada Sabtu (11/03) untuk mempertanyakan penanganan
kasus itu. Atas kedatangan Matulessy iu, Kapolsek pun berjanji akan segera
menahan pelaku dan melanjutkan penanganan kasus yang sudah berbulan-bulan
membusuk di Polsek Leksula ini.
Namun, entah apa alasannya, ternyata
penahanan terhadap para pelaku pun batal dilakukan oleh Kapolsek terhadap para
pelaku penganiyaan.
Alhasil, Matulessy pun kembali
mendatangi Mapolsek setempat pada, Senin (13/03) siang untuk mempertanyakan
penanganan kasus itu.
Pantauan media ini, ketika bersama-sama
dengan saksi dan kuasa hukum korban menyambangi Polsek ternyata tidak ada yang
menjaga Pos tersebut, setelah berselang beberapa menit kemudian ada salah satu
anggota polsek tersebut yang datang membawa Pesan dari Kapolsek agar bisa bertemu
dengan kapolsek aja di rumah, namun kuasa
hukum dari korban enggan dan berkeinginan untuk bertemu di Kantor Polsek saja.
Setelah berselang beberapa menit Kapolsek
pun datang didampingi Kanit Serse Polsek Leksula Aipda Tato yang bercelana
pendek dan bersandal Swalow yang ketika menemui kuasa hukum korban Barbalina
Matulessy mengaku bahwa pihaknya tidak memproses lanjut kasus tersebut lantaran
telah ada penyelesaian secara kekeluargaan atau secara damai.
Matulessy yang mendengar penjelasan itu
pun mempertanyakan bukti surat penyelesaian kekeluargaan atau perdamaian yang
dimaksud serta surat pencabutan perkara atas kasus tersebut.
Kapolsek dan Kanit Serse pun tak bisa
menunjukkannya karena memang tidak ada kedua surat tersebut, mereka mengaku
bahwa penyelesaian itu tidak dilakukan di Mapolsek Namrole dan pihaknya tidak
mengetahui secara pasti penyelesaiannya. Tetapi, menurut pihak pelaku sudah ada
penyelesaian.
Dimana, ketika korban akan dibawa ke RSU
Namrole, pihak pelaku telah menyerahkan uang sebanyak Rp. 5 juta untuk membantu
proses pengobatan korban.
Terkait cerita itu, Matulessy tak
membantah ada penyerahan uang sebesar Rp. 5 juta dari pihak pelaku kepada
korban. Tetapi, saat itu pihak pelaku berjanji akan membiayai semua biaya
pengobatan korban hingga sembuh total.
Tetapi, janji ternyata tinggal janji.
Biaya pengobatan yang dibutuhkan oleh korban cukup besar sehingga ketika pihak
korban mendatangi pihak pelaku untuk menagih janji pembiayaan pengobatan
korban, pihak pelaku hanya mengumbar janji kosong tanpa realisasi. Bahkan,
terkesan pihak korban harus mengemis-ngemis kepada pihak pelaku.
Akhirnya, kondisi korban yang ketika di
pukul, mengeluarkan darah cukup banyak dari hidung dan mulut pun kian memburuk
belakangan ini. Dimana, setelah dilarikan ke RSU Namrole awal bulan Maret 2017
lalu, dan kemudian di rujuk ke Ambon, direncanakan hari Rabu (15/03) hari ini,
korban akan dirujuk lanjut ke Makassar guna menjalani pengobatan, lantaran
kondisi korban tak bisa ditangani di RSUD Namrole maupun Ambon.
Walau dalam kondisi itu, pihak pelaku
tak menunjukkan sedikit pun niat baiknya sehingga pihak keluarga korban pun
menunjuk dirinya sebagai kuasa hukum dalam penanganan kasus ini.
Pada kesempatan itu, Matulessy pun turut
menanyakan barang bukti yang telah disita oleh pihak polisi berupa baju milik
korban serta foto-foto kondisi saat itu. Namun, Kapolsek dan anak buahnya itu
hanya bisa menunjukkan baju korban yang sebelumnya ditaruh di dalam laci meja
piket tanpa terkunci dan bisa saja dihilangkan sewaktu-waktu.
Tak hanya itu, Kanit Serse Aipda Tato
pun mengaku bahwa foto yang diminta oleh Matulessy tersebut telah dihapus oleh
teman anggotanya, lantaran foto yang diambil saat itu menggunakan Hanphone
milik teman anggotanya dan ketika dirinya menanyakan foto-foto tersebut
ternyata telah dihapus.
Mendengar penjelasan itu, Matulessy pun
menanyakan, untuk apa dilakukan proses foto saat itu jika pada akhirnya dihapus
juga.
Kapolsek yang mendengar pertanyaan itu
pun berkilah bahwa barang bukti lainnya masih ada, diantaranya baju korban
tersebut, kendati bagi Matulessy foto-foto itu pun diperlukan. Sedangkan, untuk
baju korban, Matulessy pun langsung langsung memotretnya.
Tak hanya sampai disitu, Matulessy yang
telah menerima kuasa dari pihak korban meminta agar pihak Polsek Leksula segera
memproses lanjut kasus penganiyaan ini. Dimana, dirinya tidak datang sendiri, tetapi
sebagai bentuk keseriusan pihak korban dalam menindak lanjuti kasus ini, maka
dirinya pun telah membawa salah satu saksi untuk didampingi dan diperiksa oleh
penyidik Polsek Leksula sebagai saksi.
Hanya saja, Kapolsek dan Kanit Serse
mengaku bahwa pemeriksaan baru akan dilakukan malam hari lantaran padamnya
listrik di Mapolsek Leksula dan sekitarnya.
Olehnya itu, Kanit Serse pun meminta
saksi yang telah datang untuk kembali ke Mapolsek Leksula pada pukul 19.00 WIT
ketika listrik nyala guna menjalani pemeriksaan bersama dua orang saksi
lainnya. Alhasil, Matulessy dan saksi pun meninggalkan Mapolsek.
Kapolsek yang dikonfirmasi via pesan
singkat, Selasa (14/03) sekitar pukul 18.45 WIT mengaku baru melakukan
pemeriksaan terhadap satu orang saksi pada Senin (13/03) malam dan dua saksi
lainnya baru akan diperiksa lanjut Selasa (14/03) malam. (KT-01)
0 komentar:
Post a Comment