(Catatan Untuk Kepala Sekolah SMK Negeri Lumoy)
Oleh : Rahmat Souwakil
Pemuda Lumoy, sedang belajar di Maluku Utara
“Guru Satu-Satunya Orang
Yang Menyelamatkan Bangsa”
(Mustafa Kemal Ataturk)
Mendengar kata guru maka yang terlintas dalam benak kita,
guru adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengajar dan melatih seseorang
atau sekelompok orang. Atau guru adalah orang yang mengajar anak didik di
sekolah. Guru dalam kamus umum bahasa Indonesia karangan Prof. Dr
J.S. Badudu dan Prof. Sultan Mohammad Zain, diartikan sebagai orang yang
mengajari orang lain baik di sekolah atau bukan tentang suatu ilmu pengetahuan
atau tentang suatu ketrampilan.
Secara etimologi, kata “guru” dalam bahasa sansekerta berasal
dari dua kata, yaitu ‘gu’ yang berarti darkeness(kegelapan)
dan ‘ru’ yang berarti light (cahaya). Dapat dimaknai bahwa
guru adalah orang yang menunjukan “cahaya” untuk menghalau “kegelapan”,
demikian tulis Arifah Suryaningsih dalam artikelnya yang berjudul Guru, Sang
Pencerah Kegelapan?
Selain pengertian guru menurut KBI, dan secara etimologi.
Pengertian guru didefinisikan secara komprehensif dalam Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Sebagaimana terdapat pada pasal 1 angka 1
Mendefenisikan Guru adalah pendidk profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah. Berdasarkan pengertian guru
di atas maka guru merupakan profesi mulia, karena bertanggun jawab
untuk bagaimana mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi anak (peserta didik), dan menunjukan jalan (memberi cahaya)
pada anak didik. Dengan demikian seorang guru harus memiliki kompetensi yang
harus dimiliki agar bisa dikategorikan sebagai pembawa “cahaya”.
Guru begitu memegang peran penting untuk menentukan arah
bangsa, karena ditangan guru tunas-tanas bangsa dibentuk-ciptakan. Maka tidak
mengherankan bila kaisar Japan pada waktu herosima dan Nagasaki hancur lebur
bertanya, masih adaka guru yang hidup. Kaisar Japan menyadari hal itu, Japan
tidak akan seperti ini bila tidak ada guru yang membentuk-menciptakan
orang-orang hebat yang sekarang membuat Japan menjadi negara maju.
Kompetensi Guru SMK N. Lumoy adakah?
Kompetensi guru secara gamlang diatur dalam UU 14 Tahun 2015.
Kompetensi menurut UU No. 14/2005 pasal 1 angka 10
adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Dalam UU No. 14/2005 dan peraturan Pemerintah No. 19 /2005
dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian,
pedagogik, profesional, dan sosial. Penjelasan secara singkat dari keempat
kompetensi itu adalah sebagai berikut:
(a) Kompentensi kepribadian merupakan kemampuan yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladaan bagi peserta didik, berahlak mulia.
(b) Kompetensi petagogik meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perencanaan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimiliki.
(c) Kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kerikulum mata pelajaran di sekolah dan
subtansi keilmuaan yang menaunginya, serta penguasaan terhadap struktur dan
metodologi keilmuan.
(d) Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga pendidik, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar ( Farida
Sarimaya, 2009: 18-22).
Keempat kompetensi tersebut harus melekat pada seorang guru.
Dengan memiliki kompetensi tersebut maka profesi kemuliaan guru akan terwujud.
Melihat kompetensi guru sebagaimana di atas, akan terasa miris bila digunakan
untuk meneropon tenaga guru di SMK Negeri Lumoy di Kecamatan Ambalau, Desa
Lumoy, Kabupaten Buru Selatan. (selanjutnya disingkat SMK).
Sekolah (baca: SMK) sangatlah miris akan gurunya, tapi kaya
akan gedung-gedung sekolah yang mewah, tapi mubajir karena tak difungsikan. SMK
hanya dihuni guru-guru asal-asalan tak mempunyai kompetensi sebagaimana yang disebutkan
di atas. Guru-guru SMK, malah sebaliknya memiliki kecendurungan yang
“koruptif”.
Menguras pengutan dari peserta didik-orang tua murid, hal ini
lebih dikedepankan daripada tugasnya mngajar- mendidik apalagi
melatih. Bagaimana bisa mengajar sedangakan “guru-guru
asal-asalan” bisa mengejar bidang keahlian, sedangkan
mereka tak punya keahlian di bidang perikanan. Guru yang
ada di SMK N. Lumoy, tak punya kompetensi sebagai guru itu artinya secara
langsung mengugurkan label mereka sebagai guru.
SMK N. Lumoy Krisis Guru…
Sekolah dan guru merupakan satu kesatuan tidak dapat dilepas
pisahkan. Memisahkan sekolah- guru, maka sekolah tak punya makna apa-apa dan
juga sebaliknya. SMK Negeri Lumoy merupakan anugera Tuhan untuk menyelamatkan
anak-cucu bangsa Lumoy dari “kegelapan”, “penganguran”, dan buta “huruf”.
Berdirinya SMK Negeri Lumoy kalau boleh diibaratkan setes air
yang didapatkan oleh seorang pengembara yang kehausan di padang pasir, artinya,
keberadaan lembaga pendidikan ini pada beberapa tahun lalu disambut
gembira masyarakat, disebabkan beberapa
alasan pertama; anak tidak lagi putus sekolah setelah lulus SD.
SMP. Karena setalah lulus lanjut ke jenjang berikutnya tanpa harus
keluar daerah. Kedua keberadaan SMK telah menyambung masa depan yang telah
putus beberapa tahun yang lalu; ketiga keberadaan lembaga pendidikan
ini bisa mengurangi “ biaya” pendidikan anak. Namun, harapan itu akan mulai
terkikis abis, oleh sikap arogans-“kediktatoran” orang-orang yang sedang
mencari hidup di lembaga SMK dewasa ini. Mereka yang sedang
bertugas, lebih senang bicara pungutan BP3 dari pada bagaimana membuat
kerikulum yang bagus-nyaman untuk anak didik, atau mereka berpikir lebih jauh
lagi bagaimana bicara mengenai uang ujian ratusan ribu dari pada bicara mengenai
bagaimana datangkan guru yang bermutu. Singkatnya mereka lebih sibuk makan dan
lupa bagaimana memberi makan orang.
SMK sebagai lembaga pendidikan telah menghasilkan para alumni
sampai saat ini telah mendapatkan pekerjaan, dan menempuh pendidikan lanjutan.
Namun keberhasilan menciptakan alumni, SMK ini mengalami “cacat”. Dikatakan
catat karena lembaga pendidikan ini belum mendapatkan tenaga pendidik yang
mempunyai kompetensi untuk mengabdi di lembaga tersebut, alumninya pun kadang
hanya untung ijazah minim pemahaman perikanan.
ketiadaan tenaga pengajar berkualitas maka “musibah” akan
dialami lulusannya ketika melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Penulis pernah berkomunikasi lewat via hendphone, dengan teman
seangkatan yang sekarang menempuh pendidikan tinggi
(kuliah) mengambil jurusan perikanan, kata teman penulis bahwa
dia mengalami kesulitan dalam memahami dasar-dasar perikanan yang
didapatkan saat menempuh kuliah pada semester awal. Teman penulis secara
ektrim menyimpulkan; yang diajarkan sewaktu berada di bangku SMK semuanya jauh
berbeda tidak ada benarnya. Hal ini bisa dimegerti kerena yang mengajar adalah
orang-orang yang tak berkompetensi.
Para “pendobrak” yang diam
Walau kondisi SMK semakin parah, pemerintah daerah “ diam
seribu bahasa”, karena sampai saat ini belum ada guru berkualitas ditempatkan
di sekolah tersebut, lumor yang sering terdengar adalah
karena kita beda pilihan politik kalaupun lumor itu benar maka pikiran
pemerintah tak bedanya dengan pikiran anak SD yang suka balas dendam terhadap
temannya. Selain pemerintah daerah “ diam seribu
bahasa”orang-orang berlabel guru juga turut diam, tak mau menyuarakan kondisi
krisis guru pada pemerintah. Kalau pun ada itu hanyalah retorika kepala sekolah
untuk menyenankan hati masyarakat kampung.
Selain pemerintah daerah, guru-guru “diam seribu
bahasa”, mahasiswa dari Lumoy, sebagai pelaku perubahan
sosial, telah kehilangan nalar kritisnya untuk “
mendobtrak” pada pemerintah untuk segera menempatkan tenaga guru berkompetensi
dalam bidang perikanan untuk ditempatkan di sekolah tersebut, mereka malah
menikmati kondisi SMK untuk manjdi bahan popularitas.
Melihat kondisi SMK sekarang yang krisis tenaga pengajar maka sudah
dipastikan anak didik tidak mendapatkan pengetahuan tentang bidang keilmuanya
yang sedang digeluti, bahkan mereka peserta didik yang mempunyi daya kreatif
harus terkubur- dikuburkan.
Mengakhiri tulisan ini perlu ditekaknkan bahwa pendidikan itu
harus membebaskan manusia seperti yang dikatakan Ivan Illich “yang
diperlukan adalah pendidikan yang Membebaskan
manusia, bukan sekolah yang hanya mengeluarkan
ijazah”. Pendidikan yang bisa membebaskan anak didik SMK
adalah guru- guru berkompetensi, dan bukan gedung - gedung sekolah
yang banyak, seperti kata Mustafa Kemal Ataturk di atas . Kalau hanya
mendatangkan gedung-gedung yang megah tanpa penghuni, sedangkan tenaga pengajar
yang berkompetensi tak juga kunjung datang untuk apa kami sekolah di sini ?
Apakah hanya untuk menumpuk kebodohan di negeri kami? Terus untuk apa harus ada
sekolah dan untuk apa kalian dan anda kami sebut guru? Tolong jawab Kepala
Sekolah. (*)
Baca Juga
- Dinas Dikbud Buru Segera Pasok Meubelir ke SDN 15 FenaliselaNamlea, KT - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Buru akan segera memasok sarana meubelir kursi dan meja di SDN 15 ...
- Dindik Gelar Sosialisasi PBJ Satuan Pendidikan AMBON, KT -Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Ambon menggelar sosialisasi Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PERM ...
0 komentar:
Post a Comment