• Headline News


    Tuesday, December 6, 2016

    PROPINSI PERBATASAN KEPULAUAN MALUKU BARAT DAYA, ALTERNATIF MEMPERKUAT WAWASAN DAN VISI KEBANGSAAN




    Oleh:
    BOBHY LEWIER
    AKTIVIS PMKRI CABANG MAKASSAR
    St. ALBERTHUS MAGNUS 
     
    Dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati. Pepatah itu yang mungkin layak disematkan pada permasalahan yang menjadi buah dari pemekaran wilayah yang diatur oleh UU No 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di satu sisi, masyarakat yang merasa daerahnya tidak cukup tersentuh oleh pemerintah pusat terus menuntut daerahnya untuk dimekarkan. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri melalui moratorium (penangguhan sementara) berusaha menekan laju pemekaran wilayah karena peningkatan kualitas yang tidak sebanding dengan peningkatan kuantitas daerah yang terjadi. Evaluasi Kemdagri bahkan menunjukkan hanya dua daerah baru dari total 200 lebih daerah otonom baru yang memperoleh skor di atas 60 dari nilai maksimal 100 Mencermati fenomena pemekaran wilayah di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru hingga memasuki pemerintahan sekarang tampaknya cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam. Secara teoritik, harus diakui bahwa kebijakan pemerintahan untuk memekarkan beberapa daerah di Indonesia telah menambah angka permasalahan baru terutama dalam proses penyusunan Undang undang dan sistem ketatanegaran kita saat ini. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah memang harus dilihat dalam perspektif multidimensional. Disertai wawasan cinta tanah air yang tergambarkan dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan GBHN.
     
    1. KOMITMEN RAKYAT MBD DALAM BINGKAI NKRI
    Komitmen rakyat Maluku Barat Daya tersirat dalam budaya Kalwedo yang merupakan akar budaya masyarakat di serambi perbatasan Maluku – Australia dan Timor Leste, terkandung nilai Pancasila. Jauh sebelum Negara ini terbentuk, masyarakat ujung selatan Maluku ini telah mengenal filosofi Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam ajaran Kalwedo yang dianut para leluhur.
    Untuk membentuk bangsa yang besar dan bersatu sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi kebhinekaan telah dirintis dan dicetuskan kaum pemuda pada 28 Oktober 1928, melalui Ikrar Sumpah Pemuda yang berisi tekad 'satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia'. Dalam mengelola bangsa Indonesia yang multikultur dan plural, negara bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika. Cita-cita membentuk bangsa yang besar dan maju serta bersatu tidaklah mudah untuk diwujudkan.
    Isu separatisme, radikalisme dan disintegrasi bangsa selalu menjadi sebuah virus yang kapan saja menyebar dan terus menyerang rakyat Indonesia yang hidup di tapal batas Negara Kesatuan Republik Indonesia.


    Dalam rapat paripurna istimewah DPRD kabupaten Maluku Barat Daya tanggal 16 Februari 2016, rakyat MBD pun menetapkan surat keputusan Nomor 3 Tahun 2016 tentang pemekaran propinsi perbatasan kepulauan Maluku Barat Daya. Dengan mempertimbangkan aspek rentang kendali, letak geografis dan geopolotik. Maka sudah pastinya MBD kembali menempatkan posisinya sebagai daerah strategis yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste. Dimana sudah seharusnya dimekarkan menjadi sebuah propinsi dengan cakupan wilayah, 3 Kabupaten/ kota; Kotamadya Kepulauan Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya, dan Kabupaten Kepulauan Terselatan dan menyatakan menolak bergabung sebagai daerah otonom baru bersama propinsi tenggara raya.
    Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya adalah upaya konkrit Rakyat perbatasan Maluku Barat Daya untuk menyelamatkan Bangsa Indonesia. Perjuangan menuju sebuah propinsi di daerah perbatasan Indonesia adalah suatu seruan rakyat Maluku Barat Daya untuk mengingatkan semua komponen  bangsa agar tetap menjaga dan konsisten pada kesepakatan luhur Bangsa Indonesia yang dicantumkan dalam UUD 1945 sebagai keputusan cerdas dan monumental yang dibuat oleh para Leluhur Bangsa ini.
    Dengan adanya propinsi perbatasan di selatan bumi Maluku, semakin menunjukan suatu interupsi sosial anak- anak negeri perbatasan bagi dinamika perjalanan kemakmuran Bangsa yang berawal dari daerah perbatasan kita, yang terus hidup dan menghadirkan ide positif tentang sebuah komitmen dan konsistensi Rakyat MBD diujung perbatasan Indonesia  dalam menjaga bangunan Kebangsaan NKRI. Untuk itulah, Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya dapat melahirkan berbagai inspirasi dari semua komponen bangsa dalam membangun Ibu Pertiwi.
    Dalam menegaskan komitmen rakyat Maluku Barat Daya dalam sayap burung garuda. Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya hadir di bumi “ Ina Nara Amasyali” dalam mengedepankan kembali nilai- nilai Kalwedo dalam semangat Ke- Indonesia-an. Mengingat Maluku Barat Daya yang juga adalah merupakan suku bangsa yang berbudaya tinggi patut dihormati dan dihargai dalam tingkat yang setara dengan suku bangsa dan agama lainnya di Indonesia. Maka sudah sepatutnya harkat dan martabat serta kehormatan yang dimiliki Maluku Barat Daya harus dibela dan dipertahankan dalam Ke Indonesia-an sampai akhir hayat kita.

    Rakyat Maluku Barat Daya sebagai warga perbatasan yang berada di ujung selatan Maluku. Selalu berkomitmen dalam upaya menjaga semangat UUD 1945 dan Pancasila sebagai motor pengerak kehidupan dan kemajuan Indonesia dalam semangat Kalwedo. Selain itu, dalam menjaga komitmen dimaksud, kehadiran propinsi perbatasan kepulauan Maluku Barat Daya hadir sebagai ajang bagi seluruh rakyat Maluku Barat Daya dalam mempertegas nilai- nilai kemanusiannya, yang diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dan negeri, yaitu: inanara ama yali (saudara perempuan dan laki-laki). Inanara ama yali menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat MBD, yang meliputi totalitas hati, jiwa, pikiran dan perilaku. sebagai wujud tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan baik). Tradisi hidup masyarakat MBD dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal potensi alam, sosial, budaya, dan ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan Maluku Barat Daya. Dalam ketulusan cinta terhadap sesama manusia ciptaan Tuhan, selalu siap bergotong – royong sebagai ajaran Kalwedo yang selalu dikumandang para leluhur di Negeri Penuh susu dan Madu ini.

    2. PANDANGAN TENTANG PEMEKARAN PROPINSI PERBATASAN KEPULAUAN MBD
    Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dibandingkan dengan Negara – Negara lain , yang terbentang mulai dari sabang sampai marauke . Diapit oleh dua benua dan dua samudera yang memiliki 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau ini memang Negara yang akan kekayaan daerahnya , lebih dari 300 suku tinggal di Indonesia mulai dari pelosok daerah hingga perkotaan yang sekarang mulai tertinggal oleh zaman dan digantikan dengan budaya barat .
    Hal ini juga memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia itu terdiri dari banyak suku bangsa yang Multikultural (memiliki banyak suku) ,  mempunyai bahasa yang berbeda-beda, kebiasaan dan adat istiadat yang berbeda, kepercayaan yang berbeda, kesenian, ilmu pengetahuan, mata pencaharian dan cara berpikir yang berbeda-beda . Pada zaman dahulu Negara Indonesia untuk menjadi sebuah negara yang merdeka dari semua penjajahan yang terjadi ,  Indonesia harus mempunyai wilayah, penduduk dan pemerintah. Karena cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan yang berdasarkan Pancasila dengan semua aspek kehidupan yang beragam mulai dari cara pandang bahasa , berpikir yang berbeda-beda.

    Permasalahan pemekaran daerah sudah dijelaskan secara khusus dalam UU No.23 Tahun 2014pada Pasal 32 sampai Pasal 43, dalam aturan ini dengan jelas telah mempersyaratkan sejumlah persyaratan dasar dan persyaratan administratif yang harus dipenuhi. Bila dikaji dari segi secara khusus dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka sudah tentu Pemekaran Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya, bisa dianggap belum mampu memenuhi persyaratan perundang- undangan tentang Pemerintah Daerah. Anggapan segelintir orang yang masih ragu akan perjuangan ini.
    Namun marilah kita meneropong kondisi rakyat di ujung tapal batas NKRI. Dimana sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan.
    Lalu bagaimana dengan kondisi Maluku Barat Daya sebagai daerah perbatasan?, mari kita renungkan sejenak tentang ulasan peristiwa baru – baru ini, dalam headline Koran Kompas, 14 April 2016 berjudul “ Sakit di Indonesia, Mereka Terpaksa Berobat ke Timor Leste”. Dimana mengkisahkan perjuangan ditengah gelombang tinggi dan angin kencang, seorang Hamis Dolimotong (65) diangkut dengan perahu motor menuju Pulau Atauro, Timor- Leste. Akibat menderita penyakit kanker anus yang dideritanya tak bisa ditolong di puskesmas ustutun, Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Lambat ditangani, Hamis akhirnya meninggal.

    Dimana Kala itu, Hamis didampingi istrinya, Djadia Masura (64), serta anaknya, Irianti Dolimotong (27). Cuaca buruk membuat waktu perjalanan yang biasanya 30 menit menjadi hampir 1 jam. Padahal, jarak di antara dua pulau itu hanya 4,6 mil laut atau sekitar 7,4 kilometer. Setelah tiba di Pulau Atauro, Hamis dibawa ke rumah sakit setempat. Namun, karena minimnya fasilitas, tim dokter memutuskan merujuk Hamis ke Dili, ibu kota Timor-Leste yang berada di Pulau Timor. Tak lama, sebuah helikopter milik Pemerintah Timor-Leste datang dari Dili ke Atauro khusus menjemput Hamis. Di Dili, Hamis dirawat selama lebih dari dua bulan. Namun, karena kanker anus yang diderita sudah stadium tinggi, nyawanya tidak tertolong. "Selama di sana, pengobatan almarhum bapak saya gratis," kata Irianti.

    Ketika Kompas mendatangi rumah almarhum pada 2 April lalu, suasana duka masih menyelimuti keluarga mereka. Terpal tenda duka yang terpasang di halaman rumah belum diturunkan. Banyak kerabat masih berkumpul di rumah itu. Kanker anus yang menyerang Hamis baru diketahui dari hasil diagnosis dokter di Dili. Kata dokter kepada keluarga, kanker yang diderita Hamis sudah menahun. Kanker tidak terdeteksi di Puskesmas Lirang sebab tidak ada tenaga medis khusus menangani penyakit semacam itu. Belum lagi minimnya peralatan kesehatan.

    Kesan terhadap pelayanan kesehatan di Dili, kata Irianti dan Djadia, sangat memuaskan. Pihak rumah sakit tidak melihat dari mana asal pasien. "Banyak dokter pernah studi di Indonesia sehingga mereka bisa berbahasa Indonesia. Mereka tanya, kenapa tidak ke Jakarta, Ambon, atau Kupang? Lalu saya jawab, terlalu jauh. Keluarga kami tidak punya uang yang cukup," kenang Irianti. Thomas Tena (53), warga Pulau Lirang, juga mempunyai pengalaman mengantar keluarganya berobat ke Dili. Ketika anaknya, Meske Tena (30), hendak melahirkan pada 2012, mereka membawanya ke Dili karena tidak bisa dibantu di Puskesmas Lirang. Meske tidak bisa melahirkan normal dan harus melalui operasi, tetapi di puskesmas setempat tidak ada alat operasi dan dokter ahli. Keluarga membawa Meske menggunakan perahu motor dari Lirang langsung ke Dili dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Kendati ditangani dokter dengan baik, cucu Thomas tidak selamat. Lagi-lagi karena lambatnya penanganan. "Air ketuban sudah keluar sejak kami masih di Lirang dan waktu itu sudah malam. Ini risiko tinggal di daerah yang jauh dari rumah sakit," ujarnya. Ada juga kisah Rulan Malau (39) yang membawa dua anaknya, Rahel Kristian (8) dan Lasarus Agustinus (6), ke Dili pada Desember 2015 menggunakan perahu motor. Keduanya menderita penyakit paru-paru dan dirawat di Dili hingga benar-benar sembuh. Seperti warga Lirang lain, selama hampir tiga minggu di sana, dua anak Rulan mendapat pelayanan gratis.
    Mari kita renungkan kembali dan sejenak, dengan melihat kondisi riil dilapangan. Dimana masih ada gubuk dan tangisan pilu menyayat hati. Saat Indonesia belum mampu memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan pada rakyat diujung tapal batas. Pertanyaan yang sangat mendasar dalam terbesit dalam pemikiran penulis. Dimanakah wujud pemekaran daerah yang lebih difokuskan di daerah perbatasan merupakan seberapa urgensinya memprioritaskan pemekaran daerah di wilayah perbatasan dan pulau terluar Indonesia.

    Pertama; memperkecil ketergantungan dengan wilayah di perbatasan dengan negara tetangga. Kedua; mempercepat pembangunan di wilayah tersebut dengan tidak lagi tergantung dengan wilayah induk yang memiliki banyak kendala salah satunya rentang kendali yaitu jarak dan waktu tempuh ke Propinsi Induk. Ketiga; memperkuat jiwa nasionalisme di daerah yang berbatasan dengan negara tetangga khususnya dengan wilayah di Australia dan Timor Leste. Semangat NKRI harus terus diperkuat diwilayah perbatasan yang sangat rentan terhadap terkikisnya rasa nasionalisme bagi masyarakat di wilayah perbatasan. 

    Dimana selama ini, pemerintah masih kurang fokus dan kurang serius untuk memerhatikan wilayah-wilayah perbatasan, seperti Maluku Barat Daya. Momen adanya pemekaran daerah khususnya di Maluku Barat Daya menjadi sebuah propinsi perbatasan haruslah menjadi prioritas utama yang harus didahulukan, sebab wilayah tersebut merupakan wilayah yang terdepan untuk dipengaruhi dan diperebutkan.
    Oleh karenanya, pemekaran Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya harus menjadi prioritas, agar kekhawatiran selama ini dapat dihilangkan akan pengaruh-pengaruh dari luar. Sangat ironis memang, jiwa daerah-daerah di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga kurang diperhatikan oleh pemerintah, dan masyarakat di perbatasan lebih memilih untuk berobat, bertransaksi, berdagang dan menerima tawaran fasilitas yang lebih baik dengan wilayah di negara tetangga tersebut.

    Sudah lama kita menyaksikan dan merasakan bahwa, masyarakat di wilayah perbatasan lebih senang berhubungan dengan wilayah seberang, daripada berhubungan dengan daerah induknya. Kemudahan jarak dan kedekatan wilayah merupakan salah satu faktor pendukung masyarakat melakukan hal yang demikian. Tidak pula bisa kita salahkan kepada masyarakan akan hal yang demikian. Kurangnya infrastruktur yang layak dan langkanya keperluan pokok masyarakat di wilayah perbatasan menyebabkan masyarakat di wilayah tersebut lebih senang dan mudah berhubungan dengan wilayah tetangga. Olehnya Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya, harus menjadi perhatian Pemerintah Indonesia,  DPR dan DPD untuk selalu dan fokus dalam memperjuang aspirasi Rakyat Maluku Barat Daya sebagai propinsi perbatasan kepulauan Maluku Barat Daya yang menjadi prioritas untuk didahulukan.

    3. DEKLARASI MENUJU INDONESIA HEBAT
    Kedatangan ribuan rakyat yang berbondong – bondong ke Kota Ambon. Guna mendeklarasi sebuah Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya. Semakin mencerminkan semangat baru rakyat Maluku Barat Daya dalam mewujudkan mimpi bersama sebagai daerah otonom baru, berpisah dengan Propinsi Maluku, merupakan suatu komitmen anak bangsa di bumi Kalwedo yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste. Dalam mempertegas komitmen setiap orang Maluku Barat Daya dalam memajukan dan mensejahterakan bumi Kalwedo. Untuk berdiri sama tinggi, berdiri diatas kaki sendiri dengan sumber daya yang ada dalam memajukan Bidang pendidikan, Kesehatan dan segala lini kehidupan berbangsa dan bertanah air.

    Kehadiran rakyat Maluku Barat Daya yang berbondong- bondong menuju Ibukota Maluku dengan mendeklrasikan diri sebagai daerah otonom baru, memberi seruan dan harapan anak- anak negeri diujung perbatasan Indonesia kepada DPR RI, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Maluku tentang harapan untuk memajukan Indonesia menjadi Indonesia hebat dengan segala sumber daya alamnya dan sumber daya manusianya. Dengan menjadikan Indonesia Hebat, dimulai dari daerah perbatasan. Indonesia hebat dalam menghadirkan anak- anak perbatasan yang beriptek, Indonesia hebat dengan semangat wawasan dan visi kebangsaan ditengah disintegrasi bangsa di ujung perbatasan, dan Indonesia Hebat dalam mensejahterakan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Dimana Pembangunan Maluku Barat Daya berpisah dari Maluku, guna menjadi Propinsi  perbatasan kepulauan Maluku Barat Daya memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking”, menjadi “outward looking” sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara saat ini adalah dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Tujuan dari pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah untuk:
    a) Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional;
    b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

    4. MALUKU DAN MBD DALAM SEMANGAT KALWEDO
    Budaya Maluku adalah aspek kehidupan yang mencakup adat istiadat, kepercayaan, seni dan kebiasaan lainnya yang dijalani dan diberlakukan oleh masyarakat Maluku. Maluku adalah sekelompok pulau yang merupakan bagian dari Nusantara. Salah satu dari banyaknya budaya Maluku adalah Kalwedo. Sebagai kepemilikan sah masyarakat adat di Maluku Barat Daya (MBD).  Kepemilikan ini merupakan kepemilikan bersama atas kehidupan bersama orang bersaudara. Kalwedo telah mengakar dalam kehidupan baik budaya maupun bahasa masyarakat adat di kepulauan Babar dan MBD. Pewarisan budaya Kalwedo dilakukan dalam bentuk permainan bahasa, lakon sehari-hari, adat istiadat, dan pewacanaan.

    Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai sosial keseharian, dan juga nilai-nilai religius yang sakral yang menjamin keselamatan abadi, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bersama sebagai orang bersaudara. Budaya Kalwedo mempersatukan masyarakat di kepulauan Babar maupun di Maluku Barat Daya dalam sebuah kekerabatan adat, dimana mempersatukan masyarakat menjadi rumah doa dan istana adat milik bersama. Nilai Kalwedo diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dan negeri, yaitu: inanara ama yali (saudara perempuan dan laki-laki). Inanara ama yali menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat Maluku Barat Daya, yang meliputi totalitas hati, jiwa, pikiran dan perilaku.Nilai-nilai Kalwedo tersebut mengikat tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan baik). Tradisi hidup masyarakat Maluku Barat Daya dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal potensi alam, sosial, budaya, dan ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan Maluku Barat Daya.

    Membentuk ruang logis dan ruang social, untuk membangun komunitas, kerjasama guna menyingkap misteri- misteri baru dalam hidup. Berpihak pada perdamaian, kemajuan, kebahagian hidup dengan inovasi yang tinggi. Untuk sama – sama bergandengan tangan berjuang untuk menyongsong Maluku Baru, dengan hadirnya Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya. Dengan dukungan segalai pihak yang mau turut berpartisipasi dalam sebuah Fraternitas. Sebab perjuangan Pembentukan Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya bukanlah perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan belaka, tetapi sebuah perjuangan bagaimana mengayomi dan mensejahterakan mereka yang diperjuangkan di tapal batas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Propinsi Perbatasan Kepulauan Maluku Barat Daya tanpa Maluku, bukanlah Indonesia namanya. Berpisah untuk bersama- sama menjadikan Indonesia hebat dimulai dari Bumi Seribu Pulau. (*)

    Jangan Lewatkan...

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: PROPINSI PERBATASAN KEPULAUAN MALUKU BARAT DAYA, ALTERNATIF MEMPERKUAT WAWASAN DAN VISI KEBANGSAAN Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top