Bula, Kompastimur.com
Pembangunan pasar tradisional di
Nageri Administratif Dulak, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur
(SBT) diduga bermasalah.
Pasar tradisional yang menjadi
program pemerintah pusat dengan sumber Anggaran dari APBN Tahun 2016 ini
bermasalah, mulai dari tidak dibayarnya biaya pembebasan lahan oleh sang
kontraktor.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu
pemuda Dulak Banely Kotarumalos yang juga aktivis Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah
kepada media ini di Bula, Kamis(15/12) mengatakan.
Proses pembangunan Pasar
tradisional di Negeri Administratif Dulak yang bersumber dari APBN Tahun 2016
dengan Nilai kontrak Rp.861.000.000,- oleh CV Masiwang Lestari dengan massa
hari kerja 60 hari, ternyata sudah hampir 4 bulan belum rampung.
“Massa kerja 60 hari, namun sudah
mencapai empat bulan atau 120 hari tetapi belum rampung, sebenarnya ada
apa," kata Kotarumalos penuh tanya.
Selain dari itu, lanjutnya
Kotarumalos, pembayaran lahan kepada para pemilik lahan hingga saat ini tidak
dibayarkan oleh sang kontraktor sehingga pemilik lahan merasa dirugikan
karena terus diberikan janji manis untuk direalisasi.
"Ini tanah adat dan sampai saat
ini kontraktor belum melunasi biaya pembebasan lahan, tetapi kenapa pembangunan
bisa dijalankan dan pemilik lahan selalu diberi janji manis dan harapan
palsu," katanya.
Pembangunan pasar tradisional
dengan ukuran besar bangunan pasar 20 x 10 meter persegi ini sesuai kontrak,
upah kerja yang harus di bayar oleh sang kontraktor harus senilai Rp.100 juta.
Namun, realisasinya hanya Rp.80 juta, sehingga patut dipertanyakan siapa yang
bermain mata dengan kontraktor sehingga upah kerja pun dipangkas seperti ini.
"Upah kerja sesuai kontrak
adalah Rp.100 juta, kenapa sampai turun di ke angka Rp.80 juta, saya menduga
ada oknum-oknum tertentu yang main mata dengan kontraktor untuk mencari
keuntungan bersama," kata Kotarumalos dengan tegas.
Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
ini kembali mendesak pihak kejaksaan untuk segera memanggil dan periksa pemilik
perusahaan CV. Masiwang Lestari terkait dengan kasus pembangunan pasar
tradisional yang merupakan program pemerintah pusat sebagai sarana penunjang
para penjual dan pembeli di tingkat desa agar proses perekonomian masyarakat di
desa bisa berjalan secara baik.
"Kami mendesak kejaksaan agar
panggil dan periksa kontraktor serta harus dikenai denda keterlambatan serta
harua black list perusahaan yang tidak becus dalam pekerjaan itu," pinta
Banely.
Sebab, lanjutnya, berdasarkan Pasal
120 Perpres 70 Tahun 2012 tentang sanksi keterlambatan.
Dimana, selain
perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia
Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu
sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa,
dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai
Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan. (KT-FS)
0 komentar:
Post a Comment