• Headline News



    Saturday, December 10, 2016

    Menoleransi Korupsi


    (Catatan Memperingati Hari Anti Korupsi Se-Dunia)
    Oleh: Rahmat Souwakil
    Pemuda Lumoy, sedang ‘Belajar’ di Maluku Utara

    Segenap energi  telah dikerahkan untuk  menghentikan laju korupsi....
    Namun, tetap saja korupsi belum lenyap di negeri ini.
    (Masdar Hilmy)

    Bagaimana cara  memberantas korupsi di republik ini yang sudah mengakar dimana-mana? Ini merupakan pertanyaan yang selalu dilontarkan ketika berbicara tentang korupsi di republik yang berbudaya tinggi ini, namun korupsi minta ampun. Mungkin kita harus belajar dari  Thomas More, seorang ahli hukum dan kriminologi Inggris kuno (1478-1535). More banyak menguraikan kejahatan di Inggris pada zamannya dan kekejaman pengadilan waktu itu. Dalam 24 tahun, ada 72.000 pencuri digantung dalam daerah yang penduduknya hanya 3 atau 4 juta saja. More berpendapat bahwa dengan kekerasan saja arus kejahatan tidak dapat dibendung (dalam, Boesono Soedarso, 2009: 4).

    Apa yang disampaikan More, memberikan pelajaran penting bahwa untuk memberantas kejahatan termasuk korupsi bila dilakukan dengan tindakan kekerasan maka sulit untuk dimembasmi kalau tidak mau disebut gagal. Yang disampaikan More,  senada dengan Dom Helder Camara.  Menurut Dom Helder Camara, bahwa kekerasan menimbulkan kekerasan lainnya (Dom Helder Camara, 2005: xiv). Maka untuk membasmi korupsi dewasa ini tidaklah terus menerus  menggunakan cara  menjatuhkan hukuman yang berat terus-menerus. Tindakan preventif sangat diperlukan untuk mengurangi atau membasmi korupsi.

    Tulisan singkat hanya merupakan ekspersi kegelisaan saya kita melihat iklan kampanye yang terus dikampanyekan dimana-mana dengan penuh percaya diri, sedangkan embrio korupsi terus dibiarkan dan dipertontonkan dimana-mana pula,  sekligus untuk memperingati hari anti korupsi se-dunia yang jatuh pada hari jumat  9 Desember 2016.  Namun,  terlebih dahulu kiranya  saya memberikan pengertian dari  judul tulisan di atas.  Kata Korupsi berasal dari kata Latin Corruption atau  Corruptus. Kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis Corruptian, dalam bahasa Indonesia dengan sebutan korupsi (Mansur Semma, 2008: 32). Sedangkan kata corruption dalam arti luasanya mengandung pengertian  pembusukan atau kemerosotan (Boesono Soedarso, 2009: 157).;  sedangkan kata Menoleransi dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga terbitan Balai Pustaka diartikan sebagai mendiamkan, membiarkan. Dengan demikian bahwa yang dimaksud Menoleransi Korupsi dalam tulisan ini adalah perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan terjadinya pembusukan, baik yang berskala besar maupun yang kecil.

    Seperti diketahuai korupsi menjadi topik pembicaraan yang cukup lama dan sering menjadi “santapan” Masyarakat dewasa ini.  Namun, sampai sekarang dari pembicaraan itu belum mendapatkan “obat mujarab” untuk menyembuhkan korupsi yang sekarang sudah memasuki lingkungan yang lebih kecil di sekitar kita. Belum ditemukannya “obat mujarab” untuk memberantas korupsi ini setidaknya disebabakan  karena kita terlalu terburu-buru dan terlalu jauh berbicara korupsi pada skala besar. Namun lupa pada embrio korupsi yang ada di sekelilingi kita. Embrio dari pada korupsi terus dipertontonkan dihadapan kita tanpa merasa bersalah apa lagi merasa malu.
     Dewasa ini agenda pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama. Bukan hanya di Indonesia tetapi dunia internasional. Keseriusan dunia internasional untuk memberantas korupsi setidak bisa dilihat dengan ditetapkanya tanggal 9 Desember sebagai hari anti korupsi se-dunia,  sebaba diyakini  bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Disatu sisi kita begitu semangat bahkan “berapi-api” berorasi tentang anti korupsi mulai di atas mimbar, sampai di jalanan, tetapi kita sekali lagi membiarkan, mempertontonkan bahkan mempraktekan embiro  korupsi.

    Tentu kita sepakat bahwa korupsi kelas kakap, berawal dari perbuatan –perbuatan yang menolerasi korupsi kecil-kecilan, misalnya dikalangan akademik, mahasiswa menukil pendapatnya Prof. Saldi Isra, pada kuliah umum dihadapan civitas akademika Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) pada 16/9/2013, silam,, yaitu membangun pendekatan dengan dosen untuk mendapatkan nilai baik; atau abouse of power (penyalahgunaan kekuasaan) para tenaga pendidik. Tanpa sadar atau tidak perbuatan tersebut  merupakan embrio dari pada korupsi. Selain itu perbuatan yang merupakan  embrio korupsi yang selalu dipertontonkan di jalan raya, dengan menerobos rambu lalu lintas (menerobos lampu merah). Menerobos lampu merah, telah memberikan gambaran nyata bagaimana kita memberi tuang untuk melahirkan perbuatan korupsi kelas kakap.


    Sebab korupsi kelas kakap bukan hanya dilakukan karena ada niat tetapi juga ada kesempatan, dan kebiasaan kecil yang menyimpang.  Menerobos lampu bukan hanya ada niat tapi ada kesempatan untuk tancap gas. Karena dalam teori struktural kesempatan (opportunity struvturel), terdapat hubunganh resiprokal antara kesempatan dan tindakan atau perilaku politik, kesempatan membuka cara bagi munculnya tindakan, tetapi tindakan juga menciptakan kesempatan (Lihat: Masdar Hilmy: Memutus Mata Rantai Korupsi). Dengan demikian untuk menciptakan Indonesia tanpa korupsi, sudah seharusnya perbuatan –perbuatan kecil yang merupakan embrio dari korupsi seharusnya dikendalikan atau harus mendapatkan perhatian serius dari kita semua, agar niat  Indonesia tanpa korupsi mendapatkan jalan kemudahan. Semoga ®
    Jangan Lewatkan...

    Baca Juga

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Menoleransi Korupsi Rating: 5 Reviewed By: Kompas Timur
    Scroll to Top