(Catatan
Memperingati Hari Anti Korupsi Se-Dunia)
Oleh:
Rahmat Souwakil
Pemuda
Lumoy, sedang ‘Belajar’ di Maluku Utara
Segenap
energi telah dikerahkan untuk menghentikan laju korupsi....
Namun,
tetap saja korupsi belum lenyap di negeri ini.
(Masdar Hilmy)
Bagaimana
cara memberantas korupsi di republik ini
yang sudah mengakar dimana-mana? Ini merupakan pertanyaan yang selalu
dilontarkan ketika berbicara tentang korupsi di republik yang berbudaya tinggi
ini, namun korupsi minta ampun. Mungkin kita harus belajar dari Thomas More, seorang ahli hukum dan
kriminologi Inggris kuno (1478-1535). More banyak menguraikan kejahatan di
Inggris pada zamannya dan kekejaman pengadilan waktu itu. Dalam 24 tahun, ada
72.000 pencuri digantung dalam daerah yang penduduknya hanya 3 atau 4 juta
saja. More berpendapat bahwa dengan kekerasan saja arus kejahatan tidak dapat
dibendung (dalam, Boesono Soedarso, 2009: 4).
Apa
yang disampaikan More, memberikan pelajaran penting bahwa untuk memberantas
kejahatan termasuk korupsi bila dilakukan dengan tindakan kekerasan maka sulit
untuk dimembasmi kalau tidak mau disebut gagal. Yang disampaikan More, senada dengan Dom Helder Camara. Menurut Dom Helder Camara, bahwa kekerasan
menimbulkan kekerasan lainnya (Dom Helder Camara, 2005: xiv). Maka untuk
membasmi korupsi dewasa ini tidaklah terus menerus menggunakan cara menjatuhkan hukuman yang berat terus-menerus.
Tindakan preventif sangat diperlukan untuk mengurangi atau membasmi korupsi.
Tulisan
singkat hanya merupakan ekspersi kegelisaan saya kita melihat iklan kampanye
yang terus dikampanyekan dimana-mana dengan penuh percaya diri, sedangkan
embrio korupsi terus dibiarkan dan dipertontonkan dimana-mana pula, sekligus untuk memperingati hari anti korupsi
se-dunia yang jatuh pada hari jumat 9
Desember 2016. Namun, terlebih dahulu kiranya saya memberikan pengertian dari judul tulisan di atas. Kata Korupsi berasal dari kata Latin Corruption atau Corruptus. Kemudian muncul
dalam bahasa Inggris dan Prancis Corruptian,
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan korupsi (Mansur Semma, 2008: 32).
Sedangkan kata corruption dalam arti
luasanya mengandung pengertian
pembusukan atau kemerosotan (Boesono Soedarso, 2009: 157).; sedangkan kata Menoleransi dalam kamus besar
Bahasa Indonesia edisi ke tiga terbitan Balai Pustaka diartikan sebagai
mendiamkan, membiarkan. Dengan demikian bahwa yang dimaksud Menoleransi Korupsi
dalam tulisan ini adalah perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan terjadinya
pembusukan, baik yang berskala besar maupun yang kecil.
Seperti diketahuai
korupsi menjadi topik pembicaraan yang cukup lama dan sering menjadi “santapan”
Masyarakat dewasa ini. Namun, sampai
sekarang dari pembicaraan itu belum mendapatkan “obat mujarab” untuk
menyembuhkan korupsi yang sekarang sudah memasuki lingkungan yang lebih kecil
di sekitar kita. Belum ditemukannya “obat mujarab” untuk memberantas korupsi
ini setidaknya disebabakan karena kita terlalu
terburu-buru dan terlalu jauh berbicara korupsi pada skala besar. Namun lupa
pada embrio korupsi yang ada di sekelilingi kita. Embrio dari pada korupsi
terus dipertontonkan dihadapan kita tanpa merasa bersalah apa lagi merasa malu.
Dewasa ini agenda pemberantasan korupsi
menjadi prioritas utama. Bukan hanya di Indonesia tetapi dunia internasional.
Keseriusan dunia internasional untuk memberantas korupsi setidak bisa dilihat
dengan ditetapkanya tanggal 9 Desember sebagai hari anti korupsi se-dunia, sebaba diyakini bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa
(extra ordinary crimes). Disatu sisi
kita begitu semangat bahkan “berapi-api” berorasi tentang anti korupsi mulai di
atas mimbar, sampai di jalanan, tetapi kita sekali lagi membiarkan,
mempertontonkan bahkan mempraktekan embiro
korupsi.
Tentu
kita sepakat bahwa korupsi kelas kakap, berawal dari perbuatan –perbuatan yang
menolerasi korupsi kecil-kecilan, misalnya dikalangan akademik, mahasiswa
menukil pendapatnya Prof. Saldi Isra, pada kuliah umum dihadapan civitas akademika
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) pada 16/9/2013, silam,, yaitu
membangun pendekatan dengan dosen untuk mendapatkan nilai baik; atau abouse of power (penyalahgunaan
kekuasaan) para tenaga pendidik. Tanpa sadar atau tidak perbuatan tersebut merupakan embrio dari pada korupsi. Selain
itu perbuatan yang merupakan embrio
korupsi yang selalu dipertontonkan di jalan raya, dengan menerobos rambu lalu
lintas (menerobos lampu merah). Menerobos lampu merah, telah memberikan
gambaran nyata bagaimana kita memberi tuang untuk melahirkan perbuatan korupsi
kelas kakap.
Sebab
korupsi kelas kakap bukan hanya dilakukan karena ada niat tetapi juga ada
kesempatan, dan kebiasaan kecil yang menyimpang. Menerobos lampu bukan hanya ada niat tapi ada
kesempatan untuk tancap gas. Karena dalam teori struktural kesempatan (opportunity struvturel), terdapat
hubunganh resiprokal antara kesempatan dan tindakan atau perilaku politik,
kesempatan membuka cara bagi munculnya tindakan, tetapi tindakan juga
menciptakan kesempatan (Lihat: Masdar Hilmy: Memutus Mata Rantai Korupsi).
Dengan demikian untuk menciptakan Indonesia tanpa korupsi, sudah seharusnya
perbuatan –perbuatan kecil yang merupakan embrio dari korupsi seharusnya
dikendalikan atau harus mendapatkan perhatian serius dari kita semua, agar
niat Indonesia tanpa korupsi mendapatkan
jalan kemudahan. Semoga ®
0 komentar:
Post a Comment