Desa Nama Andan di Pulau Parang
Kecamatan Teluk Waru, Kabupaten Seram Bagian timur (SBT) haus perhatian
pemerintah kabupaten (pemkab) setempat terutama di bidang kesehatan dan
pendidikan.
Sebab, selama ini desa ini seakan
diabaikan oleh Pemkab SBT dibawa kepemimpinan Bupati Mukti Keliobas dan Fahri
Alkatiri.
Wa Sony Wa Bula kepada
Kompastimur.com, Kamis (15/12) mengatakan, di Desa Nama Andan misalnya, untuk mendapat
pelayanan kesehatan penjabat Karateker Desa harus mengontrak tenaga kesehatan
sendiri menggunkan Anggaran Dana Desa atau ADD.
Wa Sony yang merupakan tenaga medis
yang di kontrak oleh penjabat desa menggunakan anggaran ADD tersebut, mengaku
telah di kontrak selama satu tahun dengan gaji Rp. 800 ribu per/ bulan.
“Iya pak beta suda dapat kontrak su
satu tahun dari karateker desa dengan gaji Rp. 800 ribu per bulan pak,”
ungkapnya.
Selain di, kontrak di Pustu Nama
Andan tersebut, Wa Soni pegawai kesehatan itu juga menjelaskan bahwa untuk
mendapatkan obat-obatan guna melakukan pelayanan kesehatan juga di dapat dari
anggaran ADD Nama Andan dan bahkan iya harus merogek kocek dari kantong pribadi
untuk membeli obat-obatan guna memberikan pelayanan kesehatan kepada warga Desa
Nama Andan.
“Pak disini beta dapat obat sangat
susah, terkecuali dari desa yang bali. Sudah dua kali desa mengadakan obat
menggunakan ADD, bahkan kalau kepepet beta bali obat dengan beta uang
pribadai," tandasnya.
Sementara itu, gedung Pustu di Desa
tersebut telah rusak parah dan tidak layak di lakukan perawatan. Dimana, Pustu
itu memiliki 3 ruangan, namun ketiga ruangan tersebut telah rusak parah.
“Ini ruangan ada tiga tapi sudah
tidak layak lagi pak, su bocor bocor, akan sangat riskan seng bisa lai di
pakai,” tandanya.
Wa Soni Wabula berharap kedepannya,
pemerintah kabupaten segera menambah tenaga medis di desa tersebut, mengingat
kata Wa Soni, ia merupakan seorang bidan dan bukan perawat, sehingga dirinya
berharap, kedepan bisa penambahan perawat dan obat-obatan supaya pelayan
kesehatan dapat diberikan secara maksimal kepada masyarakat di desa tersebut.
Selain dirinya pun berharap, Pustu yang telah rusak berat itu dapat dibangun
kembali oleh Pemkab setempat.
“Beta harap jua kepada pemerintah
daerah supaya bisa mendatangkan tenaga perawat karenan beta ini tenaga bidan
pak, dan pemerintah bisa memperbaiki bangunan Pustu ini sehingga katong
bisa bikin pelayanan yang baik.
Sementara Rais Kilbaren, warga Desa
Namalena yang merupakan desa tetangga Nama Andan mengatakan, selama ini
pelayanan pendidikan di Desa Namalena masih jauh dari harapan, sebab satu
sekolah dasar hanya memiliki dua tenaga pengajar.
Rais mengungkapkan, kedua pengajar
tersebut kerapkali meninggalkan tempat tugasnya hingga berbulan bulan dan
kembali langsung melakukan ujian tengah semester.
“Pak katong pung sekolah SD Filiyal
di Namalena, seng berjalan proses belajar mengajar pak, bagaimana jalan kalau
gurunya cuma dua, dan dong juga tinggalkan sekolah sampai berbulan bulan, datang
langsung laksanakan ujian semester,” kata Rais.
Rais juga mengaku, siswa-siswi di
SD Filiyal Namalena tersebut, hingga Kelas 3 SD pun ternyata belum bisa membaca
dan menulis, bahkan nyaris tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal,
negara telah menjamin lewat UUD 45 bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan yang layak dan berkualitas.
“Katong pung anak-anak itu sampai
Kelas 3 SD saja belum bisa baca, jangankan itu lagu Indonesia Raya saja dong
seng tau manyanyi, karena upacara hari senin saja seng pernah ada,” ucapnya
kesal.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa
Namalena, Aisa Rumonin. Aisa mengatakan sangat miris dengan perilaku tenaga
pengajar yang sering keluar daerah, yang menyebabkan sekolah sering pula libur
tidak berdasarkan agenda pendidikan nasional sehingga para anak bangsa di desa
ini seperti dianak tirikan.
“Pak di Namalena itu kalau
guru-guru su kaluar, anak anak su libur. Jadi, kalau guru-guru keluar sampai
satu dua bulan, anak-anak pun libur satu hingga dua bulan, nanti guru-guru
datang baru masuk sekolah lagi,” bebernya.
Selain masalah tersebut, lanjutnya,
bangunan sekaloh pada desa itu pun telah rusak. Dimana, meskipun sekolah itu
memiliki 5 ruangan kelas, namun dua ruangan telah rusak parah, bahkan di
sekolah SD Filiyal Namalena 3 Kelas pun terpaksa digabungkan dalam satu ruangan
dengan kelas lainnya karena kekurangan ruang belajar.
Warga Namalena berharap pemerintah
Kabupaten SBT secepatnya memperhatikan tenaga pengajar dan ruangan sekolah
mereka sehingga anak-anak mereka bisa menuntut ilmu sama seperti anak-anak di
sekolah lainya. (KT-FS)
0 komentar:
Post a Comment