Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Buru
Selatan (Bursel), Hamis Souwakil mengaku hingga kini pihaknya masih kesulitan
dalam proses penagihan pajak Kost-Kostan dari para pemilik atau pengusaha
kost-kostan di Namrole, Ibu Kota Kabuppaten Bursel.
“Terkait dengan pajak kost-kostan, untuk pajak ini kami dari
Dispenda temui banyak kendala di lapangan ketika akan melakukan proses
penagihan,” kata Souwakil kepada wartawan kemarin di Kantor Bupati Bursel.
Kendala-kendala tersebut, lanjut Souwakil, antara lain
terkait dengan perizinan yang belum dimiliki oleh para pengusaha kost-kostan
tersebut.
“Kendala yang pertama ialah terkait dengan perizinan, karena
perizinan ini diberikan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Bursel sehingga ketika petugas kami turun ke lapangan untuk menagih
pajak kost-kostan, banyak pemilik usaha kost-kostan yang tidak mau membayar,
dengan alasan mereka belum mendapatkan izin. Padahal kost-kostan mereka telah
dibangun mungkin sejak tahun 2011 hingga saat ini,” terang Souwakil yang juga
mantan Plt Kadisbudpar Kabupaten Bursel itu.
Akibatnya, petugas dari Dispenda Kabupaten Bursel selama ini
hanya melakukan penagihan pajak kost-kostan dari Sembilan pemilik kost-kostan
saja. Sedangkan, ratusan pemilik kost-kostan di Namrole selama ini masih enggan
untuk membayar pajak.
“Sampai saat ini kost-kostan yang kami tagih pajaknya setiap
bulan hanya sembilan buah rumah yang terdaftar atau memiliki izin. Sementara
data base kami, walaupun itu mentah, ternyata ada ratusan kost-kostan yang ada
di dalam kabupaten ini. Tapi karena persoalan tadi, jadi saat kami mau tagih
pajak, mereka ngotot tidak membayar karena izin belum ada,” bebernya.
Selain itu, kendala lainnya ialah, terkait dengan Peraturan
Daerah (Perda) yang mengatur tentang pajak kost-kostan ini hanya memberlakukan
bahwa kost-kostan dengan jumlah 10 kamar keatas saja yang dikenai pajak,
sedangkan dibawahnya tidak kena pajak.
“Selain itu, dalam Perda itu dikatakan bahwa 10 kamar ke atas
baru dikenakan pajak. Nah, untuk diketahui yang bayar pajak adalah pengguna
jasa atau orang yang tinggal itu. Dimana, orang yang tinggal itu bayarannya di
pungut 10 persen. Tapi dari kenyataan, ketika petugas kami datang pengusaha
kos-kosan hanya menjawab bahwa yang tinggal hanya delapan dan hanya tujuh. Pada
akhirnya mereka tidak bayar, karena sesuai Perda haarus 10 kamar ke atas. Jadi,
itu terkendala,” ungkapnya.
Walau begitu, pihaknya tidak diam begitu saja,. Dimana untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sumber pajak ini, pihaknya pun
telah membangun koordinasi lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, yakni dengan
instansi teknis terkait seperti Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Kabupaten Bursel dibawa kepemimpinan Rivay Bantam dan Dinas Kebudayaan dan
Parawisata Kabupaten Bursel dibawa kepemimpinan Amelia Solissa.
Hanya saja, belum terlihat langkah-langkah yang signifikan
dari kedua instansi teksni tersebut dalam mencari solusi bersama dalam
pemecahan masalah ini.
“Langkah-langkah
yang kami ambil adalah kami berkoordinasi dengan dinas teknis, dalam hal ini
Dinas Kebudayaan dan Parawisata serta Badan Penanaman Modal. Jadi, kami sudah
koordinasi, tapi sampai saat ini belum terlihat langkah-langkah tindak lanjut
yang maksimal dari dinas teknis sehingga kenyataan yang kami alami seperti
adanya saja,” tuturnya. (KT-02)
0 komentar:
Post a Comment