Pelantikan atas 12 pejabat Kepala
pemerintahan Negeri di Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng)
yang dilakukan oleh Bupati, Abua Tuasikal dinilai melanggar aturan. Pasalnya,
tindakan Tuasikal tersebut dilakukan disela-sela akhir masa jabatannya sebagai
Bupati Malteng.
Sekretaris Hetu Upu Ana (HUA)
Jazirah Leihitu, Guntur Huath kepada Kompas Timur.com, Rabu (2/11) menegaskan,
tindakan yang dilakukan oleh Bupati Malteng, Tuasikal Abua itu melanggar
ketentuan berdasarkan pada surat edaran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Republik Indonesia Nomor : 573/KPU/X/2016 perihal Penjelasan Ketentuan Larangan
Penggantian Pejabat dan/atau Penggunaan Wewenang oleh Bakal Calon Berstatus
Petahana.
“Tuasikal Abua telah menabrak
ketentuan KPU yang telah ditetapkan KPU RI melalui surat edaran Nomor:
573/KPU/X/2016 perihal Penjelasan Ketentuan Larangan Penggantian Pejabat
dan/atau Penggunaan Wewenang oleh Bakal Calon berstatus Petahana, karena telah
melakukan pelantikan terhadap 12 pejabat pemerintahan Negeri,” ujarnya.
Menurutnya, ketentuan yang
ditetapkan oleh KPU itu sudah jelas bahwa dalam beberapa poin yang ada pada
surat edaran KPU Nomor : 573/KPU/X/2016 perihal Penjelasan Ketentuan Larangan
Penggantian Pejabat dan/atau Penggunaan Wewenang oleh Bakal Calon berstatus
Petahana tersebut, dimana berkenaan dengan ketentuan pasal 71 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016, dimana poin 1 disampaikan bahwa ketentuan pasal 71 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa Gubernur atau Wakil
Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang
melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai
pada akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan secara tertulis dari
Menteri.
Poin 2 disampaikan bahwa ketentuan
pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur Gubernur atau
Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang
menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam
waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai dengan penetapan pasangan
calon terpilih.
Ketentuan pasal 71 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa dalam hal Gubernur atau Wakil
Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan 2, yang bersangkutan dapat
dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
Memperhatikan ketentuan tersebut
bukan merupakan syarat calon sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ayat (2) dan/atau ayat (3) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 tersebut dikenakan kepada Petahana yang ditetapkan sebagai
calon.
Sementara itu, poin 4 mengatakan
bahwa dalam hal terdapat Petahana diduga melanggar ketentuan sebagaimana
diuraikan angka 1 dan/atau angka 2 sepanjang hasil penelitian syarat pencalonan
dan syarat calon dinyatakan memenuhi syarat yang bersangkutan dinyatakan
sebagai pasangan calon peserta pemilihan.
Serta poin ke 5 bahwa penegakkan
hukum dugaan pelanggaran terhadap ketentuan angka 1 dan/atau angka 2, diproses
melalui Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagai pelanggaran
administrasi, dan selanjutnya KPU Provinsi/KIP atau KPU/KIP Kabupaten/Kota
wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota
setelah dilakukan penetapan pasangan calon peserta pemilihan.
“Jadi sudah jelas bahwa Bupati
Malteng, Tuasikal Abua telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga kepada KPU Provinsi Maluku dan/atau KPU Kabupaten Malteng
sudah harus mengambil sikap tegas atas tindakan arogan yang dilakukan oleh
Tuasikal Abua,” desaknya.
Dia berharap, pihak KPU/KIP
Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten Malteng harus menindaklanjuti tindakan arogan
yang dilakukan oleh Tuasikal Abua, karena sesuai ketentuan bahwa wajib
menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota.
Sebelumnya, Bupati telah melakukan
pelantikan atas 11 Penjabat kepala pemerintah Negeri di Seram Utara dan satu
penjabat dari Kecamatan Teun Nila Sarua (TNS).
Masing-masing adalah Abdul Fattah Tomagola S.STP sebagai Pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Oping, Yulians Roberts Limahuwey sebagai penjabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Mashihulan, Ahmad Ipainin S.Sos sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Olong, Reynold Makualaina sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Elemata, Yohanes Oktovianus Atuany sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Hatuolo, Hasan Salatin sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Wahai, Muhammad Rifai Puraratuhu Sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Hualu, Max Imanuel Atuany sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Kaloa, Muhammad Husen Pasahari sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Pasahari, Reza G Darmawan sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Rumah Sokat, Nikolas Boiratan pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Maneo Rendah Kecamatan Seram Utara dan Roni Pieter George Solissa Sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Watludhan Kecamatan TNS.
Masing-masing adalah Abdul Fattah Tomagola S.STP sebagai Pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Oping, Yulians Roberts Limahuwey sebagai penjabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Mashihulan, Ahmad Ipainin S.Sos sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Olong, Reynold Makualaina sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Elemata, Yohanes Oktovianus Atuany sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri administrasi Hatuolo, Hasan Salatin sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Wahai, Muhammad Rifai Puraratuhu Sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Hualu, Max Imanuel Atuany sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Kaloa, Muhammad Husen Pasahari sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Pasahari, Reza G Darmawan sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Rumah Sokat, Nikolas Boiratan pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Maneo Rendah Kecamatan Seram Utara dan Roni Pieter George Solissa Sebagai pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Watludhan Kecamatan TNS.
“Kami mendesak agar KPU, dan
Panwaslu harus menindaklanjuti sikap Tuasikal Abua tersebut, karena sudah jelas
melanggar ketentuan perundang-undangan yang dikeluarkan melalui surat edaran
KPU RI. Kegiatan yang dilakukannya itu jelas mempunyai unsur politik dimana
kegiatan yang dilakukan menguntungkan dirinya sebagai calon Petahana, sehingga
perlu untuk dilakukan pembatalan terhadapnya sebagai calon sebagaimana
ditetapkan dalam Ketentuan pasal 71 ayat (5) Undang-Undang nomor 10 tahun
2016,” tegasnya. (KT-SH)
0 komentar:
Post a Comment