Namrole, KT
Ketua Bidang Politik dan Hukum
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Ismail
Bahta berharap Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulissa tidak merusak tatanan
adat yang telah hidup sekian lama pada desa-desa di Kecamatan Ambalau.
Menurut Bahta, masyarakat pada
desa-desa di Kecamatan Ambalau sama sekali tidak menolak dilaksanakannya
Pilkades serentak sebagimana diungkapkan Tagop ketika menggelar pertemuan
dengan Kades, Camat dan para pimpinan SKPD berlangsung di aula Kantor Bupati
Bursel, Rabu (26/10) lalu.
“Pernyataan Bupati yang disampaikan
pada tanggal 26 Oktober 2016 lalu terkait penolakan masyarakat Ambalau terhadap
pelaksanaan Pilkades sesungguhnya itu tidak benar,” kata Bahta kepada Kompas
Timur, Selasa (1/11).
Menurut Bahta, masyarakat di
Kecamatan Ambalau sangat merespon positif agenda itu dan telah membentuk dan
melakukan proses pendaftaran calon.
“Justru masyarakat Ambalau cukup
respon terhadap momen itu, bahkan di seluruh desa yang ada di Kecamatan Ambalau
telah membentuk panitia untuk melakukan pendaftaran sesuai mekanisme yang telah
diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa,” ungkap tokoh pemuda Bursel
asal Kecamatan Ambalau ini.
Bahkan, lanjutnya, seluruh proses
itu telah dilaporkan ke Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Bursel.
Dikatakan, soal mekanisme penentuan
figur yang dilakukan melalui musyawarah adat itu sesungguhnya bukan penentuan
figur Kepala Desa defenitif. Akan tetapi, proses musyawarah adat itu dilakukan
untuk menentukan figur yang bakal dicalonkan sebagai Calon Kepala Desa.
“Jadi, perlu saya tegaskan bahwa
proses musyawarah adat ini sudah ratusan tahun dilakukan kaitannya dengan
momentum seperti ini dan sesungguhnya ini tidak bertentangan dengan hukum
positif. Sebab, Indonesia mengakui keberadaan hukum adat,” paparnya.
Bahkan, Bahta menduga Tagop ingin
merusak tatanan adat yang telah bertumbuh ratusan tahun di desa-desa
se-Kecamatan Ambalau.
“Pernyataan Bupati ini patut
dicurigai jangan-jangan ini skenario untuk merusak tatanan adat di Ambalau yang
sudah ratusan tahun hidup bersama masyarakat Ambalau,” tudingnya.
Lebih lanjut, Bahta berharap
kedepan, Tagop tidak asal ngomong yang akhirnya menimbulkan masalah baru di
tengah-tengah masyarakat.
“Olehnya itu, saya hanya
mengingatkan Bupati agar sebelum ngomong itu pelajari masalah dulu sehingga
omongan yang disampaikan itu tidak menimbulkan masalah baru,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, desa-desa
yang berada di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Bursel terancam tidak menerima
bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat lantaran menolak melaksanakan
Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara serempak pada bulan November 2016
mendatang.
Ancaman tersebut dikatakan Bupati
Tagop Sudarsono Soulissa di dalam pertemuan dirinya bersama seluruh Kades,
Camat dan para pimpinan SKPD berlangsung di aula Kantor Bupati Bursel, Rabu
(26/10).
Hadir dalam kegiatan itu, Tagop
selaku Bupati, Buce Ayub Seleky selaku Wakil Bupati, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Pemerintaan Desa dan Keluarga Berencana
(BPMPPPD dan KB) Kabupaten David Seleky, para Camat dan para Kades se-Kabupaten
Bursel.
“Kami tidak akui, bila mereka akan
menentukan kades sendiri sesuai adat, kami tidak mengakuinya,” tegas Tagop
menanggapi kemauan masyarakat di Kecamatan Ambalau yang menolak melaksanakan
Pilkades dan menginginkan pemilihan Kades berdasarkan pengangkatan atau rembuk
secara adat.
Terhadap akan hal itu, ditegaskan
Soulissa, seluruh mekanisme yang dilakukan oleh masyarakat Ambalau tidak diakui
oleh Pemda Kabupaten Bursel.
“Laporan sudah disampaikan kepada
Bagian Pemerintahan dan Wakil Bupati, dan saya katakan mekanisme itu tidak
sesuai dan kita putuskan dipending, ditunda,” ujarnya.
Lanjut Soulissa, kepada desa-desa
lain dipersilahkan melaksanakan Pilkades sesuai mekanisme yang telah ditentukan
berdasarkan jadwalnya.
“Kecamatan di Ambalau, kita
pending, sambil proses berdasarkan mekanisme berdasarkan aturan pemerintah,”
tegasnya kepada Camat Ambalau.
Menurut Soulissa, bila Pilkades
yang dilaksanakan oleh masyarakat Ambalau berdasarkan adat setempat sangat
tidak rasional.
“Bukan pemerintahan adat, kalau
pemerintahan adat, apakah bisa memberikan bantuan untuk pembangunan, bisa?,”
Tanya Tagop.
Lanjut Soulissa, apakah pemerintahan
adat bisa menggaji Kades, bisa memberikan bantuan Dana Desa (DD) dan Anggaran
Dana Desa (ADD), hal itu tidak bisa.
“Adat itu diakui apabila pemerintah
atau negara ini mengakuinya. Kita sebagai anak adat tidak pungkuri, tetapi
proses Pilkades harus melalui pemilihan, bukan ditunjuk oleh adat,” jelas
Tagop.
Soulissa memintakan satukan
persepsi dan pemahaman terkait hal ini. Sebab, masakan masyarakat Bursel yang
telah cerdas dan pandai mau dikibuli dan dibohongi dengan yang tidak sesuai
mekanisme dan aturan.
Menurut Tagop, silahkan masyarakat
Ambalau mau berdebat, tetapi mekanisme Pilkades harus melalui Camat membentuk
panitia pada desa masing-masing untuk dilakukan penjaringan pencalonan Kades.
“Tetapi kalau dibentuk oleh adat,
tidak. Kami tidak mengakui hal itu. Kalau mereka mau berbuat sendiri silahkan.
bantuan DD dan ADD untuk Kecamatan Ambalau, kita hentikan,” tegas Tagop.
Terhadap putusannya itu, Soulissa
persilahkan kepada DPRD bila merasa keberatan dan ingin berdebat disilahkan
asalkan sesuai dengan aturan.
“Kita pemerintah memiliki wibawa,
memiliki kewenangan, jangan pemerintah mau diinjak-injak (diatur-red) tidak
bisa,” kata Tagop.
Menurutnya lagi, jangan karena
adanya kepentingan kelompok tertentu lalu menolak mekanisme dan aturan pemda.
“Pilkada telah selesai, tidak
memilih saya dan Buce, silahkan. Tetapi aturan dan norma telah memberikan
kewenangan kepada Bupati dan Wakil Bupati yang devinitif yaitu Tagop dan Seleky
untuk melaksanakan segala aturan,” jelas Tagop.
Olehnya, kepada masyarakat yang
berda di Kecamatan Ambalau harus tunduk pada aturan yang dilaksanakan oleh
pemerintah karena berada di dalam NKRI.
“Bukan Negara Ambalau, tidak.
Tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), semua warga negara harus
tunduk pada undang-undang di negara ini,” tandasnya lagi.
Maka dari itu, dirinya menolak
keras bahwa Pilkades di Kecamatan Ambalau dilaksanakan atas dasar kesepakatan.
Tetapi Pilkaades itu harus dilaksanakan berdasarkan mekanisme pemilihan secara
demokratis.
“Biarkan kebebasan demokratis kepada
masyarakat untuk memilih. Bukan dilaksanakan hanya berdasarkan rembuk,” papar
Tagop.
Lanjut Bupati dua periode ini bahwa
yang dipilih adalah Kepala Pemerintahan Desa yang dibiayai oleh anggaran negara
kepada desa. Kalau menolak melaksanakan pilkades terserah, tetapi Pemda akan
hentikan pemberian bantuan.
“Saya berharap kepada seluruh Kades
dapat memahami masalah ini,” harap Tagop ketika mengakiri penyampaiannya. (KT-MS)
0 komentar:
Post a Comment