Bakal
Calon Kepala Desa (Calakdes) Waenono, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan
(Bursel), Nok Tasane menilai pemerintahan yang di pimpin oleh Penjabat Kepala
Desa Waenono, Yance Tasane selama ini bersifat nepotisme dan diskriminatif.
Sebab,
perangkat pemerintahan yang diangkat oleh Yance selama menjadi Penjabat Kepala
Desa lebih mendepankan kekeluargaan alias nepotisme dan mengabaikan hak-hak
seluruh masyarakat di Desa Waenono.
Dimana,
pengangkatan BPD Waenono dilakukan sesuka hati oleh Yance dan mengabaikan
sistem musyawarah yang menjadi hak masyarakat setempat.
“Betapa
tidak, Ketua BPD Waenono, yakni Yomes Hukunala itu anak mantu dari Yance
Tasane. Ya, kalau di lihat dari sisi adat Buru, Yomes ketika diangkat sebagai
Ketua BPD itu sangat mematikan karir dari BPD, karena anak mantu tidak bisa
melawang Bapak Mantu. Jadi, apa yang di bilang oleh Yance sebagai Bapak Mantu
itu adalah sah dan tak bisa dibantah,” kata Nok kepada Kompas Timur.com di kediamannya, Senin (10/10).
Belum
lagi, lanjut Nok, perangkat BPD lainnya yang diangkat oleh Yance Tasane adalah
anak-anak dari saudara perempuannya sendiri alias Ananewe.
“Selain
itu, yang duduk di BPD itu pun dari keluarga Yance semua, sebab dari Ananewe-Ananewe
Yance semua,” paparnya.
Alhasil,
lanjut Nok, panitia Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Waenono yang dibentuk dan
diangkat BPD terkesan kuat diinterfensi oleh Yance Tasane sebab, sarat dengan
praktek-praktek nepotisme yang merugikan ketiga Calkades lainnya.
“Begitu
pula dengan panitia Pilkades. Ketuanya Ibu Meiske Tasane. Ibu Meiske itu
saudari dari Bapak Yance Tasane, karena satu mata rumah dan Bapak mereka adalah
adik kakak,” bebernya.
Tak
sebatas itu, sebagian besar struktural kepanitiaan Pilkades pun disisipi oleh
orang-orang dekat Yance Tasane dan sangat merugikan bagi dirinya dan juga Yakub
Tasane dan Petrus Tasane sebagai Calkades.
Terlebih
lagi, ketika proses awal jelang pembukaan pendaftaran Calkades hingga
pendaftaran dimulai, ternyata panitia pun tertutup dalam penyampaian
syarat-syarat untuk mencalonkan diri sebagai Calkades sehingga pihaknya harus
meminta syarat-syarat Calkades tersebut dari desa-desa tetangga agar pihaknya
bisa mempersiapkan berbagai syarat itu untuk mencalonkan diri sebagaimana
harapan masyarakat Desa Waenono yang menginginkannya untuk mencalonkan diri
sebagai Calkades.
“Jadi
semua yang dibentuk ini terkesan nepotisme karena merupakan keluarga Bapak
Yance Tasane. Olehnya itu, kami merasa tidak puas,” terangnya.
Disisi
yang lain, akibat sarat nepotisme tersebut, ternyata dalam kerja-kerja Panitia
Pilkades pun dilakukan secara diskriminatif, terutama dalam pendataan pemilih
di Desa Waenono.
Lanjut
Nok, dari data pemilih yang berhasil di data oleh pihaknya sebagai acuan yang dibandingkan
dengan data yang diumumkan atau ditempelkan di Kantor Desa Waenono oleh Panitia
Pilkades, ternyata ada perbedaan data yang cukup signifikan dan patut
dicurigai.
Sebab,
dari perbandingan data yang dimiliki pihaknya dengan data yang diumumkan oleh
Panitia Pilkades, ternyata ada sejumlah pemilih siluman yang turut diakomodir.
“Temuan
kami, ternyata Kepala Dusun Mori, Desa Namrinat yakni Urbanus Tasane malah ada
di data yang diumumkan oleh Panitia. Inikan aneh,” cetusnya.
Sementara,
ada banyak warga Desa Waenono yang telah berdomisili lama di Desa Waenono
tetapi karena diketahui sebagai pendukung dirinya atau pendukung Calkades lain
seperti Yakub Tasane dan Petrus Tasane, ternyata tak di data oleh Panitia.
Sebab, Panitia lebih memprioritaskan pendataan kepada para pendukung Yance
Tasane saja.
“Diskriminasi
untuk pemilih itu terlihat pada Daftar Pemilih sekarang. Dimana, banyak nama
yang tidak masuk. Padahal, yang ada di Desa Waenono ini ada yang sudah tinggal
lebih dari enam bulan, ada yang sudah punya rumah, ada juga di dalam satu rumah
istri di data tapi suami tidak di data dan suami di data tapi istri tidak di
data. Bahkan, ada banyak penduduk Waenono yang sudah berumur 17 Tahun tapi
tidak di data, termasuk di kompleks Walabotin itu sebagian besar tak didata.
Ini kerja seperti apa,” urainya.
Padahal,
menurutnya, Pilkades Desa Waenono haruslah berjalan secara aman dan damai
sesuai aturan-aturan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyelenggaraan
Pilkades tanpa harus ada praktek-praktek nepotisme dan diskriminiatif yang
dapat menciderai pesta demokrasi warga Desa Waenono sendiri.
“Itu
memang harapan dari masyarakat Indonesia yang ada di Desa Waenono ini agar
hak-hak mereka dalam berdemokrasi itu bisa disalurkan dengan aman, tenang dan
damai sehingga Pilkades di Waenono ini bisa berjalan secara baik dan
berkualitas,” ungkapnya.
Sebab,
kalah menang itu merupakan suatu konsekuensi dari pesta demokrasi itu sendiri.
Namun, yang harus menjadi perhatian bersama ialah hak-hak demokrasi seluruh
masyarakat di Desa Waenono untuk menentukan pemimpin sekaligus pelayan mereka
kedepan jangan dikebiri untuk memenangkan Calkades tertentu.
“Siapa
yang kalah atau menang, itu biasa. Tapi yang pasti ini pesta demokrasi
masyarakat Desa Waenono dan karena itu semua masyarakat Desa Waenono harus
dilibatkan untuk menyalurkan hak pilih mereka dalam kondisi aman dan damai
sesuai harapan semua kita yang cinta akan Desa ini,” harapnya.
Terkait
itu, tambah Nok, pihaknya telah menyampaikan laporan secara tertulis kepada
Kabag pemerintahan Setda Kabupaten Bursel, Camat Namrole, Ketua BPD Waenono,
Ketua Panitia Pilkades Waenono dan tembusan surat tersebut pun disampaikan ke
Bupati Bursel, Wakil Bupati Bursel, Sekda Bursel dan Ketua DPRD Bursel.
“Harapan
kami, Pak Kabag Pemerintahan dan Pak Camat bisa mengambil langkah-langkah bijak
dan strategis secepatnya untuk mengevaluasi BPD dan Panitia Pilkades yang ada.
Bila perlu diganti sehingga Pilkades yang diharapkan oleh seluruh masyarakat
Desa Waenono dapat berjalan secara adil dan demokratis itu bisa terwujud dalam
proses persiapan hingga puncak pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan nantinya,”
tuturnya. (KT-BS02)
0 komentar:
Post a Comment