Desa-desa yang berada di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Buru Selatan (Bursel)
terancam tidak menerima bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat
lantaran menolak melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara serempak
pada bulan November 2016 mendatang.
Ancaman tersebut dikatakan Bupati Tagop Sudarsono Soulissa di dalam
pertemuan dirinya bersama seluruh Kades, Camat dan para pimpinan SKPD
berlangsung di aula Kantor Bupati Bursel, Rabu (26/10).
Hadir dalam kegiatan itu, Tagop selaku Bupati, Buce Ayub Seleky selaku Wakil Bupati, Kepala Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Pemerintaan Desa dan Keluarga
Berencana (BPMPPPD dan KB) Kabupaten David Seleky, para Camat dan para Kades
se-Kabupaten Bursel.
“Kami tidak akui, bila mereka akan menentukan kades sendiri sesuai adat,
kami tidak mengakuinya,” tegas Tagop menanggapi kemauan masyarakat di Kecamatan
Ambalau yang menolak melaksanakan Pilkades dan menginginkan pemilihan Kades
berdasarkan pengangkatan atau rembuk secara adat.
Terhadap akan hal itu, ditegaskan Soulissa, seluruh mekanisme yang
dilakukan oleh masyarakat Ambalau tidak diakui oleh Pemda Kabupaten Bursel.
“Laporan sudah disampaikan kepada Bagian Pemerintahan dan Wakil Bupati,
dan saya katakan mekanisme itu tidak sesuai dan kita putuskan dipending,
ditunda,” ujarnya.
Lanjut Soulissa, kepada desa-desa lain dipersilahkan melaksanakan
Pilkades sesuai mekanisme yang telah ditentukan berdasarkan jadwalnya.
“Kecamatan di Ambalau, kita pending, sambil proses berdasarkan mekanisme
berdasarkan aturan pemerintah,” tegasnya kepada Camat Ambalau.
Menurut SouliSsa, bila Pilkades yang dilaksanakan oleh masyarakat
Ambalau berdasarkan adat setempat sangat tidak rasional.
“Bukan pemerintahan adat, kalau pemerintahan adat, apakah bisa
memberikan bantuan untuk pembangunan, bisa?,” Tanya Tagop.
Lanjut Soulissa, apakah pemerintahan adat bisa menggaji Kades, bisa
memberikan bantuan Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD), hal itu tidak
bisa.
“Adat itu diakui apabila pemerintah atau negara ini mengakuinya. Kita
sebagai anak adat tidak pungkuri, tetapi proses Pilkades harus melalui
pemilihan, bukan ditunjuk oleh adat,” jelas Tagop.
Soulissa memintakan satukan persepsi dan pemahaman terkait hal ini.
Sebab, masakan masyarakat Bursel yang telah cerdas dan pandai mau dikibuli dan
dibohongi dengan yang tidak sesuai mekanisme dan aturan.
Menurut Tagop, silahkan masyarakat Ambalau mau berdebat, tetapi
mekanisme Pilkades harus melalui Camat membentuk panitia pada desa
masing-masing untuk dilakukan penjaringan pencalonan Kades.
“Tetapi kalau dibentuk oleh adat, tidak. Kami tidak mengakui hal itu.
Kalau mereka mau berbuat sendiri silahkan. bantuan DD dan ADD untuk Kecamatan
Ambalau, kita hentikan,” tegas Tagop.
Terhadap putusannya itu, Soulissa persilahkan kepada DPRD bila merasa
keberatan dan ingin berdebat disilahkan asalkan sesuai dengan aturan.
“Kita pemerintah memiliki wibawa, memiliki kewenangan, jangan pemerintah
mau diinjak-injak (diatur-red) tidak bisa,” kata Tagop.
Menurutnya lagi, jangan karena adanya kepentingan kelompok tertentu lalu
menolak mekanisme dan aturan pemda.
“Pilkada telah selesai, tidak memilih saya dan Buce, silahkan. Tetapi
aturan dan norma telah memberikan kewenangan kepada Bupati dan Wakil Bupati
yang devinitif yaitu Tagop dan Seleky untuk melaksanakan segala aturan,” jelas
Tagop.
Olehnya, kepada masyarakat yang berda di Kecamatan Ambalau harus tunduk
pada aturan yang dilaksanakan oleh pemerintah karena berada di dalam NKRI.
“Bukan Negara Ambalau, tidak. Tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), semua warga negara harus tunduk pada undang-undang di negara ini,”
tandasnya lagi.
Maka dari itu, dirinya menolak keras bahwa Pilkades di Kecamatan Ambalau
dilaksanakan atas dasar kesepakatan. Tetapi Pilkaades itu harus dilaksanakan
berdasarkan mekanisme pemilihan secara demokratis.
“Biarkan kebebasan demokratis kepada masyarakat untuk memilih. Bukan
dilaksanakan hanya berdasarkan rembuk,” papar Tagop.
Lanjut Bupati dua periode ini bahwa yang dipilih adalah Kepala
Pemerintahan Desa yang dibiayai oleh anggaran negara kepada desa. Kalau menolak
melaksanakan pilkades terserah, tetapi Pemda akan hentikan pemberian bantuan.
“Saya berharap kepada seluruh Kades dapat memahami masalah ini,” harap
Tagop ketika mengakiri penyampaiannya.
(KT-06)
0 komentar:
Post a Comment